Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyikapi Peningkatan Kasus HIV/AIDS di Kota Jogja

11 Juli 2014   17:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:39 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14050499092025489452

Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Jogja, DI Yogyakarta, sampai bulan Maret 2014 mencapai 714. Disebutkan “Dari jumlah tersebut, penyebab paling banyak masih disebabkan karena perilaku seks heteroseksual sebesar 56 persen.” (Jumlah kasus HIV/AIDS di Kota Yogyakarta meningkat dan semakin mengkawatirkan, tribunNews.com. 8/7-2014)

Judul berita ini sensasional karena mengabaikan fakta terkait dengan pelaporan kasus HIV/AIDS. Laporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah dengan kasus baru. Begitu seterusnya sehingga jumlah kasus kumulatif tidak akan pernah turun biar pun banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal.

Disebutkan angka 714 tsb. bertambah sebesar 5,4 persen dari 677 kasus pada akhir tahun 2013. Kasus yang terdeteksi di tahun 2014 bukan tidak semua kasus baru yang insidennya terjadi di tahun 2014 karena penularan bisa saja sudah terjadi sebelum tahun 2013.

Pernyataan ” .... penyebab paling banyak masih disebabkan karena perilaku seks heteroseksual sebesar 56 persen” menyesatkan karena penularan HIV bukan karena orientasi seksual, tapi karena kondisi pada saat terjadi hubungan seksual.

Penularan HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi pada heteroseksual (laki-laki suka perempuan dan sebaliknya) melaui seks anal, seks oral dan seks vaginal di dalam dan di luar nikah, serta homoseksual (gay yaitu laki-laki suka laki-laki) melalui seks anal dan seks oral jika hubungan seksual dilakukan dengan yang mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.

Fakta yang menarik dalam berita tsb. adalah ”64 persen dari 714 kasus tersebut diderita oleh laki-laki”. Itu artinya ada 450-an laki-laki pengidap HIV/AIDS. Nah, 450 laki-laki inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, al. melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah.

Laki-laki yang mengidap HIV/AIDS tsb. tertular dengan faktor risiko hubungan seksual. Risiko tertular HIV pada laki-laki terjadi al. karena sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung yaitu PSK yang kasat mata seperti di lokasi pelacuran. Di Kota Jogja ada tempat pelacuran ”Sarkem” di sekitar Jalan Pasar Kembang di ujung utara Jalan Malioboro.

Selain dengan PSK langsung risiko tertular HIV juga terjadi pada hubungan seksual laki-laki dengan perempuan yang juga bersifat PSK tapi tidak kasat mata. Mereka disebut PSK tidak langsung karena tidak ’praktek’ di tempat pelacuran. Misalnya, cewek pub, cewek kafe, cewek diskotek, anak sekolah, mahasiswi, ABG, cewek panggilan, selingkuhan, cewek gratifikasi seks, dll.

Langkah untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS melalui laki-laki adalah dengan program berupa intervensi untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki. Ini bisa dilakukan dengan program ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Program hanya bisa efektif jika pelacuran dilokalisir dengan regulasi. Celakanya, ”Sarkem” bukan pelacuran yang dilokalisir dengan regulasi, tapi hanya lokasi yang berkembang di permukiman. Bahkan, dalam Perda AIDS DI Yogyakarta sama sekali tidak ada pasal yang terkait dengan ”Sarkem” (Lihat: Perda AIDS Daerah Istimewa Yogyakarta - http://www.aidsindonesia.com/2012/10/perda-aids-di-yogyakarta.html).

Upaya sosialisasi kondom di ”Sarkem” hanya merupakan inisiatif komunitas sehingga tidak ada kekuatan hukum yang melindungi PSK (Lihat: Duka Derita PSK di ‘Sarkem’ Yogyakarta - http://edukasi.kompasiana.com/2011/06/11/duka-derita-psk-di-%E2%80%98sarkem%E2%80%99-yogyakarta-372263.html).

Sedangkan praktek pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung tidak bisa diintervensi. Kasus-kasus HIV/AIDS pada kalangan aparat, pegawai, karyawan, dan pengusaha kemungkinan besar terjadi melalui hubungan seksual dengan PSK tidak langsung.

Jika Pemkot Jogja tidak melakukan intervensi terhadap laki-laki yang melacur dengan PSK langsung, maka penyebaran HIV/AIDS di Kota Jogja akan terus terjadi yang kelak bermuara pada ”ledakan AIDS”. *** [Syaiful W. Harahap - AIDS Watch Indonesia]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun