Perhelatan pemilihan umum (pemilu) 2019 sudah sangat dekat. Beberapa waktu lalu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia sudah mengumumkan kepada pablik partai politik peserta pemilu 2019. Terdapat 14 partai politik sudah mengantongi tiket untuk ikut berpartisipasi dalam perhelatan terbesar 5 tahun sekali bangsa ini. 4 parpol di antara 14 parpol yang lolos merupakan parpol baru sebut saja Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Berkarya dan Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda). Sedangkan partai peserta pemilu 2014 lalu 2 dinyatakan tidak lolos yakni Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), sedangkan partai yang lain dinyatakan lolos oleh KPU RI.
Ditetapkannya parpol peserta pemilu 2019 tentu menandakan bahwa bendera perang sudah dikibarkan. Parpol mulai mencari strategi yang pas untuk bagaimana bisa memenangkan pemilu 2019 mendatang. Namun pemilu 2019 mendatang akan terasa berbeda, ini di karenakan pemilu legislatif dan pemilu presiden dilakukan secara serentak pada hari yang sama. Pemilu sebelumnya 2004, 2009 dan 2014 pileg dan pilpres dilakukan secara terpisah, namun pada tahun 2019 mendatang hal ini akan dilaksanakan secara serentak.
Tentu menarik untuk diikuti bersama, perhelatan memilih kembali pemimpin tertinggi di negara besar seperti Indonesia ini. Hawa panas perhelatan pilpres memang sudah mulai terasa pada beberapa bulan ini. Berbagai lembaga survei mulai mengocok-ngocok pasangan yang akan berlaga pada pilpres yang akan datang. Nama yang muncul adalah nama-nama lama tahun 2014 seperti Jokowi dan Prabowo. Kedua putra terbaik bangsa ini akan kembali bertarung dalam pilpres 2019 mendatang.
Sempat tersebar kabar bahwa Jokowi ingin menggandeng Prabowo sebagai wakil presiden, namun kabar ini hanya terdengar seperti kabar angin semata, mengingat Prabowo sudah tidak bisa di tawar lagi ingin menjadi presiden RI untuk selanjutnya. Buntuya pembicaraan koalisi Jokowi-Prabowo tentu menjadikan posisi RI 2 menarik untuk diperbincangkan.
Berbagai lembaga survei memang sudah melakukan perhitungan survei siapa yang akan menggandeng Jokowi pada pilpres 2019 mendatang. Beberapa nama yang muncul ke publik misalnya nama M. Romahurmuziy, Jendral Gatot Nurmantio, A. Muhaimin Iskandar, Sri Mulyani, M. Sohibul Iman, Agus H. Yudhoyono bahkan putra terbaik NTB TGH. M. Zainul Majdi masuk kedalam bursa survei.
Nama-nama besar diatas memang sudah tidak asing lagi dalam dunia politik nasional. Misalnya M. Romahurmuziy yang merupakan ketua umum PPP. Tidak hanya itu, terah keturunan beliau juga sangat jelas lahir dari kalangan santri Nahdlatul Ulama yang memiliki basis ormas terbesar di Indonesia setelah Muhammadiyah. Selain itu nama A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) juga tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, beliau merupakan ketua umum PKB yang partainya adalah basis jamiiyah NU. Begitupula dengan nama-nama lainnya seperti Sri Mulyani yang merupakan menteri keuangan terbaik dunia, M. Sohibul Iman ketua umum PKS, Agus H. Yudhoyono anak dari SBY yang sedang populer karena kegagahannya dikalangan anak muda. Yang menjadi pertanyaan besar adalah masuknya nama TGH. M. Zainul Majdi yang lebih dikenal dengan nama TGB kedalam bursa cawapres Jokowi.
Penulis sangat terkejut melihat beberapa hasil survei nama TGB selalu muncul, walaupun persentasenya sedikit. Namun masyarakat NTB tentu harus berbangga karena putra terbaiknya mampu disandingkan dengan tokoh-tokoh politik hebat nasional. Pada artikel ini, penulis tentu sangat tertarik membahas dan menimbang-nimbang seberapa besar potensi TGB menjadi cawapres mendampingi Jokowi di pilpres 2019 mendatang.
Masuk menjadi radar cawapres Jokowi memang tidak semudah membalikkan tangan, mengingat sederet nama besar politik nasionalpun belum tentu masuk. Masuknya nama TGB tentu memiliki dasar dan perhitungan kuat dari beberapa lembaga survei. Beberapa informasi kemudian penulis kumpulkan apa alasan terkuat sehingga putra NTB ini masuk menjadi bursa cawapres Jokowi, dan yang paling kuat adalah karena TGB merupakan kalangan santri (ulama) dan Umaro'.
TGB merupakan pemimpin (gubernur) yang dibilang sukses dalam memimpin NTB selama 2 periode. Masyarakat NTB tentu merasakan betul buah karya yang di persembahkan dalam kurun waktu 10 tahun. Berbagai sektor sangat nampak jelas hasilnya, salah satunya adalah munculnya brand wisata syariah di NTB. Â Tidak hanya itu, baru-baru ini, TGB juga menyabet salah satu gubernur terbaik di Indonesia. Selain menjadi Umaro', keberhasilan TGB juga terlihat sebagai ulama' yakni beliau merupakan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (NW) ormas terbesar yang ada di NTB.
Jika melihat latar belakang TGB, memang masuk kepada kriteria cawapres Jokowi. Jika kita merefleksi sejarah kepemimpinan pasca orde baru, presiden dan wakil presiden di Indonesia memang membutuhkan duet Nasionalis dan Religius (agamais). Contohnya Alm. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan Megawati, Gus Dur merupakan tokoh Religius dan Megawati tokoh Nasionalis, kemudian Megawati dengan Hamzah Haz juga duet Nasionalis-Religius, kemudian Susilo Bambang Yudhoyono dengan Jusuf Kala juga Nasionalis -- Religius karena JK merupakan presidum KAHMI waktu itu dan juga salah satu Mustasyar PBNU. Hanya pasangan SBY -- Budiono saja yang duet Nasionalis. Jika melihat memori diatas tentu memiliki catatan penting bagi kita semua bahwa duet Nasionalis-Religius sangat berpotensi besar terjadi di pilpres 2019 mendatang.
Lalu bagaimana dengan potensi TGB dengan analisis tersebut diatas, dan seberapa besar potensinya untuk mendampingi Jokowi di 2019. Jika pertanyaannya demikian, memang kita tidak memiliki jawaban pasti apakah nantinya TGB berpotensi atau tidak namun tentu kita bisa jawab itu dengan analisa. Kita ketahui bersama bahwa TGB hari ini masih menjadi kader partai Demokrat. Partai ini kita ketahui bersama merupakan partai yang pernah berkuasa selama 2 periode pemilu. Partai Demokrat juga masih memiliki kekuatan secara basis nasional yang tentunya sangat dibutuhkan oleh Jokowi dalam meraup suara di pilpres 2019.