Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tinggi, Tingkat Kematian Pengidap HIV/AIDS di Kab Tuban, Jatim

9 Februari 2012   13:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:51 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Mayoritas Penderita HIV/AIDS di Tuban Eks TKI. Yang menyedihkan, diantara penderita HIV/AIDRS yang meninggal dunia ada wanita hamil.” Ini judul berita di VIVAnews, 6/2-2012.

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kab Tuban, Jawa Timur, Saiful Hadi, dari 78 penderita HIV/AIDS yang terdeteksi di Kab Tuban kebanyakan adalah mantan Tenaga Kerja Indonesia yang pernah bekerja di Malaysia dan negara lain. Penularannya, karena hubungan seks dan tranfusi darah.

Pernyataan itu bisa menimbulkan penafsiran yang beragam. Bisa saja ada anggapan TKI yang terdeteksi mengidap HIV itu melakukan hubungan seksual di luar nikah. Padahal, kemungkinan besar mereka diperkosa atau dinikahi.

Tenaga kerja wanita (TKW) sangat rentan tertular HIV melalui perkosaan dan ‘pernikahan’ karena di beberapa negara tujuan TKW, seperti Malaysia dan negara-negara di Timur Tengah, prevalensi HIV (perbandingan antara yang mengidap HIV/AIDS dan yang tidak mengidap HIV/AIDS) pada penduduk sangat tinggi. Di Arab Saudi, misalnya, sudah dilaporkan lebih dari 16.000 kasus AIDS. Sedangkan Malaysia sudah melaporkan 90.000 an kasus HIV/AIDS.

Dalam kaitan itulah pemerintah, dalam hal ini Disnakertrans Kab Tuban harus membelaki calon TKW dengan pengetahuan yag akurat tentang cara-cara mencegah agar tidak tertular HIV.

Biar pun TKW sudah dibekali dengan pengetahuan, persoalan (baru) akan muncul jika mereka diperkosa atau dinikahi. Secara medis seorang perempuan yang diperkosa bisa diatasi dengan memberikan obat untuk menurunkan risiko tertular HIV. Tentu saja atase tenaga kerja di negara-negara tujuan TKW Kab Tuban harus siap sedia menangani TKW yang diperkosa.

Begitu pula dengan TKW yang dinikahi tentulah perlu diberikan pemahaman yang akurat bahwa pernikahan tidak menghapus atau menghilangkan risiko penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena KONDISI HUBUNGAN SEKSUAL (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama) bukan karena SIFAT HUBUNGAN SEKSUAL (di luar nikah, zina, melacur, selingkuh, ‘jajan’, dll.).

Disebutkan dari 78 pengidap HIV/AIDS di Kab Tuban, 28 di antaranya meninggal dunia atau 35,6 persen. Angka ini besar. Perlu diselidiki (penyakit) apa penyebab kematian mereka untuk menurunkan risiko kematian pada Odha karena penyakit terkait AIDS. Sayang, wartawan tidak bertanya tentang (penyakit) penyebab kematian 28 Odha tsb.

Disebutkan pula perempuan hamil yang meninggal itu tertular dari suaminya yang bekerja di salah satu lokalisasi di Surabaya. Ini membuktikan suami perempuan itu melakukan hubungan seksual yang tidak aman yaitu tidak memakai kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK).

Disebutkan pula: Untuk mencegah terjadinya HIV/AIDS, masyarakat diminta rutin untuk memeriksakan diri ke tempat kesehatan terdekat.

Terkait dengan risiko tertular HIV tidak semua orang harus melakukan tes HIV. Lalu, siapa saja, sih, yang harus menjalani tes HIV?

Orang-orang yang dianjurkan tes HIV yaitu:

(a). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kab Tuban atau di luar wilayah Kab Tuban.

(b)Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom di wilayah Kab Tuban atau di luarwilayah Kab Tuban.

(c). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di wilayah Kab Tuban atau di luarwilayah Kab Tuban.

Jika Pemkab Tuban mau menurunkan insiden infeksi HIV baru, maka perlu ada regulasi (peraturan), misalnya melalui perda, untuk mewajibkan tiga hal di atas.

Persoalannya adalah: Apakah Pemkab Tuban bernyali untuk membaut perda mengatur perilaku berisiko penduduknya?

Ya, hanya waktu yang bisa menjawab pertanyaan itu. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun