Terdapat lebih dari 400.000 kasus HIV/AIDS di Indonesia per 2010 dan pertumbuhan kasusnya sangat mengkhawatirkan. Tanpa perencanaan nasional yang koheren angka tersebut akan meledak mencapai 2,18 juta pada 2025. Sebaliknya dengan perencanaan nasional diharapkan bisa kurang dari 912 ribu. Ini disampaikan oleh Dody Kusumonegoro dari iVoice mengutip laporan National Aids Commission United Nations General Assembly Special Session (NAC UNGASS)[Kasus HIV/AIDS Akan Capai 2,18 Juta, iVoice Ajak Peduli, detikNews, 17/5-2012].
Angka-angka itu merupakan estimasi. Sayang, dalam berita tidak dijelaskan apa (saja) faktor risiko (kemungkinan cara penularan) HIV/AIDS yang mendorong penyebaran HIV sehingga mencapai angka tersebut.
Dengan mengetahui faktor risiko yang mendorong penyebaran HIV baru diambil langkah konkret untuk menanggulanginya. Perilaku yang menjadi faktor risiko yang potensial dalam penyebaran HIV di Indonesia, adalah hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan waria.
Celakanya, di Indonesia perilaku laki-laki yang gemar melacur diabaikan dengan alasan tidak ada lokalisasi pelacuran. Lihat saja di peraturan daerah (perda) tentang penanggulangan dan pencegahan HIV/AIDS yang ada yaitu 54 sama sekali tidak menyebutkan lokalisasi pelacuran.
Disebutkan bahwa ”iVoice adalah kelompok dari kalangan profesional muda, memiliki kepedulian tinggi terhadap masalah HIV/AIDS serta ingin mengambil peran melalui kegiatan-kegiatan proaktif, produktif dan positif.”
Menurut Dody: ” .... HIV/AIDS bukan hanya urusan pemerintah tetapi juga seluruh masyarakat.”
Nah, apa langkah konkret yang ditawarkan iVoice untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui praktek pelacuran dan berganti-ganti pasangan?
Soalnya, pemerintah menutup mata terhadap fakta praktek pelacuran. Bertolak dari pernyataan Dody itu tentulah kita berharap iVoice, sebagai bagian dari ’seluruh masyarakat’ memberikan cara penangguangan yang konkret.
Kita tunggu apakah dalam acara iVoice itu akan muncul langkah yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru, terutama pada laki-laki dewasa, melalui praktek pelacuran.
Jika tidak ada langkah konkret yang ditawarkan oleh iVoice, maka sama saja dengan yang terjadi selama ini: Membalut informasi HIV/AIDS dalam berbagai bentui, seperti brosur, poster, dll. dengan moral!
Kalau itu yang terjadi, maka lagi-lagi penanggulangan HIV/AIDS hanya dengan mitos. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H