“Panjang-TbS Daerah Wajib Kondom.” Ini judul berita di Harian “Radar Lampung” (1/12-2010). Disebutkan: Kecamatan Panjang dan Telukbetung Selatan (TbS) dicanangkan sebagai daerah wajib kondom. Dua daerah ini merupakan kawasan berisiko tinggi terhadap penularan HIV. Pencanangan dilakukan Ketua Tim Penggerak PKK Bandarlampung Eva Herman H.N. di Kel Panjang Selatan.
Dalam berita tidak ada penjelasan mengapa kawasan Panjang-TbS disebut sebagai ’kawasan berisiko tinggi terhadap penularan HIV’. Ada kemungkinan di daerah itu ada kegiatan (praktek) pelacuran sebagai faktor risiko penyebaran HIV.
Persoalannya adalah cara yang akan dilakukan untuk menerapkan wajib kondom di wilayah Panjang-TbS. Wajib kondom adalah setiap laki-laki ’hidung belang’ yang melakukan hubungan seksual dengan pekreja seks komersial (PSK) langsung atau PSK tidak langsung (seperti cewek di warung-warung, rumah makan dan restoran) diwajibkan memakai kondom.
Cara itu dilakukan untuk menurunkan insiden kasus infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung. Tapi, karena program itu merupakan ’cangkokan’ dari program serupa di Thailand maka penerapannya pun tidak konkret.
Eva mengatakan: ’’Perlu upaya untuk mengubah perilaku dan meningkatkan kesadaran dalam penggunaan kondom seratus persen. Tentunya ini merupakan komitmen bersama untuk mencegah epidemik dan timbulnya infeksi baru HIV/AIDS di Bandarlampung.” Eva benar, tapi dia tidak bisa memberikan cara penerapannya dengan benar. Begitu pula dengan mekenisme pengawasannya, apa dan bagaiman cara yang akan dilakukan?
Di beberapa daerah yang memasukkan wajib kondom dalam Perda Penanggulangan AIDS pun tidak ada cara konkret untuk mengawasi program tsb. Di Merauke, Papua, yang menjadi ’sasaran tembak’ justru PSK sehingga program tidak jalan dengan baik karena satu PSK yang ditangkap akan digantikan oleh puluhan PSK (baru).
Thailan menerapkan pengawasan yang konkret yaitu melakukan survailan tes IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungans seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, seperti GO (kencing nanah), sifilis (raja singa), klamidia, hepatitis B, dll.) terhadap PSK di satu lokalisasi. Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka germo akan ditegur sampai pencabutan izin usaha.
Apakah pemilik tempat yang menyediakan PSK di daerah Panjang-TbS memiliki izin usaha? Kalau tidak maka program wajib kondom hanyalah program ’menggantang asap’.
Lagi-lagi program penanggulangan HIV yang tidak realistis. Kita tinggal menunggu ledakan kasus AIDS karena sudah banyak orang yang mengidap HIV tapi tidak terdeteksi. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H