Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemkab Merauke, Papua: Menanggulangi AIDS dengan Penyangkalan

9 Oktober 2011   03:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:10 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kalangan ahli epidemiologi dan UNAIDS mengingatkan agar (pemerintah) Indonesia menanggulangi penyebaran HIV/AIDS dengan serius (2001), tapi sama sekali tidak ada tanggapan. Peringatan itu bak ‘anjing menggonggong kafilah berlalu’.

Maka, tidak mengherankan kalau kemudian banyak yang terperangah melihat penemuan kasus demi kasus. Tanggapan yang muncul pun bagaikan orang yang ‘kebakaran jenggot’. Lihatlah pernyataan Wakil Bupati Merauke, Sunarjo, di Rakornas AIDS pada Pernas AIDS IV 2011 di Hotel Inna Garuda, Jogja (3/10), ini:  "Karena gentingnya persoalan HIV, maaf entah melanggar HAM atau tidak, kita perintahkan pada setiap PNS, untuk tes HIV." (Merauke Anggarkan Rp 1 M untuk Penanggulangan HIV. PMTS dan PABM Meminimalkan Laju Infeksi HIV (www.cenderawasihpos.com, 5/10-2011).

Terlepas dari soal melanggar atau tidak melanggar HAM memerintahkan semua PNS untuk tes HIV merupakan perbuatan yang tidak etis karena sudah menyamaratakan perilaku semua PNS di Kab Merauke, Prov Papua. Tidak ada lagi harga diri dan kebanggaan PNS yang menjaga diri agar tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV.

Lagi pula biar pun semuya PNS menjalani tes HIV itu tidak menyelesaikan masalah karena tes HIV bukan vaksin. Artinya, seorang PNS yang mengikuti tes HIV hasilnya negatif maka itu tidak jaminan bahwa PNS tsb. akan bebas HIV sepanjang hidupnya.

Hasil tes negatif pun bisa menjadi bumerang karena: (a) PNS tsb. akan menjadikan hasil tes itu sebagai ‘alibi’ kelak kalau ybs. terdeteksi HIV, dan (b) jika reagent yang dipakai adalah ELISA maka ada kemungkinan hasil tes negatif palsu (HIV ada dalam darah tapi hasil tes non-reaktif) atau positif palsu (HIV tidak ada dalam darah tapi hasil tes reaktif).

Lebih lanjut disebutkan: “Dengan begitu Pemkab Merauke berharap masyarakat umum juga terdorong untuk tes HIV.” Ini juga menyamaratakan perilaku semua orang.

Lalu, siapa (saja), sih, yang harus menjalani tes HIV?

Yang dianjurkan tes HIV adalah:

(a). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kab Merauke atau di luar Kab Merauke.

(b)Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom di wilayah Kab Merauke atau di luar Kab Merauke.

(c). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di wilayah Kab Merauke atau di luar Kab Merauke.

Untuk itulah diperlukan penyebaran informasi HIV/AIDS yang akurat secara menyeluruh dan berkesinambungan. Celakanya, informasiHIV/AIDS yang disebarluaskan kepada masyarakat justru hanya mitos (anggapan yang salah), al. mengaitkan penularan HIV dengan norma dan moral, seperti status perkawinan, dll.

Jadi, tidaklah mengherankan kalau kemudian dana yang dianggarkan sebesar Rp 1 miliar untuk penanggulangan HIV/AIDS di Kab Merauke dikabarkan tidak cukup. Soalnya, sekarang saja ada 900 penduduk Merauke yang meminum obat antiretroviral (ARV) dan merawat beberapa pasien AIDS.

Dengan harga obat ARV Rp 360.000/paket/bulan/orang, maka Pemkab Merauke harus mengeluarkan dana APBD Rp 3,9 miliar/tahun. Untunglah sekarang ada donor asing yang menyedekahkan uang untuk pembelian obart ARV.

Penyangkalan merupakan salah satu faktor yang mendorong penyebaran HIV. Itu pulalah yang terjadi di Kab Merauke. Simak pernyataan ini: Salah satu masalah serius yang dihadapi Kab. Merauke terkait penanggulangan HIV adalah soal pelintas batas karena disebutkan oleh Sunarjo: "Papua Nugini juga memiliki kasus HIV yang tinggi, laju pelintas batas warga Papua Nugini yang ke Merauke sangat besar."

Persoalan bukan pada penduduk Papua Nugini yang jadi pelintas batas, tapi ada pada penduduk Kab Merauke!

Tentu saja saja bagi pemerintah Papua Nugini: Mereka juga menganggap kasus HIV/AIDS di Merauke jadi soal bagi penduduk mereka.

Maka, yang menjadi persoalan utama adalah: Mengapa (ada) penduduk Kab Merauke yang melakukan perilaku berisiko tertular HIV dengan penduduk Papua Nugini yang datang ke Merauke?

Salah satu faktor penyebabnya adalah informasi HIV/AIDS yang selama ini menyesatkan yaitu disebutkan penularan HIV terjadi melalui hubungan seksual di luar nikah, hubungan seksual dengan PSK. Nah, pelintas batas dari Papua Nugini bukan PSK sehingga penduduk Merauke menganggap hubungan seksual yang mereka lakukan aman karena tidak dengan PSK.

Selama informasi HIV/AIDS yang disampaikan kepada masyarakat tidak akurat, maka selama itu pula perilaku berisiko akan terus terjadi.

Maka, Pemkab Merauke pun tinggal menunggu panen ’ledakan AIDS’ karena penyebaran HIV secara horizontal terus terjadi tanpa disadari.

Celakanya, tidak ada mekanisme yang konkret dan berkesinambungan untuk mendeteksi HIV di masyarakat. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun