[caption caption="Ilustrasi "Laskar Gerhana detikcom" mengamati Gerhana Matahari Total"][/caption]Gerhana, baik gerhana Bulan dan Matahari, memang membawa suasana kelam karena sinar Bulan terhalang bayangan Bumi dan Matahari dihalangi Bulan. Tapi, cara berpikir untuk menghadapi gernana tidak perlu sekelam suasana ketika terjadi gerhana.
Seperti yang terjadi pada tanggal 11 Juni 1983 Gerhana Matahari Total (GMT) melewati sebagian wilayah Indonesia mulai dari Pangandaran, Jawa Barat, sampai ke Sulawesi Selatan yang berakhir di Samudera Pasifik. Wilayah Malaysia hanya sebagian kecil yang dilintasi gerhana.
Tapi, Kerajaan Malaysia melakukan hal yang bertolak belakang dengan Indonesia. Kalau Indonesia melarang penduduk keluar rumah berdasarkan Instruksi Presiden Soeharto, di Malaysia Kementerian Kesehatan negara itu justru menyarankan melihat gerhana antara lain lewat pantulannya di ember berisi air (detiknews, 26/2-2016).
Gerhana Istimewa
Tahun ini, tepatnya tanggal 9 Maret 2016, 10 provinsi di Indonesia akan dilalui gerhana Matahari total antara 1,5 menit sampai 3 menit. Kota-kota yang bisa melihat gerhana total adalah Palembang (Sumsel), Bangka (Babel), Belitung (Babel), Sampit (Kalbar), Palangkaraya (Kalteng), Balikpapan (Kaltim), Luwuk (Sulteng), Palu (Sulteng), Poso (Sulteng), Ternate (Malut), Tidore (Malut), dan Halmahera (Malut). Sedangkan yang bisa melihat gerhana tidak total adalah Padang, Jakarta, Bandung, Pontianak, Surabaya, Banjarmasin, Denpasar, Makassar, Manado, Kupang, dan Ambon.
Tapi, jika disimak dari kondisi cuaca pada saat terjadi gerhana, ada empat kota yang paling tetap untuk mengamati gerhana yaitu di Bengkulu, Palembang, Palangkaraya, dan Palu karena peluang hujan di empat kota itu paling kecil (kompas.com, 11/2-2016). Sedangkan gerhana terlama terjadi di Maba, Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, yaitu sekitar 3 menit 17 detik (kompas.com, 26/1-2016).
Karena gerhana kali ini sangat istimewa dan kehidupan sudah di era digitalisasi yang global, maka tidak pantas lagi menakut-nakuti masyarakat dengan berbagai mitos (anggapan yang salah). Kita menolak cara-cara yang dilakukan rezim Orba yang memaksa penduduk diam di dalam rumah menonton gerhana melalui siaran langsung “TVRI”.
Pakar, pengamat dan pemburu gerhana berduyun-duyun ke Indonesia dengan tujuan utama Tanjung Kodok, Jawa Timur, karena tempat ini paling strategis untuk mengamati gerhana. Ketika warga Malaysia menikmati sinar matahari yang kelam dan pakar, pengamat dan pemburu gerhana melakukan berbagai kegiatan, ratusan juga penduduk Indonesia hanya berdiam di dalam rumah. Perempuan hamil dianjurkan sembunyi ke kolong tempat tidur atau lemari pakaian.
Untuk itulah “Laskar Gerhana detikcom” hadir sebagai bukti bahwa gerhana bukan untuk ditakuti tapi dijadikan bagian dari pemahaman terhadap alam, ilmu pengetahuan dan kebesaran Tuhan.
Bayangkan, ketika terjadi gerhana Matahari total Bulan ada di antara Bumi dan Matahari. Tentu saja kondisi itu merupakan sebuah fenomena alam yang sangat dahsyat dan menakjubkan. Dua planet yaitu Bumi dan Matahari ada satu garis dengan satelit bumi, yaitu Bulan. Ketiganya saling berputar pada lintasan masing-masing. Tentu tidak bisa kita bayangkan kalau salah satu ke luar dari lintasan edarnya tentu akan saling tabrakan.
Kehidupan di Bumi pun tentulah mengalami sesuatu karena Bumi gelap di siang hari sehingga yang dipancarkan matahari terhenti seama GMT. Kondisi ini diperkirakan akan mempengaruhi kehidupan manusia, flora dan fauna. Inilah yang menjadi daya tarik bagi ilmuwan dan astronom amatir. Wartawan dan blogger pun bisa menjadi ‘pengamat’ dan menuliskan pengamatannya di media massa, media online dan blog.