Pemanfaatan kawasan hutan yang rusak untuk ditanami sawit oleh pemerintah Indonesia merupakan ide yang sangat positif.
Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Yanto yang menilai sawit merupakan tanaman yang banyak memiliki manfaat mulai dari pangan dan energi.
Bahkan, sawit juga merupakan tanaman yang mempunyai produktivitas tinggi dalam menghasilkan minyak nabati daripada bunga matahari dan kedelai.
Sayangnya sering kali terjadi diskriminasi terhadap tanaman sawit di dunia, oleh segelintir Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing melalui penilaian-penilaian negatif.
Akan tetapi menurut Yanto, hal ini tidak akan terjadi jika tanaman sawit bisa tumbuh di Amerika dan Eropa.
"Jadi bisa dikatakan Amerika dan Eropa hanya iri dengan sawit kita, dan disuruh lah para LSM. Sekarang mikir deh nih, Ketika orang mau nanam tebu atau nanam aren di kawasan hutan, ada yang ribut nggak? Tidak ada," kata Yanto kepada wartawan, Senin (13/1).
"Tapi sawit, ada kata-kata sawit, langsung ribut kan LSM, Â Karena mereka dibiayai oleh asing untuk menghantam kita nggak boleh maju. Sebenarnya jika sawit bisa tumbuh di Eropa dan Amerika, tentu tidak akan ada persoalan ini," sambungnya.
Untuk itu, Yanto juga mengajak para LSM, peneliti atau para guru besar untuk tidak melulu berpikir anti sawit dan beranggapan bahwa tak sayang dengan hutan Indonesia.
Ia juga mendukung rencana Presiden Prabowo yang memanfaatkan kawasan hutan rusak untuk memperluas lahan sawit di Indonesia.
Apalagi, perluasan lahan sawit di kawasan hutan rusak terdegradasi bukan deforestasi, melainkan upaya untuk menambah produktivitas keperluan swasembada pangan dan energi terbarukan.