Seorang teolog moral yang menulis di L’Osservatore Romano mengkritik penggunaan kondom untuk mencegah penyebaran AIDS, dengan mengatakan bahwa kondom lebih memperburuk persoalan karena penggunaan kondom itu hanya mempromosikan rasa aman yang palsu. (Kondom perburuk persoalan, kata teolog moral, www.cathnewsindonesia.com, 27 Mei 2011 ).
Lalu, apa, sih, rasa aman yang tidak palsu terkait dengan risiko tertular HIV melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah?
Ya, tentu saja dengan cara tidak melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, yang berisiko!
Tapi, mengapa tetap ada orang melakukan hubungan seksual yang berisiko tertular HIV?
Nah, tentu saja kita menunggu jawaban dari teolog moral yang tinggal di Roma yang menulis opini ini. Karena kuncinya adalah jawaban dari pertanyaan di atas.
Salah satu kuncinya adalah mengajak orang agar tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV?
Tapi, lagi-lagi ada pertanyaan: Mengapa ajakan untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko tertular HIV tidak dituruti sebagian orang?
Pertambahan kasus HIV/AIDS dan insiden infeksi HIV baru menunjukkan tetap saja ada yang melakukan hubungan seksual berisiko di dalam dan di luar nikah: Apakah kita (bisa) mengabaikan fakta ini?
Karena tidak tidak ada cara yang ampuh dalam meminta agar setiap orang tidak melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV, maka ditawarkan cara yang bisa menekan risiko penularan.
Secara medis usaha untuk menekan risiko tertular HIV melalui hubungan seksual adalah dengan menghindarkan agar penis tidak bersentuhan langsung dengan vagina, menghindarkan agar air mani tidak tumpah di dalam vagina, serta mencegah agar penis tidak dibasahi cairan vagina.
Nah, kalau bukan kondom yang bisa melakukan hal di atas, lalu: Apa yang ditawarkan oleh teologi moral itu?
Tidak ada!
Menurut imam yang menulis opini ini: “Menawarkan kondom sebagai solusi terhadap penyebaran AIDS merupakan suatu kesalahan besar.”
Lalu, apa yang harus dilakukan agar orang-orang yang melakukan hubungan seksual berisiko agar terhindar dari infeksi HIV?
Disebutkan: “Menggunakannya sekedar karena kondom sudah biasa digunakan hanya menunjukkan tidak adanya tanggung jawab terhadap orang lain.”
Justru dengan memakai kondom pada hubungan seksual yang berisiko tertular dan menularkanHIV merupakan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan pasangan.
Disebutkan pula: “Tidak ada jaminan bebas AIDS dengan menggunakan kondom, ….’ Tidak ada yang menjamin bebas dari HIV dengan memakai kondom pada hubungan seksual berisiko. Yang ditawarkan adalah upaya untuk menekan risiko tertular HIV sampai nol persen jika memakai kondom.
Disebutkan: “Sekalipun menggunakan kondom, pasangan tidak boleh berhubungan seks jika salah satunya positif terkena HIV, karena resiko terinfeksi.”
Yang jadi persoalan besar adalah banyak yang tidak menyadari dirinya mengidap HIV sehingga penularan pun terjadi tanpa disadari.
Pastor Perez-Soba mengatakan: “Dihadapkan dengan kemungkinan infeksi tersebut, pasangan bisa membuat kesepakatan untuk tidak berhubungan seks demi kesehatan, karena adanya kekhawatiran dari pihak yang bebas HIV.”
Obat antiretroviral (ARV) bahkan bisa menekan HIV di dalam darah sampai tidak terdeteksi. Ini memungkinan hubungan seksual dan pembuahan yang terhindar dari risiko penularan HIV.
Karena HIV/AIDS selalu dikaitkan dengan moral maka penyakit lain yang diturunkan secara genetika yang tidak bisa dicegah luput dari perhatian. Padahal, HIV bisa dicegah dengan cara-cara yang realistis. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H