“Mayoritas Penderita HIV/AIDS di Luwu adalah Pekerja Tempat Hiburan Malam.” Ini judul berita dikompas.com(2/12-2014).
Kalau sumber berita dan wartawan yang menulis berita ini memehami epidemi HIV/AIDS secara komprehensif, maka fakta berupa 12 pekerja hiburan malam yang mengidap HIV/AIDS merupakan persoalan besar, karena (lihat gambar):
(1) Yang menularkan HIV/AIDS kepada perempuan atau cewek pekerja hiburan malam itu adalah laki-laki dewasa penduduk Kab Luwu Utara. Itu artinya ada 12 laki-laki dewasa penduduk Kab Luwu Utara yang mengidap HIV/AIDS. Mereka ini jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Bagi laki-laki yang beristri akan menularkan HIV/AIDS ke istri (horizontal). Jika istri tertular, maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang dikandungnya (vertikal).
(2) Penyebaran HIV/AIDS pada masyarakat di Kab Luwu Utara dilakukan oleh laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan 12 cewek pekerja hiburan malam. Laki-laki yang tertular HIV/AIDS dari cewek pekerja hiburan malam jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Bagi laki-laki yang beristri akan menularkan HIV/AIDS ke istri (horizontal). Jika istri tertular, maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang dikandungnya (vertikal).
(3) Seseorang yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS melalui tes HIV itu artinya ybs. sudah tertular HIV/AIDS minimal 3 bulan. Maka, dalam rentang waktu 3 bulan ada 2,160 laki-laki dewasa penduduk Kab Luwu Utara yang berisiko tertular HIV/AIDS yaitu yang melakukan hubungan seksual dengan cewek pekerja hiburan malam (12 cewek x 3 laki-laki/malam x 20 hari/bulan x 3 bulan).
Salah satu indikator tentang laki-laki yang membeli seks kepada cewek pekerja hiburan malam adalah kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada perempuan hamil. Persoalannya adalah ada kemungkinan Pemkab Luwu Utara tidak mempunyai regulasi untuk mewajibkan perempuan hamil dan pasangannya untuk konseling dan tes HIV.
Dalam berita disebutkan: Hasil pemeriksaan darah yang digelar oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Utara terhadap seluruh warganya menunjukkan bahwa mayoritas penderita HIV/ AIDS di daerah ini adalah pekerja tempat hiburan malam.
Astaga. Apa benar semua penduduk Kab Luwu Utara sudah menjalani tes HIV?
Kalau jawabannya YA, maka ini benar-benar luas biasa karena baru pertama kali di dunia penduduk sebuah kabupaten menjalani tes HIV.
Lagi pula tidak ada gunanya melakukan tes HIV kepada semua penduduk karena tidak semua orang melakukan perilaku berisiko tertular HIV.
Pernyataan ‘.... mayoritas penderita HIV/ AIDS di daerah ini adalah pekerja tempat hiburan malam’ dikesankan bahwa persoalan ada pada perempuan atau cewek pekerja tempat hiburan malam. Padahal, seperti dijelaskan di atas persoalan bukan pada cewek-cewek pekerja tempat hiburan malam itu, tapi ada pada masyarakat Kab Luwu Utara.
Hal lain yang luput dari perhatian adalah masa jendela yaitu rentang waktu antara tertular HIV dan terbentuknya antibody HIV di dalam darah. Ini antara 0-3 bulan. Nah, biar pun Pemkab Luwu Utara melakukan tes HIV kepada semua penduduk hasilnya tidak bisa dipakai karena bisa saja ada panduduk pada masa jendela sehingga tes HIV tidak akurat.
Soalnya, di masa jendela tes HIV dengan ELISA bisa menghasilkan negatif palsu (hasil tes nonreaktif padahal HIV ada di dalam darah tapi tidaki terdeteksi karena belum ada antibody HIV) atau positif palsu (hasil tes reaktif tapi HIV belum ada di dalam darah ada kemungkinan ELISA mendeteksi antibody virus lain di dalam darah),
Yang perlu dilakukan oleh Pemkab Luwu Utara adalah mencari laki-laki yang pernah atau sering melakukan hubunan seksual tanpa kondom dengan cewek pekerja hiburan malam dengan membuat peraturan daerah (Perda) atau peraturan bupati (Perbup) yang mewajikan perempuan hamil dan pasangannya menjalani konseling dan tes HIV. Agar tidak melanggar hak asasi manusia (HAM) yang diwajibkan adalah yang berobat ke rumah sakit pemerintah dan puskesmas.
Salain itu Pemkab Luwu Utara pun perlu melakukan intervensi terhadap tempat-tempat hiburan malam dengan merangkul germo atau pemilik tempat hiburan agar mereka memaksa setiap laki-laki memakai kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan cewek pekerja hiburan malam.
Regulasi dibuat melalui Perda agar bisa dicantumkan sanksi hukum terhadap germo atau pemilik tempat hiburan. Dilakukan survailans tes IMS (infeksi menula seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepaitis B, klamdia jengger ayam, dll.), secara rutin terhadap cewek pekerja di tempat hiburan malam. Jika ada karyawan mereka yang mengidap IMS maka germo atau pemilik tempat hiburan diberikan hukuman, mulai dari teguran, denda, sampai kurungan.
Tanpa program penanggulangan yang konkret, maka penyebaran HIV/AIDS di Kab Luwu Utara akan terus terjadi yang kelak bermuara pada “ledakan AIDS”. *** [Syaiful W. Harahap – AIDS Watch Indonesia] ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H