Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sianida di Kopi Mirna, Tanpa Hukuman Berat Bagi Pelaku Cara Itu Bisa Jadi Modus (Baru) Pembunuhan

19 Januari 2016   11:35 Diperbarui: 19 Januari 2016   12:25 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nyawa manusia seakan-akan kian tidak berharga di negeri ini. Aksi-aksi kebrutalan massa, geng motor, suppoter bola, perkelahian antar massa, teror dan cara pembunuhan manusia terbaru di Jakarta yaitu dengan menaburkan racun, dalam hal ini sianida, ke kopi.

Itulah yang dialami oleh Wayan Mirna Salihin, 17 tahun. Perempuan ini meninggal dunia di kafe yang kemudian diketahui berdasarkan penyelidikan polisi karena minum racun sianida. Mirna tidak menenggak sianida, tapi menyeruput kopi.

Polisi melihat ada hal yang tidak lazim pada kematian Mirna, yang meninggal dunia setelah menyeruput es kopi ala Vietnam di Kafe Olivier, di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, 6/1-2016. Hal itulah kemudian yang menjadi pijakan polisi mengusut kematian Mirna. Saat itu, dia di lokasi bersama dua rekannya, Hani dan Jessica. Jessica datang lebih dulu dan memesan kopi untuk Mirna (detiknews, 18/1-2016).

Langkah demi langkah dilakukan polisi dalam penyelidikan, al. membawa kopi ke laboratorium dan autopsi jenazah yang kemudian menunjukkan ada zat yang bersifat korosif di organ tubuh korban. Zat itu kemudian dinyatakan sebagai sianida, yang dikenal sebagai salah satu jenis racun yang mematikan.

Bertolak dari sejarah pemakaian sianida sebagai racun untuk membunuh manusia, maka ada kemungkinan pelaku yang menaburkan sianida ke kopi Vietnam yang diminum Mirna adalah orang berpendidikan. Soalnya, selama ini racun yang sering dipakai untuk membunuh istri, suami atau orang lain adalah racun tikus, sedangkan bunuh diri memakai cairan pembunuh serangga. Ketika pedagang masih boleh berjualan di KRL, ada penjual racun tikus. Penumpang pun bercanda: Suami selingkuh kasi racun tikus ... mati kering ....mati kering ....

‘Pembunuh’ Mirna itu cerdik karena hanya membutuhkan bilangan menit korban sudah tewas, tapi juga sekaligus ceroboh karena meninggalkan jejak yang bisa jadi alat bukti. Itulah sebabnya banyak orang yang memilih santet sebagai cara membunuh korban karena membutuhkan waktu lama agar mati itu pun umumnya melalui kecelakaan. Tentu saja sulit dilacak.

Sianida (Natrium Sianida dengan rumus NaCN) adalah zat kimia padat berbentuk kubus, serbuk atau granule berbau almond atau apel yang tidak berwarna, jika kering tidak berbau. Kalau kena air akan berbau. Jika terhirup atau tertelan sianida menyerang jaringan tubuh sehingga tidak terjadi pertukaran oksigen yang menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen) bagi penderita.

Beberapa saat setelah Mirna menyeruput kopi es ala Vietnam badannya kejang dan tidak sadarkan diri yang kemudian nyawanya tidak tertolong lagi. Inilah akibat yang ditimbulkan jika sianida ditelan dalam dosis besar. Polisi menyebut dosis sianida yang ditaburkan ke kopi Mirna sebanyak 15 gram/kg. Kematian dengan dosis ini terjadi pada rentang waktu 1-15 menit. Padahal, dengan dosis 90 miligram/kg juga sudah mematikan.

Polisi sudah meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. Sebelumny polisi juga sudah menggeledah rumah Jessica. Polisi sendiri dikabarkan sudah mengetahui bagaimana sianida masuk ke kopi yang diminu Mirna.

Polisi menduga ada perbuatan jahat yaitu dengan menaburkan serbuk sianida ke kopi Mirna. "Kalau memang nanti terbukti, ya (dijerat pasal) pembunuhan berencana. Ya bisa Pasal 340 (KUHP)," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Mohammad Iqbal (kompas.com, 17/1-2016).

Ini bunyi Pasal 340 KUHP: “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun