Keberpihakan kepada yang tertindas rupanya tidak berlaku bagi wartawan di Kab Balangan, Prov Kalimantan Tengah (Kalteng). Lihat saja perlakuan Satpol PP Pemkab Balangan dan Dinkes Balangan ini: “ …. tiga penjaga warung yang mayoritas perempuan langsung diambil sempel darahnya oleh dua petugas wanita Dinas Kesehatan.” (Perempuan Warung Malam Batu Mandi Dites HIV, Tribun Kalteng, 5/7-2011).
Perbuatan petugas dinas kesehatan itu merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM). Pengambilan darah untuk tes HIV harus sesuai dengan standar operasi tes HIV yang baku, yaitu: konseling sebelum dan sesudah tes, kesediaan, dan kerahasiaan.
Dalam kaitan perilaku petugas dinas kesehatan yang langsung mengambil sampel darah melanggar asas tes HIV yang baku. Inilah yang menjadi bagian dari wartawan yaitu mengkritik perlakuan tsb.
Tapi, hal itu tidak terjadi. Bisa jadi wartawan tidak mengetahui standar prosedur operasi tes HIV, tapi sebagai wartawan tentulah harus ada kepekaan terkait dengan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan ranah hukum dan HAM.
Kepala Satpol PP Pemkab Balangan, Ardiansyah, mengatakan: "Sampel darah dimaksudkan untuk mengetahui kondisi penjaga warung juga mengantisipasi indikasi virus HIV/AIDS, makanya kami juga membawa petugas dari Dinas Kesehatan.
Cara pandang Kepala Satpol PP itu merupakan tindakan yang naïf karena dia mengabaikan fakta yaitu yang menularkan HIV kepada penjaga warung. Tidak ada penjelasan apa yang akan dilakukan jika ada di antara penjaga warung yang terdeteksi HIV.
Risiko tertular HIV bukan hanya di Malam Batu Mandi karena laki-laki lokal bisa saja melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di luar daerah.
Tapi, karena selama ini yang menjadi ‘kambing hitam’ dalam penyebaran HIV adalah PSK, maka yang menjadi ‘sasaran tembak’ juga hanya PSK.
Padahal, bisa saja yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki dewasa penduduk lokal. Selanjutnya ada pula laki-laki penduduk lokal yang tertular HIV dari PSK.
Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, tertutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga merupakan dampak buruk dari perlaku laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan yang tertular HIV dari PSK.
Maka, yang perlu dilakukan Pemkab Balangan adalah memutus mata rantai penyebaran HIV dari-suami-ke-istri dengan cara kewajiban memakai kondom bagi suami yang perilakunya berisiko ketika sanggama dengan istrinya.
Selain itu perlu juga mewajibkan setiap laki-laki dewasa memakai kondom jika melakukan hubungan seksual dengan PSK di Balangan atau di luar Balangan. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H