Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tes Urine Narkoba di Rutan dan Lapas Penanggulangan di Hilir

15 Maret 2011   04:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:47 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Peredaran narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) di lembaga pemasyarakatan (Lapas) dan rumah tahanan (Rutan) yang juga melibatkan oknum pegawai mengguncang Kemenkumham RI.Kemenkumham pun ambil langkah berupa tes urine terkait dengan pemakaian narkoba terhadap aparat Lapas, Rutan dan semua warga binaan (Program Baru Kemenkumham: Petugas dan Penghuni Lapas Dites Urine, republika.co.id, 14/3-2011, dan Petugas dan Penghuni Penjara Akan Dites Urin, TEMPO Interaktif, 14/3-2011).

Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkumham, Abdul Bari Azed, tes urine yang dilakukan untuk Kalapas dan petugas lapas serta warga binaan, sebagai tindakan tegas mengantisipasi kemungkinan penggunaan atau masuknya narkoba ke dalam Lapas atau Rutan.

Kalau ada di antara yang hasil tes urine menunjukkan ada zat yang terkait dengan narkoba berarti mereka sudah memakai narkoba, di dalam atau di luar lapas dan rutan. Itu bukan antisipasi tapi narkoba sudah masuk ke lapas atau rutan jika terdeteksi di kalangan warga binaan. Artinya, yang dilakukan di hilir yaitu setelah mereka mamakai narkoba.

Tes urine untuk mencari zat terkait dengan narkoba jika dilakukan tanpa konseling (bimbingan), misalnya, bertanya tentang obat atau supplement yang diminum beberapa hari sebelum tes akan berdampak buruk karena hasil tes urine bisa positif.

Lagi pula, mengapa semua pegawai lapas dan rutan harus menjalani tes urine? Ini akan merugikan pegawai yang sama sekali tidak tersentuh atau menyentuh narkoba. Artinya, menyamartakan semua pegawai sebagai orang yang dicurigai memakai narkoba.

Akan lebih arif kalau sebelum tes urine dilakukan konseling, atau paling tidak mengisi formulir dengan pertanyaan sekitar perilaku terkait dengan narkoba dan penggunaan obat atau supplement. Berdasarkan jawaban itulah kemudian dilakukan tes urine sehingga kegiatan itu tetap mengharga pegawai yang perilakunya tidak berisiko terkait dengan narkoba.

Dikabarkan pula tes urine itu sebagai antisipasi terkait dengan penularan penyakit, seperti HIV/AIDS, TBC dan penyakit menular lainnya. Ini pun bukan antisipasi lagi karena hasil tes yang positif menunjukkan sudah terjadi penularan. Ini juga merupakan kegiatan di hilir karena mereka sudah tertular HIV.

Abdul Bari mengatakan: "Jika hasil pemeriksaan tes urine positif ada aparat Lapas yang menggunakan narkoba, kami akan menindak tegas mulai peringatan lisan, tertulis hingga pemecatan." Ini akan berdampak buruk jika tidak ada konseling sebelum tes karena narkoba juga obat. Bisa saja yang terdeteksi positif melalui tes urine meminum obat yang mengandung zat terkait narkoba. Maka, dengan penjelasan sebelum tes urine maka hasil tes tidak akan merugikan pegawai yang sedang meminum obat atau makanan supplement.

Hal lain yang luput dari perhatian adalah sudah jamak terjadi BD (bandar) narkoba tidak memakai narkoba. Maka, kalau di Lapas atau Rutan ada BD maka hasil tes urine tidak akan bisa menemukan mereka.

Upaya yang dilakukan Kemenkumham selama ini sebagai antisipasi narkoba masuk ke Lapas dan Rutan melalui pengawasan secara internal melalui bulan tertib kemasyarakatan yang dilakukan di masing-masing Kanwil Kemenkumham. Ini merupakan kegiatan di hilir, tapi tetap ada celah yang bisa dimanfaatkan pengguna, BD dan oknum pegawai.

Terkait dengan kasus HIV/AIDS pada tahanan atau napi di Rutan atau Lapas memunculkan persoalan. Ada kesan mereka tertular di Rutan atau Lapas. Padahal, bisa saja tahanan dan napi itu sudah mengidap HIV ketika masuk ke Rutan atau Lapas. Ini yang tidak dipahami banyak orang. Apalagi ada laporan di stasiun televisi nasional SCTV tentang ‘seks di balik jeruji’ yang justru tidak menampilkan fakta sehingga laporan itu hanya sebatas opini (Lihat:

Untuk itulah perlu dipikirkan tes HIV bagi tahanan dan napi sebelum mereka menjalani hukuman agar tidak muncul kesan buruk terhadap Rutan dan Lapas. Paling tidak tes dilakukan terhadap tahanan dan napi dengan latar belakanga perilaku yang berisiko tertular HIV, seperti penyalahguna narkoba dengan jarum suntik atau yang sering melacur.

Riwayat perilaku warga binaan dapat diketahui melalui wawancara atau mengisi formulir dengan pertanyaan terkait perilaku mereka sebelum menjadi tahanan atau napi.

Menanggulangi penyebaran HIV di Rutan dan Lapas tidak mudah karena tidak mungkin setiap warga binaan diawasi selama 24 jam terus-menerus. Maka, yang perlu dilakukan untuk mencegah penyebaran HIV di Rutan dan Lapas sebagai pencegahan di hilir adalah mendorong warga binaan tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV. Misalnya, tidak memakai jarum, untuk menyuntikkan narkoba atau membuat tattoo, secara bergantian serta tidak melakukan seks anal atau seks oral tanpa kondom.

Memang, hal itu tidak mudah karena akan ditentang habis-habisan oleh kalangan yang membalut lidahnya dengan moral. Tapi, tidak ada jalan lain karena tidak mungkin mengawasi semua warga binaan selama 24 terus-menerus. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun