Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

PSK HIV-Negatif (Palsu) Menghantui Laki-laki ‘Hidung Belang’ Jakarta

5 November 2010   02:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:50 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

15 Persen Terindikasi HIV/AIDS. 9 Ribu Pelacur Operasi di Jakarta.” Ini judul berita di Harian ”Pos Kota” (20/1-2010). Disebutkan: ”
Genderang perang terhadap merebaknya virus HIV/AIDS terus dicanangkan Pemprov DKI. Di antaranya dengan melakukan pembinaan terhadap pelacur atau disebut pekerja seks komersil (PSK) yang dianggap rentan terjangkit mematikan tersebut. Pasalnya dari data Dinas Sosial DKI tercatat sediktinya 9.000 pekerja seks beredar di wilayah ibukota. Bahkan Komisi Penaggulangan HIV/AIDS DKI melansir tidak kurang dari 15 persen dari jumlah keseluruhan kelompok masyarakat tersebut terindikasi terjangkit penyakit yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya.”

Drs John Alubwaman, MM, Kabid Promosi dan Pencegahan, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Prov. DKI Jakarta, mengatakan: “Dari seluruh lokasi yang menjadi kantung praktik prostitusi sekitar 10 hingga 15 persen pekerja seks diantaranya telah terindikasi mengidap virus ini.”

Data di atas tidak dibawa ke realitas sosial sehingga tidak bermakna. Padahal, data ini merupakan persoalan besar di tataran masyarakat terkait dengan epidemi HIV.

Pertama, pernyataan ’pelacur atau disebut pekerja seks komersil (PSK) yang dianggap rentan terjangkit mematikan’ tidak akurat karena HIV/AIDS bukan penyakit yang mematikan. PSK memang rentan tertular HIV tapi mereka tertular dari laki-laki penduduk Jakarta yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, lajang atau duda. PSK yang tertular HIV akan menularkan HV kepada laki-laki yang yang mengencaninya tanpa kondom.

Kedua, data berupa 15 persen dari 9.000 PSK yang beroperasi di Jakarta merupakan hasil survailans tes HIV yaitu tes anonim untuk mencari angka prevalensi (perbandingan antara yang HIV-positif dan HIV-negatif di kalangan PSK pada kurun waktu tertentu).Kasus HIV/AIDS yang sebenarnya di kalangan PSK bisa lebih besar atau lebih kecil dari hasil survailans tes HIV itu.

Ketiga, dengan prevalensi 15 persen berarti ada 1.350 PSK yang HIV-positif. Kalau satu malam seorang PSK meladeni tiga laki-laki maka selama satu bulan PSK yang HIV-positif sudah meladeni 81.000 laki-laki (1.350 PSK x 3 laki-laki x 1 malam x 20 hari). Maka, setiap bulan ada 81.000 lakli-laki penduduk DKI Jakarta yang berisiko tertular HIV.

Budihardjo, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DKI, mengatakan: “Sebelum dimasukkan ke panti, kami lakukan pemeriksaan. Jika dinyatakan positif HIV/AIDS kita akan langsung berikan penangan khusus dengan menyerahkannya ke Komisi Penanggulangan HIV/AIDS.”

Ada persoalan besar terkait dengan tes HIV melalui survailans yaitu hasil tes tidak akurat karena tidak dikonfirmasi dengan tes lain. Soalnya, standar prosedur operasi tes HIV mengharuskan setiap tes dikonfirmasi dengan tes lain. Tes HIV pada masa jendela selalu menghasilkan negatif palsu (HIV ada di dalam darah tapi tidak terdeteksi karena pada masa jendela atau tertualr di bawah tiga bulan ketika dites) atau positif palsu (HIV tidak ada di dalam darah tapi terdeteksi).

PSK yang terdeteksi HIV-positif melalui survailans tidak menjadi persoalan (besar) karena mereka sudah ditangani. Tapi, PSK yang terdeteksi HIV-negatif melalui survailans yang akan menjadi persoalan besar karena bisa saja hasil tes tsb. negatif palsu. Karena hasil tes negatif (palsu) PSK itu tidak ditangani. PSK yang terdeteksi HIV-negatif (palsu) akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal tanpa mereka sadari.

Penanganan epidemi HIV dengan model mencari PSK yang terdeteksi HIV-positif melalui survailans tes HIV merupakan awal bencana (besar). Soalnya, PSKyang terdeteksi HIV-negatif merasa aman dan laki-laki ’hidung belang’ pun melenggang dengan santai karena PSK yang mengidap HIV (palsu) sudah ditangani. Mereka diladeni oleh PSK yang HIV-negatif (palsu).

Disebutkan: Bagi pelacur yang dinyatakan bersih dari penyakit tersebut, yang bersangkutan langsung dilakukan pembinaan di Panti Sosial Kedoya, Jakarat Barat. Namun panti ini hanya menerima pekerja seks yang memiliki identitas DKI, sedangkan untuk yang berasal dari luar Jakarta langsung segera dilakukan pemulangan ke daerah asalnya. Saat ini terdapat 90 pelacur yang tengah dilakukan pembinaan di Kedoya.” Pernyataan ini menyesatkan karena ’pelacur yang dinyatakan bersih dari penyakit tersebut’ belum tentu HIV-negatif. ’Pelacur’ yang dibina di Kedoya itu pun belum tentu ’tidak bersih dari penyakit’ karena tes HIV mereka bisa saja HIV-positif palsu.

Pemulangan PSK yang terdeteksi HIV-positif mengesankan ’penyebar’ HIV sudah tidak ada di daerah yang memulangkan PSK tsb. Ini terjadi di bebarapa daerah, seperti Jakarta, Riau, dll. PSK yang terdeteksi HIV-positif dipulangkan, tapi tanpa disadari PSK tadi sudah menularkan HIV kepada laki-laki ’hidung belang’ penduduk lokal.

Disebutkan: ”Berbagai pelatihan diberikan di antaranya, keterampilan tangan dan salon. Dengan harapan yang bersangkutan dapat meneruskan keahlian tersebut setelah keluar dari panti dapat membuka usah di tempat tinggalnya.” Ini anggapan yang sudah terbukti tidak benar. Satu PSK dilatih, seribu PSK baru muncul. Begitu seterusnya.

Karena kita bicara dengan moralitas diri, maka paradigma yang dipakai pun tidak objektif. Sudah saatnya cara berpikir dibalik. Bukan lagi menembak PSK, tapi mendorong laki-laki ’hidung belang’ melindungi dirinya dengan menerapkan seks aman. Yaitu mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan memakai kondom jika dilakukan dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun