Mohon tunggu...
Informasinusantara
Informasinusantara Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyajikan Beragam Informasi Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Prabowo Kritik Vonis Ringan Koruptor : Wajar Presiden Kecewa, Harapan Tinggi ke Hakim

31 Desember 2024   10:54 Diperbarui: 31 Desember 2024   10:54 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Prabowo Subianto / Foto: Suara Nasional

Kritikan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto terhadap vonis ringan yang diberikan hakim untuk para koruptor yang merugikan negara ratusan triliun mendapat sorotan dari pakar hukum.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai sangat wajar Prabowo merasa kecewa dengan vonis ringan yang diberikan hakim untuk koruptor itu.

"Saya [merasa] wajar jika presiden kecewa, dan ini harus disampaikan pada Mahkamah Agung sebagai pembina langsungnya," ucap Fickar, Senin (30/12) kepada sejumlah awak media.

Pasalnya, Prabowo sendiri sudah memperhatikan kesejahteraan profesi hakim dengan menaikkan gaji pokok dan tunjangan hakim. Atas hal itu, Fickar mengatakan bahwa Prabowo memiliki harapan yang tinggi terhadap para hakim.

Disisi lain, Fickar menyebut vonis ringan kepada koruptor itu menunjukkan para hakim bermain-main dengan kewenangannya.

"Ya sebagai kepala negara Pak Prabowo mungkin punya harapan yang tinggi terhadap para hakim, sementara para hakim justru bermain-main dengan kewenangannya," ujar Fickar menambahkan.

Adapun kritikan yang disampaikan Prabowo terkait vonis ringan koruptor itu seperti mengarah pada kasus Harvey Moeis, dimana mana Hakim hanya memvonis Harvey 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi timah senilai Rp 300 triliun.

Menanggapi itu, Fickar mengusulkan agar Majelis Hakim diperiksa karena dikhawatirkan putusan itu ada intervensi non yuridis.

"Ya itu majelis hakimnya juga perlu diperiksa,  seharusnya tuntutan 12 tahun itu dihukum separuh tambah 10% alias 7,5 sampai dengan 8 tahun. Disinyalir putusan ini ada apa-apanya, ada intervensi non yuridis," tutup Fickar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun