Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Memanjakan Lidah di Food Festival "La Piazza" Kelapa Gading

1 Mei 2017   08:30 Diperbarui: 1 Mei 2017   09:02 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sudut di Food Festival "La Piazza" Kelapa Gading (Foto: kompasiana/infokespro: Syaiful W Harahap)

Aroma makanan-makanan khas Nusantara sudah tercium di pintu masuk La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Memang, sekarang sedang berlangsung food festival yang digelar melalui Food Festival dengan “Kampoeng Tempo Doeloe dan Wine & Cheese Expo” 7 April – 7 Mei 2017.

Begitu masuk arena food festival jadi bingung mau minum atau makan apa karena di sana ada 101 UKM (Usaha Kecil Menengah) dan pengusaha kuliner perorangan yang menjual minuman dan makanan yang khas dan umumnya sudah dikenal luas. Ada Soto Udang ala Medan, ada pula Es Pisang Ijo yang khas Makassar. “Wah, makan apa ya,” kata seorang pengunjung sambil melihat-lihat papan nama aneka minuman dan makanan.

Maklum, festival kuliner ini menyajikan 200 aneka muniman dan masakan. Di antara 200 kuliner itu ada beberapa menu spesial tahun ini, seperti Mie Ayam Pelangi, Cwie Mie Malang, Cliff Noodle Bar, Martabak Yuk, Sate Ayam Madura Bintang 5, Gudeg Pejompongan, Soto Udang Medan Bu Ari, Bagoja (Bakso Goreng Gajah), Ketupat Gloria 65 Ny. Kartika, Soto Roxy H. Darwasa, Es Pisang Ijo "Paling Enak", dll.

Bagi JFFF (Jakarta Fashion and Food Festival) menyelenggarakan food festival adalah bagian dari menjaga kekayaan kuliner Nusantara. “Itulah sebabnya secara rutin JFFF menyelenggarakan food festival untuk mendukung industri kuliner nasional,” kata Indri, PR-JFFF. Tahun ini food festival Kampoeng Tempo Doeloe atau biasa disebut KTD memilih tema dekorasi ‘Kampung Layang-Layang’.

Suasana di festival (Foto: kompasiana/infokespro/Syaiful W Harahap)
Suasana di festival (Foto: kompasiana/infokespro/Syaiful W Harahap)
Sesuai dengan sebutan Kampoeng Tempo Doeloe, maka tidaklah mengerahkan kalau kemudian ada makanan yang dicirikan dengan tempat minuman atau makanan itu pertama kali diperekenalkan ke masyarakat. Lihat saja soto Roxy ini tentu mengingatkan kita ke kawasan Roxy di Jakarta Pusat. Ada juga mie Gereja Ayam, sebuah gereja di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat. Ada lagi “Tansuke” yang dikenal di Kemayoran, Jakarta Pusat, sejak tahun 1958.

“Silakan mampir. Dicoba, Mas.” Itulah sapaan yang sering terdengar di arena festival kuliner ini. Angkringan yang terkenal dengan ‘nasi kucing’ di Yogyakarta itu pun ada di festival. “Nasi kucing, Mas,” sapa si Mbak yang jaga angkringan.

Kuliner di KTD ini juga bisa jadi ajang nostalgia ketika masa kanak-anak dibawa oleh orang tua ke restoran atau tempat minum dan makan. Beberapa di antara pengusaha kuliner itu sekarang dijalankan oleh anak. “Ya, ini resep khas orang tua kami,” kata Bambang Harianto di booth “Mie Jowo Semar” yang sudah dijalankan di Semarang sejak awal tahun 2000-an. Cuma, mie ini sekarang berpusat di Gading Serpong, Tangsel, Banten. Ada tiga pilihan menu mie ini dengan harga Rp 28.000/porsi.

Festival kuliner yang dilangsungkan tiap tahun, menurut Soegianto Nagaria, Chairman JFFF, menjadi jendela kuliner Nusantara dengan sajian minuman dan makanan khas Indonesia yang jadi kekayaan negeri. “Dengan festival ini ragam menu Nusantara tidak hanya dikenal di daerah asal kuliner itu, tapi juga kian populer dan diakui kelezatannya dengan skala internasional,” ujar Soegianto dengan nada yakin.

Salah satu langkah yang dilakukan JFFF untuk melestarikan menu kuliner Nusantara melalui KTD 2017, khususnya makanan dengan bahan dasar mie yang ada di seluruh Nusantara, yaitu dengan melangsungkan  “Kompetisi Mie Warisan Nusantara” yang diikuti oleh pemilik UKM di kawasan Jabodetabek. Hasil babak penyisihan telah yang dilangsungan pada tanggal 17 - 19 Maret 2017 di Gading Walk, MKG, terpilih tiga kategori mie yaitu mie ayam, mie nusantara dan mie non-halal. Tiga pemenang ini diberikan tempat di food festival KTD sebagai babak final. Ada hadiah dengan jumlah total Rp 60 juta. Pemenang ditentukan berdasarkan hasil penjualan tertinggi selama KTD. Pemenang diumumkan tanggal 7 Mei 2017,

Bakmi Pelangi (Foto: kompasiana/infokespro: Syaiful W Harahap)
Bakmi Pelangi (Foto: kompasiana/infokespro: Syaiful W Harahap)
“Ya, senang bisa terpilih,” kata seorang karyawan di booth “Bakmi Pelangi” sebagai pemenang kategori mie ayam. Dengan harga Rp 45.000/porsi bakmi ini menyajikan mie dengan jamur, pangsit dan bakso. Ciri khas me “Pelangi” adalah bahan dasar mie yang terbuat dari sayuran, disebut juga vegetarian. Ada tiga sayuran yang dijadikan bahan mie yang ditandai dengan warna yaitu merah (bit), hijau (sawi) dan kuning (wortel).

Kategori mie Nusantara dimenangkan oleh “Cwi Mie Malang” yang dikembangkan oleh Elfira Sandra. Pangsit khas Malang ini pun sekarang dikembangkan di Tangerang, Banten. Tentu saja resep mie ini juga dari orang tua yang diturunkan ke anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun