Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tenaga Medis Dinkes Kota Surabaya Akan Mencari-cari Pengidap HIV/AIDS

3 Agustus 2014   17:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:32 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14070365781613952280

Awasi Pengidap HIV/AIDS di Dolly” Ini judul berita di jpnn.com (20/7-2014). Ini tentang pekerja seks komersial (PSK) di lokasi pelacuan Dolly di Kota Surabaya Jawa Timur. Judul berita itu menunjukkan pemahaman yang tidak akurat terkait dengan HIV/AIDS.

Kasus HIV/AIDS di Kota Surabaya dilaporkan sampai bulan Mei 2014 adalah 589 HIV dan 444 AIDS (jpnn.com, 20/7-2014).

Pertama, tidak ada peraturan yang membenarkan seorang pengidap HIV/AIDS diawasi. Jika ada orang atau pihak yang mengawasi orang-orang yang mengidap HIV/AIDS itu artinya telah terjadi perbuatan melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). Ini bukan hanya terhadap pengidap HIV/AIDS, tapi kepada semua pengidap penyakit kecuali penyakit yang terkait dengan wabah.

Mata Rantai Penyebaran HIV

Kedua, terkait dengan risiko penularan yang menjadi persoalan besara bukan PSK yang sudah terdeteksi mengidap HIV/AIDS, tapi, (a) PSK yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi, (b) laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke PSK, dan (c) laki-laki yang tertular HIV dari PSK.

(a) PSK yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi akan menularkan HIV/AIDS kepada laki-laki yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK tsb. Setiap malam seorang PKS rata-rata melakukan hubungan seksual dengan tiga laki-laki. Jumlah laki-laki yang berisiko tertular HIV kian banyak jika PSK yang mengidap HIV/AIDS juga banyak.

(b) Laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Itu artinya laki-laki ini akan menurkan HIV kepada istrinya secara horizontal atau kepada perempuan lain yang menjadi pasangan seksnya, seperti istri, istri siri, selingkuhan, pacar atau PSK. Jika istrinya tertular HIV maka ada pula risiko penularan HIV secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

(c) Laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami. Itu artinya laki-laki ini akan menurkan HIV kepada istrinya secara horizontal atau kepada perempuan lain yang menjadi pasangan seksnya, seperti istri, istri siri, selingkuhan, pacar atau PSK. Jika istrinya tertular HIV maka ada pula risiko penularan HIV secara vertikal dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya.

Mata rantai penyebaran HIV/AIDS oleh laki-laki yang menularkan HIV/AIDS ke PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK mendorong penyebaran HIV/AIDS di masyarakat. Realitas inilah yang tidak pernah disampaikan secara utuh ke masyarakat.

Maka, biar pun PSK yang mengidap HIV/AIDS diawasi, jauh lebih banyak PSK yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Kondisinya kian runyam karena banyak laki-laki ‘hidung belang’ yang tidak memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Dalam berita tsb. disebutkan: Mereka (tenaga medis di puskesmas-pen.) akan secara aktif mencari orang-orang yang diduga menderita penyakit tersebut. ”Petugas bisa mendatangi orang yang dicurigai dan mengetesnya,” kata Kepala Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Surabaya dr Mira Novia.

Cara-cara yang diterapkan oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya ini merupakan langkah yang melawan hukum karena akan menyasar orang-orang dengan kriteria mereka sendiri.

Siapa yang diduga menderita penyakit tsb (HIV/AIDS)?

Secara umum berdasarkan pemahaman setengan orang terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis yang sangat rendah, maka yang mereka duga adalah: PSK, waria, dan laki-laki ‘hidung belang’ yang ketahuan.

Padahal, orang-orang yang berisiko tertular HIV tidak terbatas pada PSK, waria dan laki-laki ‘hidung belang’.

Laki-laki dan perempuan pelaku kawin-cerai juga merupakan orang-orang yang berisiko tertular HIV karena ada kemungkinan salah satu dari pasangan mereka mengidap HIV/AIDS.

Begitu juga dengan laki-laki yang beristri lebih dari satu, jika ada di antara istri-istri tsb. yang sudah pernah menikah maka ada risiko tertular HIV karena bisa jadi ada di antara istri tsb. yang mengidap HIV/AIDS.

Kasus di Kota Medan, Sumut, misalnya, seorang guru agama yang terdeteksi mengidap HV/ADIS ternyata istri dan anak kedua mengidap HIV/AIDS. Rupanya, guru agama ini beristri dua. Kemungkinan besar HIV menular dari istri kedua.

Mengalami Keanehan

Begitu juga dengan laki-laki yang menerima gratifikasi seks berupa ‘cewek’ untuk jadi pasangan melakukan hubungan seksual. Biar pun cewek ini bukan PSK, tapi cewek itu adalah perempuan yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV karena melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti (Lihat: Gratifikasi Seks (Akan) Mendorong Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia – http://www.aidsindonesia.com/2013/01/gratifikasi-seks-akan-mendorong.html).

Amatlah gegabah langkah Dinas Kesehatan Kota Surabaya itu kalau petugas kesehatan yang mencurigai seseorang mengidap HIV/AIDS melakukan tes HIV kepada yang dicurigai tsb. karena status HIV/AIDS seseorang tidak bisa dilihat dari fisik ybs.

Langkah Dinas Kesehatan Kota Surabaya itu bak ‘mati gaya’ karena program penanggulangan HIV/AIDS di sana tidak konkret. Bahkan, dalam Perda AIDS Kota Surabaya pun tidak ada pasal yang konkret untuk menanggulangai penyebaran HIV/AIDS (Lihat: Perda AIDS Kota Surabaya -http://www.aidsindonesia.com/2013/07/perda-aids-kota-surabaya.html).

Celakanya, Pemkot Surabaya menutup lokasi pelacuran, tapi dalam Perda AIDS Kota Surabaya justru pelacuran “dipelihara” (Lihat: Dolly Ditutup, Dalam Perda AIDS Kota Surabaya Justru Ada (Praktek) Pelacuranhttp://www.aidsindonesia.com/2014/06/dolly-ditutup-dalam-perda-aids-kota.html).

Dikabarkan bahwa “untuk para lelaki hidung belang yang suka jajan dengan PSK, dinkes memang tidak bisa berbuat terlalu banyak. Upaya dinkes hanya mempersering sosialisasi tentang bahaya penyakit itu. Sosialisasi tersebut juga dibarengi dengan ajakan untuk segera memeriksakan diri bila mengalami keanehan.”

Selama sosialiasi sudah terjadi penularan HIV dari laki-laki pelanggan PSK ke pasangan seksnya, bisa istri, pacar, selingkuhan, PSK atau ke sesama laki-laki. Lagi pula tidak ada rentang waktu yang bisa dipakai sebagai acuan kapan seorang laki-laki pelanggan PSK akan melakukan tes HIV. Bahkan, bisa jadi status HIV mereka baru ketahuan ketika sakit atau sekarat di rumah sakit.

Pernyataan “ .... untuk segera memeriksakan diri bila mengalami keanehan” merupakan gambaran umum yang terjadi salama ini yang justru menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS.

Tidak ada tanda, gejala atau ciri-ciri yang khas HIV/AIDS pada fisik orang-orang yang tertular HIV sebelum masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV). Gejala di masa AIDS pun tidak spesifik karena gejala itu juga bisa karena penyakit lain.

Maka, langkah konkret yang bisa dilakukan oleh Pemkot Surabaya untuk mendeteksi penduduk yang mengidap HIV/AIDS adalah dengan merancang regulasi, seperti peraturan daerah (Perda), al.:

(1) Mewajibkan perempuan hamil konseling HIV/AIDS bersama suami atau pasangan jika memeriksakan kehamilan ke sarana kesehatan pemerintah.

(2) Mewajibkan semua orang yang berobat ke sarana kesehatan pemerintah untuk menjalani tes HIV.

Sedangkan untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru, khususnya pada laki-laki dewasa, hanya bisa dilakukan melalui hubungan seksual dengan PSK jika pelacuran dilokalisir. Yang terjadi di Kota Surabaya adalah pelacuran tidak dilokalisir sehingga tidak bisa dijalankan program yang bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru.

Itu artinya Pemkot Surabaya tinggal menunggu waktu saja untuk “panen AIDS”. *** [Syaiful W. Harahap - AIDS Wath Indonesia] ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun