Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menunggu ”Ledakan AIDS” di Kota Bogor

9 April 2014   19:09 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:52 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13970201361765095947

Jakarta, aidsindonesia.com (9/4/2014) – ”Bima kaget penderita AIDS di Bogor terbanyak ke-5 di Indonesia.” Ini adalah judul berita di merdeka.com (9/4/2014).

Disebutkan dalam berita bahwaWali Kota Bogor, Jabar, Bima Arya Sugiarto, terkejut melihat data penderita HIV/AIDS di kota tersebut menempati peringkat ketiga terbanyak di Jawa Barat.

Wali Kota ini akan lebih kaget lagi kalau disebutkan bahwa 2.015 sebagai jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS adalah angka kasus yang dilaporkan. Artinya, ada kasus HIV/AIDS yang belum atau tidak terdeteksi di masyarakat.

Misalnya, disebutka bahwa jumlah kematian terkait HIV/AIDS  di Kota Bogor mencapai 79. Sebelum mati ada kemungkinan 79 orang ini sudah menularkan HIV ke orang lain tanpa mereka sadari.

Jika di antara 79 tsb. ada laki-laki beristri, maka ada risiko istri-istri mereka tertular. Kalau ada yang beristri lebih dari satu, maka kian banyak istri yang tertular HIV.

Kalau di antara 79 itu ada pekerja seks komersial (PSK), maka sudah ratusan bahkan ribuan laki-laki yang berisiko tertular HIV. Soalnya, seorang pengidap HIV/AIDS yang meninggal terjadi di masa AIDS yaitu secara statistik setelah tertular antara 5-15 tahun. Itu artinya seorang PSK pengidap HIV/AIDS yang meninggal sudah berisiko menularkan HIV kepada 3.600 – 10.800 laki-laki (1 PSK x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 5 tahun atau 15 tahun).

Celakanya, fakta ini selalu diabaikan sehingga masyarakat, terutama ibu-ibu rumah tangga, tidak memahami risiko yang ada di hadapan mereka. Soalnya, seorang istri wajib patuh dan taat kepada suami sehingga tidak berhak mencurigai apalagi bertanya tentang perilaku seks suami di luar rumah.

Ini dalam berita ”Bima menyebutkan fakta tersebut sangat memprihatinkan sehingga perlu penanganan serius agar jumlah penderita dapat ditekan dan pencegahan dapat dilakukan.”

Yang memprihatinkan bukan angka, tapi perilaku sebagian orang di Kota Bogor, yaitu laki-laki dewasa yang sebagian beristri, yang: (a) Sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti di dalam dan di luar nikah, dan (b) Sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK.

Disebutkan pula oleh Pak Wali Kota: "Angka ini mengkhawatirkan, kita harus segera melakukan koordinasi khusus dari hulu ke hilir, melakukan pembahasan lebih khusus terkait pencegahan dan mengurangi angkanya."

Ada pernyataan ”mengurangi angkanya”. Kalau yang dimaksud Pak Wali Kota ”mengurangi angkanya” adalah mengurangi jumlah kasus yang dilaporkan maka itu tidak pas. Soalnya, cara pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan secara kumulatif yaitu kasus lama ditambah kasus baru. Begitu seterusnya sehingga angka kasus yang dilaporkan tidak akan pernah turun biar pun semua penderita HIV/AIDS mati.

Yang bisa dilakukan adalah menurunkan insiden infeksi HIV baru. Maka, yang diperlukan bukan pembahasan secara khusus, tapi menjalankan program yang konkret di hulu yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan PSK. Celakanya, langkah ini hanya bisa dilakukan jika pelacuran dilokalisir.

Ada pula pernyataan: ”Selain itu, dari 2.015 jumlah penderita, sebanyak 976 orang di antaranya dinyatakan positif AIDS. ....”

Ini tidak jelas pernyataan dari siapa atau kesimpulan wartawan yang menulis berita ini. Soalnya, yang positif adalah tertular HIV, sedangkan AIDS adalah masa setelah seseorang positif HIV (baca: tertular HIV) antara 5-15 tahun kemudian.

Disebutkan oleh Sekretaris Daerah Kota Bogor yang juga Ketua KPAD, Ade Sarip Hidayat, berbagai upaya dalam pencegahan penularan penyakit mematikan tersebut telah dilakukan, baik dari penjaringan, sosialisasi hingga pendampingan.

Sayang, wartawan tidak merinci dengan jelas apa saja upaya yang sudah dilakukan Pemkot Bogor dalam menanggulangi HIV/AIDS.

Malah pernyataan ”penyakit mematikan” justrut ngawur karena belum ada laporan kasus kematian pengidap HIV/AIDS karena HIV atau AIDS. Kematian pada pengidap HIV/AIDS terjadi di masa AIDS karena penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, al. diare dan TB.

Disebut lagi oleh Ade, jumlah penderita HIV/AIDS di Kota Bogor seperti fenomena gunung es, sehingga perlu penanganan khusus dalam melakukan pencegahan, karena adanya stigma di masyarakat.

Fenomena gunung es pada epidemi HIV/AIDS terjadi di seluruh dunia bukan hanya di Kota Bogor. Fenomena es itu artinya kasus yang dilaporkan, dalam hal ini 2.015, (digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut) tidak menggambarkan kasus yang sebenarnya di masyarakat (digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut).

Ada lagi penjelasan dari Ade, yaitu: ” .... tetap mengajak masyarakat Kota Bogor untuk mewaspadai penyebaran HIV/AIDS dengan melakukan pencegahan terhadap kemungkinan terinfeksi.”

Adalah hal yang mustahil bagi seorang istri untuk melindungi dirinya agar tidak tertular HIV dari suami-suami yang perilaku seksnya berisiko, al. sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.

Maka, selama Pemkot Bogor tidak menjalankan program yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK, itu artinya penyebaran HIV/AIDS akan terus terjadi di Kota Bogor. Kelak akan bermuara pada ’ledakan AIDS’.

- AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap

[Sumber: http://www.aidsindonesia.com/2014/04/menunggu-ledakan-aids-di-kota-bogor.html]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun