Dikabarkan: “ …. jumlah wanita PSK (pekerja seks komersial-pen.) yang terinfeksi HIV/AIDS di Bali mencapai 1.089 orang. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 itu menyebutkan, seribu lebih PSK yang terinfeksi HIV itu meliputi 678 orang PSK langsung (beroperasi di lokalisasi) dan 411 orang lagi merupakan PSK tidak langsung.” (Di Bali ...1.089 PSK Positif Terinfeksi HIV/AIDS Denpasar, Harian “Bali Post”, 25/5-2011).
Ada fakta yang luput dari data di atas, yaitu:
1). Ada kemungkinan PSK langsung (beroperasi di lokasi atau lokalisasi pelacuran) dan PSK tidak langsung (‘cewek bar’, ‘cewek disko’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, ‘cewek SPG’, ‘ibu-ibu rumah tangga’, wanita pemijat, selingkuhan, WIL, dll.) tsb. justu laki-laki dewasa penduduk Bali, asli atau pendatang (termasuk turis). Jika ini yang terjadi maka laki-laki Bali yang menularkan HIV kepada PSK itu menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual di dalam atau di luar nikah.
2). Ada kemungkinan PSK langsung dan PSK tidak langsung yang terdeteksi HIV itu sudah mengidap HIV ketika beroperasi di Bali. Jika ini yang terjadi maka laki-laki yang tertular HIV dari PSK akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual di dalam atau di luar nikah.
Potensi PSK tidak langsung dalam mendorong penyebaran HIV sangat besar karena PSK itu tidak tersentuh penjangkauan dan pendampingan. Di Sulawesi Selatan dikabarkan PSK tidak langsung menjadi pendorong penyebaran HIV.
Baca juga: AIDS di Sulawesi Selatan Didorong PSK Tidak Langsung
Praktek pelacuran sebagai salah satu faktor pendorong penyebaran HIV juga terjadi di Bali.
Baca juga: AIDS di Kalangan PSK di Bali Cerminan AIDS di Masyarakat
Selain melakukan hubungan seksual berisiko, di dalam atau di luar nikah (tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti, seperti PSK) di Bali ada kemungkinan laki-laki Bali juga ada yang tertular di luar Bali atau di luar negeri (Lihat Gambar).
Wisatawan yang datang ke Bali pun tidak semuanya diketahui status HIV-nya. Bahkan, dikabarkan daa 29 WNA pengidap HIV/AIDS di Bali.
Baca juga: AIDS di Bali: Potensi Penyebaran Melalui Wisatawan Nusantara dan Mancanegara -
Penularan HIV dari laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK dapat dilihat dari kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga. Menurut Sekretaris KPA Provinsi Bali, drh Made Suprapta, untuk proporsi ibu hamil yang terinfeksi HIV/AIDS di Bali 0,5 - 1,5 persen.
Sejak tahun 1987 sampai April 2011 jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Bali tercatat 4.399 yang terdiri atas 2.183 AIDS dan 2.216 HIV dengan 388 kematian.
Sekretaris KPA mengingatkan agar laki-laki yang suka ‘jajan’ dengan PSK mengubah perilaku seksualnya. “Jangan sampai kenikmatan sesaat itu justru menimbulkan penderitaan seumur hidup.''
Berbagai studi menunjukkan laki-laki ‘hidung belang’ justru enggan memakai kondom. Jika PSK memaksa maka laki-laki bisanya mencari PSK lain yang mau meladeninya tanpa kondom, tau memakai tangan germo untuk memaksa PSK meladeninya tanpa kondom.
Itulah sebabnya program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki pada hubungan seksual di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir dengan PSK. Tapi, pemantauannya konkret dan yang dikenakan sanksi bukan PSK tapi germo. Sedangkan di Indonesia yang diwajibkan melalui perda-perda AIDS, di Bali ada enam perda AIDS, adalah PSK dengan cara pemantauan yang tidak konkret.
Karena (praktek) pelacuran tidak bisa dihentikan maka yang langkah yang dilakukan adalah membuat peraturan yang konkret agar tidak terjadi insiden infeksi HIV baru melalui hubungan seksual dengan PSK. Sayang, dalam perda-perda AIDS yang ada di Indoensia, termasuk perda yang ada di Bali, tidak ada satu pun pasal yang konkret dalam penerapan program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki pada hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/30/menguji-perda-aids-bali/).
Bahkan, lokasi pelacuran di Bali ditutup sehingga praktek pelacuran berlangsung di berbagai tempat yang tidak bisa dikontrol terkait dengan penanggulangan IMS dan HIV/AIDS.
Ya, karena praktek pelacuran yang berisiko terus terjadi di Bali maka penyebaran HIV pun tidak bisa ditekan. Kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS kelak. Maka, tidak berlebihan kalau ada anggapan ‘Bali (bisa) Jadi Pulau AIDS’. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H