Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membalik Paradigma Terkait dengan (Perda) Miras

14 Januari 2012   07:48 Diperbarui: 8 April 2023   11:20 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: nytimes.com)

Wartawan yang mengikuti “Training Penulisan Berita AIDS bagi Wartawan Tanah Papua” (diselenggarakan oleh KPA Prov. Papua/KPA Kab. Manokwari/MRO Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project-IHPCP AusAID) di Manokwari, Papua Barat, 19-20 April 2007 membusungkan dada karena di daerah mereka baru disahkan peraturan daerah (perda) pelarangan minuman beralkohol, dikenal sebagai miras (minuman keras). 

“Apakah kalian bisa menjamin di Manokwari tidak ada (lagi) yang menjual miras?”

Wartawan terdiam karena sebagian dari mereka tahu betul ada orang-orang yang menjual miras dengan ’main belakang’ di ’pasar gelap’. Diterangai melibatkan berbagai kalangan. 

Celakanya, harga miras, seperti bir dengan kandungan etanol di bawah lima persen, yang harganya hanya belasan ribu rupiah di ’pasar gelap’ menjadi (waktu itu) Rp 90.000/botol. Maka, perda anti miras itu pun di sisi lain membuka peluang bagi pelaku ’pasar gelap’ untuk menangguk untung besar.

Di sisi lain pecandu alkohol harus merogoh kocek yang dalam untuk bisa menenggak miras. Maka, kriminalitas bukan lagi karena miras, tapi karena harga miras yang selangit. Pecandu miras harus mencari uang yang banyak agar bisa membeli miras. 

Seorang manajer hotel di Manokwari pun terpaksa gigit jari karena pembatalan pesanan kamar. Rupanya, tamu-tamu dari luar negeri yang enggan ke Manokwari karena tidak bisa menenggak miras lagi. Selain itu manajer tapi pun kelimpungan karena tamu tidak mau membayar mahal untuk sebotol bir sesuai dengan harga di ’pasar gelap’. 

Hampir semua daerah, mulai dari provinsi, kabupaten dan kota menerbitkan perda anti miras. Tapi, tetap tidak akan berjalan karena ada peluang mendapat untung yang besar di ’pasar gelap’. 

Celakanya, sanksi pidana di perda maksimal hanya enam bulan sehingga orang tidak takut dihukum. Inilah risiko perda dari aspek sanksi hukum. 

Peredaran dan perdagangan miras ditentukan berdasarkan penggolongan sesuai dengan kadar etanol (etil alkohol) dalam minuman, yaitu Golongan A dengan kadar etanol 1-5 persen, Golongan B dengan kadar etanol 5-20 persen, dan Golongan C dengan kadar etanol 20-55 persen.

Di beberapa perda pengaturan sudah jelas berdasarkan kadar etanol dalam minuman. Persyaratan pertama adalah yang boleh menjual miras hanya toko, restoran, cafe, diskotek atau pub yang memiliki izin usaha dengan izin tambahan sebagai penjual miras berdasarkan golongan miras. Pembeli harus menunjukkan KTP untuk mamastikan umur mereka di atas 17 tahun.

Minuman Golongan A bisa dijual di warung atau toko yang memiliki izin. Tapi, tidak boleh diminum di tempat umum yang terbuka.

Golongan B dan C dijual di restoran hotel mulai dari yang berbintang tiga, dan diskotek. Minuman ini pun tidak boleh dibawa keluar karena harus ditenggak di tempat.

Di Indonesia sudah lama dikenal ’miras lokal’. Di Manado, Sulut, dikenal ada Cap Tikus yaitu hasil penyulingan sagoer (cairan yang disadap dari pohon enau) dengan  kadar alkohol sekitar 5%. Ada pula tuak yang dikenal di banyak daerah yang merupakan fermentasi dari beberapa macam buah dan kulit kayu dengan bahan dasar air beras atau air nira kelapa, aren, legen atau siwalan. 

Ada pula arak Bali, sama seperti tuak dengan kadar alkohol 37-50%. Di Maluku ada sopi, juga seperti tuak dengan alkohol di atas 50%. 

Di Yogyakarta dikenal ada lapen (langsung pening) yang merupakan campuran  alkohol 98,5% dengan 15 liter air mineral ditambah gula dan pemanis. Ada pula ciu yang dikenal di daerah Banyuma, Bekonang, dan Sukoharjo yang merupakan hasil fermentasi beras dengan kadar alkohol 50-90%.

Terkait dengan (penyalahgunaan) miras yang perlu dilakukan adalah penegakan hukum tentang perizinan dan penggunaan (konsumsi). Kalau ada yang ramai-ramai menenggak miras di tepi jalan kesalahan tidak sepenuhnya pada penjual, tapi ada pada pengguna.

Tapi, yang lebih penting adalah membalik paradigma (kerangka berpikir) dalam memandang miras. Kesalahan terletak pada orang-orang yang menyalahgunakan miras, bukan pada miras. 

Nah, dalam kaitan inilah diperlukan penyuluhan agar orang tidak lagi menyalahgunakan miras. Diharapkan agamawan tidak menghujat miras, tapi mengajak ummat agar tidak menyalahgunakan miras. 

Ada salah kaprah di negeri ini bertolak dari film seolah-olah ada kesan orang-orang di Barat sana semua penenggak miras. Padahal, itu hanya perilaku orang per orang. Dan, yang lebih penting lagi diingat bahwa bagi yang memanfaatkan miras untuk keperluan tertentu, misalnya menghangatkan badan, mereka hanya meminum miras dengan ukuran gelas kecil (sloki) dengan kapasitas isi sebanyak 50 ml atau 60 ml.

Lain dengan di Indonesia miras disalahgunakan dengan cara minum miras banyak. Beberapa botol. Ini keselahan ada pada perilaku yang menenggak mirsa bukan pada miras.

Persoalan lain adalah miras selalu dikait-kaitkan dengan (pelaku) kriminalitas. Bisa saja terjadi pelaku kriminal sudah berniat atau merencanakan aksi kejahatan, lalu dia menenggak miras. Maka, ketika tertangkap dia pun mengatakan mabuk. Alasan itu tidak bisa diterima karena tidak semua orang yang meminum miras atau mabuk melakukan perbuatan kriminal. 

Perdagangan miras di dunia diatur sebagai bentuk dari regulasi karena tidak ada negara yang melegalkan miras sama seperti sirup. Untuk itulah yang diperlukan dalam perda adalah pengaturan yang ketat dengan sanksi hukum yang berat, dan tentu saja penegakan hukum yang konsisten. ***[Syaiful W. Harahap]*** 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun