Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mitos di Perda AIDS Kab Pasuruan, Jawa Timur

19 Februari 2012   04:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:28 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pemerintah Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, merupakan daerah ke-47 dari 55 daerah yang sudah menerbirtkan peraturan daerah (perda) tentang pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Pemkab Pasuruan menerbitkan Perda No 4 Tahun 2010 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS tanggal 22 April 2010.

Di wilayah Jawa Timur sendiri sebelum Perda AIDS Pasuran ini sudah ada Perda AIDS Prov Jawa Timur (No 5/2004), Kota Probolinggo (No 9/2005), Kab Banyuwangi (No 6/2007), Kab Malang (No 14/2008), dan Kab Tulungagung (No 25/2010.

Perda-perda itu pun sama sekali tidak memberikan cara-cara penanggulangan HIV/AIDS yang konkret. Simak tanggapan terhadap Perda AIDS Jatim (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/21/menyibak-kiprah-perda-aids-jatim/). Perda AIDS Kota Probolinggo (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/05/perda-aids-kota-probolinggo-jawa-timur-menyasar-pasangan-yang-sah/). Juga Perda AIDS Kab Malang (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/05/menguji-kiprah-perda-aids-kabupaten-malang-jawa-timur/). Ada lagi Perda AIDS Kab Tulungagung (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/29/peran-perda-aids-kab-tulungagung-dalam-menanggulangi-penyebaran-hiv/).

Dengan kasus kumulatif HIV/AIDS dilaporkan 488 yang terdiri atas 224 HIV, dan 264 AIDS dengan 84 kematian tentulah penyebaran HIV/AIDS di wilayah Kab Pasuruan tidak bisa lagi dipandang dengan sebelah mata. Angka-angka yang dilaporkan ini pun tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat.

Perda ini pun sama halnya dengan perda-perda sejenis yang sudah ada hanya copy-paste dari perda lain. Pasal-pasal yang ada pun hanya bersifat normatif sehingga tidak bisa diandalkan untuk menanggulangi penyebaran HIV di Kab Pasuran.

Lihat saja di pasal 10 ayat 1: Kegiatan promosi dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat yaitu: (b) Peningkatan perubahan perilaku hidup sehat dan religius; dan (c) Peningkatan dan pemahaman agama dan ketahanan keluarga.

Penularan HIV, terutama melalui hubungan seksual, tidak terkait langsung dengan ’perilaku hidup sehat dan religius’, tapi karena hubungan seksual yang tidak aman di dalam atau di luar nikah. Penularan HIV juga tidak terkait dengan ’pemahaman agama dan ketahauan keluarga’ karena HIV juga menular melalui cara-cara yang tidak bertentangan dengan agama dan ketahanan keluarga, seperti melalui transfusi darah, jarum suntik, cangkok organ tubuh, menyusui ASI, dari suami ke istri, dan dari ibu-ke-anak yang dikandungnya.

Hubungan seksual yang tidak aman adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kondom dengan yang sudah mengidap HIV/AIDS.

Risiko tertular HIV terjadi bagi penduduk yang perilakunya berisiko, yaitu:

(1). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Kab Pasuruan, di luar wilayah Kab Pasuruan atau di luar negeri.

(2)Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom di wilayah Kab Pasuruan, di luar wilayah Kab Pasuruan atau di luar negeri.

(3). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di wilayah Kab Pasuruan, di luar wilayah Kab Pasuruan atau di luar negeri.

Kalau perda ini dirancang dengan pijakan fakta medis tentang HIV/AIDS, maka yang perlu ditanggulangi adalah perilaku (a), (b), dan (c). Tapi, karena perda dirancang dengan pijakan moral, maka pasal-pasal yang ada pun hanya normatif yang tidak bisa bekerja untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS.

Coba simak pencegahan yang ditawarkan di pasal 13 ini: Kegiatan pencegahan dilakukan sejalan dengan kegiatan promosi melalui komunikasi, informasi, dan edukasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan HIV dan AIDS yaitu: (a) Tidak melakukan hubungan seksual bagi yang belum menikah; (b) Hanya melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang sah.

Penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi hubungan seksual (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom) bukan karena sifat hubungan seksual (belum menikah, di luar nikah, zina, melacur, ’seks bebas’, ’jajan’, dll.).

Pernyataan pada ayat a jelas merupakan mitos (anggapan yang salah) karena penularan HIV bukan karena sifat hubungan seksual. Sama halnya dengan ayat b juga mitos karena dengan pasangan yang sah pun bisa terjadi penularan HIV kalau salah satu dari pasangan itu mengidap HIV dan suami tidak memakai kondom setiap kali sanggama.

Biar pun pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS bisa dilakukan dengan cara-cara yang rasional oleh setiap orang, tapi pemerintah selalu mengaitkannya dengan peran serta masyarakat.

Di pasal 27 ayat 1 disebutkan: Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS dengan cara: (a) Berperilaku hidup sehat; (b) Meningkatkan ketahanan keluarga untuk mencegah penularan HIV dan AIDS; (c) Tidak melakukan diskriminasi dan stigmatisasi terhadap ODHA; dan (d) Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ODHA dan keluarganya;

Pernyataan pada ayat a jelas tidak ada kaitannya dengan pencegahan HIV karena penularan HIV tidak terkait dengan perilaku hidup tidak sehat. Bahkan, orang yang tidak sehat, terutama yang impoten, tidak berisiko tertular HIV melalui hubungan seksual.

Begitu pula dengan ayat b, apa ukuran dan siapa pula yang berhak menakar ketahanan keluarga yang bisa mencegah penularan HIV?

Pernyataan pada ayat a dan b justru menyuburkan stigma (cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap orang-orang yang mengidap HIV (Odha-Orang dengan HIV/AIDS) karena dikesankan mereka tertular HIV karena tidak mempunyai perilaku hidup sehat dan tidak mempunyai ketahanan keluarga.

Ayat c dan d sama sekali tidak terkait dengan penyebaran HIV karena lebih dari 90 persen kasus infeksi HIV justru terjadi tanpa disadari. Artinya, orang-orang yang menularkan HIV dan yang tertular HIV belum dikenal sehingga tidak akan ada perlakuan stigma dan diskriminasi terhadap mereka.

Orang-orang yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi hidup di masyarakat tanpa stigma dan diskriminasi sehingga kondisinya kondusif.

Lagi pula orang-orang yang terdeteksi HIV melalui cara-cara yang sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV sudah berjanji pada dirinya akan menghentikan penularan HIV mulai dari dirinya. Maka, penyebaran HIV tidak terkait langsung dengan stigma dan diskriminasi tehadap Odha.

Yang perlu diatur dalam perda pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS adalah intervensi terhadap perilaku, terutama laki-laki dewasa, pada perilaku berisiko (1) dan (3).

Intervensi ini akan menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki sehingga mencegah penyebaran HIV di masyarakat. Sayang, perda ini sama sekali tidak melakukan intervensi terhadap perilaku berisiko. Maka, penyebaran HIV di wilahah Kab Pasuruan pun tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen’ AIDS. ***[Syaiful W. Harahap]***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun