Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penularan HIV Bukan Karena 'Mengadalin' Tuhan

15 September 2010   13:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:13 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kalau tidak mau terkena HIV AIDS, ya jangan berzina.” Ini pernyataan sebagai kalimat penutup pada tulisan ”Tuhan Kok Dikadalin?”, Anak Muda, 6/10-2010, di http://kesehatan.kompasiana.com/group/seksologi/2010/07/06/tuhan-kok-dikadalin/

Pernyataan itu tidak akurat karena tidak ada kaitan langsung antara penularan HIV dengan (ber)zina. Penularan HIV melalui hubungan seks (bisa) terjadi di dalam dan di luar nikah kalau salah satu dari pasangan itu mengidap HIV (HIV-positif) dan laki-laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Sebaliknya, kalau satu pasangan dua-duanya HIV-negatif (tidak mengidap HIV) maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun hubungan seks dilakukan tanpa kondom melalui zina, melacur, ’jajan’, ’seks bebas’, ’kumpul kebo’, gundik, selingkuh, PIL (pria idaman lain) dan WIL (wanita idaman lain), dan homoseksual.

Selama ini informasi tentang HIV/AIDS selalul dibalut dengan norma, mora ldan agama sehingga yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah) tentang HIV/AIDS. Padahal, HIV/AIDS adalah fakta medis. Artinya, bisa diuji di laboratorium dengan teknologi kedokteran. Maka, cara-cara penularan dan pencegahan HIV pun dapat diketahui secara medis.

Ada pula pernyataan: “ …. penyakit yang sangat ganas ….”. Ini juga tidak akurat karena HIV/AIDS bukan penyakit. Yang menyebabkan kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) adalah penyakit-penyakit yang muncul setelah masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV), dikenal sebagai infeksi oportunistik, seperti diare, sariawan, TB, dll.

Disebutkan pula: “Hingga kini belum ada yang bisa menemukan obat yang ampuh sehingga dapat digunakan untuk mengobati orang-orang yang menderita HIV/AIDS.” Ada penyakit yang tidak ada obatnya, seperti demam berdarah. Ada pula penyakit yang yang ada obatnya tapi tidak bisa disembuhkan, seperti diabetes dan darah tinggi. Untuk HIV/AIDS sekarang sudah ada obatnya yaitu obat antiretroviral (ARV) yang bisa menekan laja perkembangan HIV di dalam darah. Sedangkan obat untuk infeksi oportunistik tersedia secara luas sampai ke puskesmas.

Ada pula pernyataan: “ …. salah satu penyebab seorang manusia terinfeksi HIV AIDS yaitu berasal dari berhubungan seksual (vaginal, aral, ataupun oral) dengan banyak orang. Bukan tidak mungkin salah seorang orang yang berhubungan seksual dengan kita tersebut terinfeksi mengidap HIV AIDS.” Hubungan seks adalah salah satu media penularan HIV bukan penyebab tertular HIV.

“Sekarang ini, berhubungan seksual dengan banyak orang adalah sebuah fenomena baru yang dianggap gaul oleh bangsa kita terutama generasi muda bangsa ini.” Ini merupakan stigma (cap buruk) terhadap generasi muda. Kredit tulisan yang ditanggapi ini adalah ‘Anak Muda’, tapi yang dilakukan justru menghujat generasi muda. Berhubungan seksual dengan banyak orang justru lebih banyak dilakukan generasi tua, mulai dari perselingkuhan, perzinaan sampai beristri lebih dari satu.

Ada pula pernyataan: “Manusia yang mempunyai kegemaran berhubungan seksual dengan banyak orang membuat sebuah alat yang digunakan untuk meminimalisir agar tidak terkena penyakit HIV AIDS. Salah satu alat yang manusia buat adalah KONDOM.” Pada mulanya kondom yang terbuat dari usus binatang dipakai untuk mencegah kehamilan (alat kontrasepsi). Risiko penularan HIV melalui hubungan seksual dengan yang sudah HIV-positif terjadi karena ada pergesekan langsung antara penis dan vagina. Dalam jumlah yang dapat ditularkan HIV terdapat dalam air mani dan cairan vagina sehingga ada risiko penularan HIV melalui cairan tsb.

Ada yang melihat sesuatu dengan sudut pandang moralitas diri sendiri. Ini tercermin dalam pernyataan: ” .... generasi muda bangsa ini akan sangat bebas berhubungan seksual dengan siapa saja tanpa takut dengan yang namanya dosa.” Ini dikaitkan dengan peredaran kondom. Tanpa kondom pun perzinaan berlangsung sejak ada peradaban manusia, dan perlu diingat zina tidak hanya dilakukan generasi muda.

”Sebenarnya caranya mudah bagi anda yang tidak ingin terkena virus HIV AIDS. Anda tidak usah berhubungan seksual dengan banyak orang, cukup satu orang saja.” Ini pun tidak akurat. Risiko tertular HIV melalui hubungan seksual adalah jika sanggama tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dilakukan dengan orang yang sudah mengidap HIV (HIV-positif). Probabilitas tertular adalah 1:100. Artinya, dalam 100 kali sanggama ada satu kali risiko tertular. Persoalannya adalah tidak bisa diketahui pada sanggama ke berapa terjadi penularan HIV. Bisa yang pertama, ketujuh, kedelapan puluh, dst. Berhubungan seksual dengan satu orang pun berisiko jika orang itu mengidap HIV atau dia sering breganti-ganti pasangan.

Melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, tanpa kondom dengan banyak orang adalah perilaku berisiko tinggi tertular HIV karena ada kemungkinan salah satu dari mereka HIV-positif. Perilaku berisiko tinggi tertular HIV adalah (1) melakukan hubungan seksual penetrasi (penis masuk ke dalam vagina) tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, pada heteroseks, seks anal dan seks oral serta hubungan seks anal pada homoseksual dengan pasangan yang berganti-ganti, (2) melakukan hubungan seks penetrasi tanpa kodom, di dalam dan di luar nikah, dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks langsung (pekerja seks di lokasi pelacuran), pekerja seks tidak langsung (cewek bar, pemijat di panti pijat, waria, ’cewek kampus’, ’anak sekolah’, PIL dan WIL, dll.), (3) menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV, (4) memakai jarum suntik, jarum tindik, jarum akupunktur, jarum tattoo dan alat-alat kesehatan secara bersama-sama dengan bergiliran dan bergantian, serta (5) menyusui air susu ibu (ASI) pada perempuan yang HIV-positif.

Ini juga pernyataan ‘Anak Muda”: Sekarang semuanya ditangan anda. Jika anda ingin terinsfeksi penyakit HIV AIDS, RAJA SINGA, dan juga MENZINAHI IBUMU, ADIK PEREMPUANMU, KAKAK PEREMPUANMU, silahkan anda berzina dengan banyak orang. Itu merupakan “hak asasi” anda karena andalah yang mempunyai tubuh dan anda juga yang akan menerima segala resiko yang akan didapatkan oleh tubuh dari melakukan perbuatan seperti itu.” Ini, apa? Hak asasi pun tidak seenaknya karena bersentuhan dengan kewajiban untuk menghargai hak asasi orang lain. Dan, walaupun hak asasi tapi ada atauran main melalui hukum sehingga tidak dipakai seenak udel. Ada aturan norma, moral, agama dan hukum.

‘Anak Muda’ menulis: “Jadi, jangan pernah mengkadalin Tuhan dengan berbagai alat ataupun cara untuk meluruskan keinginan kita berzina.” Ada fakta yang luput dari perhatian yaitu laki-laki ‘pezna’ justru enggn memakai kondom. Lagi pula tidak selama harus ada alat untuk berzina.

Pernyataan di atas merupakan stigma terhadap orang-orang yang tertular HIV dan IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti GO, sifilis, klamidia, hepatitis B, dll.) dari suaminya. Juga menohok orang-orang yang tertular HIV melaui transfusi darah.

Ada ironi. Kecelakaan lalu lintas pun banyak yang terjadi karena ulah manusia. Tapi, mengapa tidak dikaitkan dengan norma, moral dan agama? Begitu pula dengan beberapa penyakit, seperti darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, dibabetes, dll. juga erat kaitannya dengan perilaku tapi tetap tidak dikaitkan dengan moral. Yang paling ironis adalah orang tidak malu menyatakan dirinya mengidap virus hepatitis B. Padahal, penularan virus hepatitis B persis sama dengan penularan HIV. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun