"Idap HIV/AIDS, 26 Warga Jayapura Tewas." Ini judul berita di okezone.com (30/8-2010).
Disebutkan: "Sepanjang Januari-Agustus 2010, Dinas Kesehatan Kota Jayapura mencatat sebanyak 26 warga Kota Jayapura dinyatakan tewas akibat positif mengidap HIV/AIDS."
Pernyataan di atas tidak akurat.
Pertama, seseorang yang terdeteksi HIV melalui tes HIV disebut positif HIV atau HIV-positif bukan positif mengidap HIV/AIDS. Seseorang yang terdeteksi HIV-positif tidak semerta sudah masuk masa AIDS karena masa AIDS baru mulai muncul antara 5-15 tahun setelah tertular HIV.
Kedua, kematian Odha (Orang dengan HIV/AIDS) karena penyakit-penyakit yang terjadi pada masa AIDS, disebut infeksi oportunistik, seperti diare, sariawan, TB, dll. Dalam berita ada penjelasan tentang penyakit yang menyebabkan Odha itu meninggal.
Pernyataan "tewas akibat positif mengidap HIV/AIDS" tidak akurat. Seseorang yang tertular HIV mudah diserang penyakit ketika sudah mencapai masa AIDS. Penyakit itulah kemudian yang menyebabkan kematian.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Jayapura, Naomi Sagrim, mengatakan ke-26 warga tersebut didominasi kaum wanita ....". Ini fakta yang menarik tapi tidak dikembangkan oleh wartawan. Jika wanita-wanita yang tertular HIV itu merupakan istri maka kemungkinan mereka tertular dari suaminya. Maka, jumlah penduduk yang HIV-positif adalah dua kali dari jumlah perempuan yang meninggal itu. Jika perempuan-perempuan itu mempunyai anak maka ada pula kemungkinan anak mereka tertular HIV ketika dalam kandungan dan persalinan serta menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Kadinkes mengatakan: "Umumnya warga masih menganggap remeh suatu penyakit sehingga tak ada kesadaran dari diri sendiri untuk melakukan pengobatan, setelah sakitnya parah baru biasanya mereka mau diobati. Itu yang jadi masalah." Terkait dengan HIV/AIDS penduduk bukan menganggap remeh, tapi mereka tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik mereka sebelum mencapai masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV).
Itu semua terjadi karena selama ini materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) HIV/AIDS yang disampaikan dalam berbagai kegiatan dan berita di media massa selalu dibalut dan dibumbui dengan norma, moral dan agama sehingga fakta medis HIV/AIDS kabur. Yang muncul adalah mitos (anggapan yang salah) sehingga masyarakat tidak mengetahui carai-cara penularan dan pencegahan HIV yang akurat.
Disebutkan pula: " .... salah satu faktor meningkatnya HIV/AIDS di Kota Jayapura adalah mobilisasi penduduk di Kota Jayapura yang terus meningkat." Tidak ada kaitan langsung antara mobilisasi penduduk ke kota dengan penularan HIV karena virus itu terdapat dalam cairan tubuh manusia bukan di daerah. Yang mendorong penyebaran HIV adalah perilaku seks orang per orang yang berisiko yaitu melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks dan pelaku kawin-cerai.
Di bagian lain disebutkan: " .... Pemerintah Kota Jayapura bersama Dinas Kesehatan terus melakukan upaya untuk menurunkan jumlah penderita HIV/AIDS dengan menyediakan fasilitas IMS (Infeksi Menular Seksual) pada enam Puskesmas dari 12 Puskesmas yang tersedia di Kota Jayapura." Yang dimaksud adalah fasilitas pemeriksaan (tes) untuk mendeteksi IMS. Persoalannya adalah bagaimana mekanisme untuk menjalankan program pemeriksaan IMS terhadap penduduk? Sampai saat ini tidak ada ketentuan atau peraturan yang mewajibkan setiap orang yang berobat ke puskesmas untuk menjalani tes IMS.