Judul berita di Harian ”KOMPAS” edisi 31 Januari 2001: ”Diduga Kuat, Nelayan Thailand ’Sebarkan’ HIV/AIDS ke Karimata” sangat tidak etis karena sudah menuduh nelayan Thailand sebagai penyebar HIV. Dalam kaitan ini tentulah Kepala Kantor Wilayah Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Kalbar Dr. Mohammad Torisz MPH harus dapat membuktikan tuduhan itu secara ilmiah.
Lagi pula dalam masalah HIV/AIDS seseorang berisiko tertular HIV jika dia melakukan perilaku-perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV. Maka, pernyataan Kakanwil "Masyarakat Kepulauan Karimata di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), segera menjalani pemeriksaan darah untuk mengetahui secara pasti ada tidaknya yang tertular virus HIV/AIDS" sangat tidak realistis dalam konteks penangangan HIV/AIDS.
Soalnya, HIV tidak menular melalui pergaulan sosial sehari-hari. Jadi, biar pun kawasan itu selalu dijadikan 'terminal' oleh nelayan Thailand tetap tidak akan terjadi penularan HIV jika penduduk di sana tidak melakukan perilaku-perilaku yang berisiko tinggi tertular HIV. Sebagai virus, HIV tidak bisa disebarluaskan karena virus ini hanya menular melalui cara-cara yang sangat spesifik, antara lain melalui sanggama tanpa kondom.
Lagi pula tidak ada dasar hukum yang mengharuskan penduduk menjalani tes HIV dan tidak ada pula kekuatan hukum yang membuat Kakanwil melakukan tes HIV kepada penduduk. Jika ini terjadi berarti merupakan perbuatan yang melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM). Kalau nelayan yang mampir di pulau itu diketahui ada yang HIV-positif, maka kepada penduduk yang melakukan perilaku-perilaku yang berisiko tinggi dianjurkan menjalani tes HIV secara sukarela dan bersifat anonim dengan disertai konseling sebelum dan sesudah tes. Hal yang sama bukan hanya kepada penduduk di pulau itu, tapi dianjurkan juga kepada semua orang yang (pernah) melakukan perilaku berisiko, terutama di tempat-tempat yang prevalensi HIVnya tinggi.
HIV/AIDS merupakan fakta medis yang dapat diuji di laboratorium, sehingga pernyataan yang menyebutkan "yang sebagian besar (maksudnya nelayan Thailand yang mampir ke pula itu-pen.) diduga kuat mengidap HIV/AIDS" tidak etis karena mereka belum menjalani tes HIV. Walaupun ada tes yang menunjukkan 17 nelayan asing itu HIV-positif (sebaiknya tidak menyebutkan negara asal nelayan karena tidak etis, soalnya apakah nelayan Indonesia semuanya HIV-negatif dan tidak pernah melalukan perilaku yang berisiko tinggi di negara lain), tetapi ini baru hasil surveilans sehingga ada kemungkinan negatif palsu. Yang perlu diingat tes HIV dalam kaitan surveilans harus anonim (tanpa nama).
Bertolak dari berita itu saya sangat kecewa melihat cara kerja Kakanwil sebagai orang nomor satu dalam penanganan masalah HIV/AIDS di Kalbar karena langkah-langkah yang ditempuhnya tidak realistis. Pernyataan Kakanwil yang menuduh nelayan asing sebagai penyebar HIV akan membuat banyak orang, khususnya penduduk Kalbar, yang berperilaku berisiko tinggi akan menyalahkan nelayan asing jika mereka terinfeksi HIV. Padahal, mereka tertular di Kalbar atau di tempat lain di dalam dan di luar negeri karena berperilaku berisiko tinggi.
Apakah betul penduduk di kawasan itu tidak menghiraukan penyuluhan HIV? Dikhawatirkan materi yang disampaikan tidak realistis karena dibalut dengan agama dan moral sehingga mereka tidak bisa menerapkannya secara nyata. Bagaimana imtaq (iman dan taqwa) bisa mencegah penularan HIV melalui transfusi darah atau penularan dari ibu-ke-bayi?
Jangan-jangan Kakanwil yang tidak mengetahui kalau penduduk sudah melindungi dirinya secara akfit agar tidak tertular HIV karena dalam penularan HIV dapat dicegah dengan menghindari perilaku yang berisiko.
Dalam laporan bulanan Ditjen PPM & PL Depkes disebutkan tahun 1995 ada 3 kasus HIV, dan tahun 2001 disebutkan ada 49 kasus HIV dan 1 AIDS di Kalbar, dengan catatan 28 di antaranya adalah nelayan asing yang sudah kembali ke negaranya. Berarti, di Kalbar ada 17 penduduk yang HIV-positif. Maka, 1 kasus AIDS yang dilaporkan tahun 2001 rentang waktu penularan terjadi antara tahun 1986 dan 1996. Ini artinya jauh sebelum HIV terdeteksi pada nelayan Thailand tahun 2001.
[caption id="attachment_88479" align="aligncenter" width="417" caption="Penyebaran HIV di Kalbar"][/caption]
Tanpa harus menuding dan mencaci-maki nelayan asing, ada kemungkinan penularan HIV sudah terjadi secara horiozontal antar penduduk. Inilah fakta yang harus dilihat Pemda, khususnya Kanwil Kesehatan dan jajarannya, dalam menangani epidemi HIV di daerahnya. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI