Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kota Mataram, NTB: Pilih Bebas Lokalisasi daripada Bebas (Praktek) Pelacuran

28 Juli 2011   10:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:18 4058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, berkomitmen tidak memberikan lokalisasi bagi pekerja seks komersial karena bertentangan dengan slogan sebagai kota maju, religius dan berbudaya (Mataram Harus Bebas Lokalisasi PSK, ANTARA News, 22/7-2011).

Boleh-boleh saja Pemkot Mataram menepuk dada karena di kota itu tidak ada lokalisasi pelacuran. Tapi, apakah Pemkot Mataram bisa menjamin di Kota Mataram tidak ada (praktek) pelacuran baik yang melibatkan pekerja seks komersial (PSK) langsung atau PSK tidak langsung?

Memang, dengan meniadakan lokalisasi pelacuran Kota Mataram ‘bebas’ pelacuran dengan PSK langsung yang kasat mata (PSKdi lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang, serta di tempat-tempat hiburan malam).

Tapi, praktek pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung (‘cewek bar’, ‘cewek disko’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, ‘cewek kampus’, ‘cewek SPG’, ‘ibu-ibu rumah tangga’, selingkuhan, WIL, dll.) tentulah tidak bisa ditiadakan karena praktek mereka tertutup. Bahkan, polisi dan Satpol PP pun tidak bisa menyentuh PSK tidak langsung. Buktinya, polisi dan Satpol PP hanya mempunyai nyali merazia PSK di penginapan, losmen dan hotel melati.

Menurut Sekretaris Daerah Kota Mataram, Lalu Makmur Said, pihaknya terus berupaya memberantas berbagai penyakit masyarakat yang meresahkan dengan melakukan penertiban di sejumlah titik yang dianggap menjadi lokasi kegiatan penyakit masyarakat.

Nah, dari pernyataan di atas jelas yang dirazia hanya PSK langsung. Maka, biar pun di Kota Mataram tidak ada lokalisasi pelacuran tapi itu tidak jaminan bahwa di Kota Mataram tidak ada praktek pelacuran.

Dari aspek epidemiologi penyebaran HIV dan IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, klamidia, hepatitis B, dll.) justru lebih besar kalau praktek pelacuran tidak dilokalisir.

Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Mataram menunjukkan 95 HIV dan 88 AIDS. Sayang, peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS yang ditelurkan Pemprov NTB tidak menyentuh akar persoalan sehingga penyebaran HIV terus terjadi (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/22/menyorot-kinerja-perda-aids-ntb/).

Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang melegalkan pelacuran, tapi mereka membuat regulasi berupa lokalisasi pelacuran sehingga praktek pelacuran tidak menyebar dan dapat dikontrol.

Sayang, Pemkot Mataram lebih memilih kota itu ‘bebas lokalisasi pelacuran’ daripada bebas penyebaran HIV dan IMS melalui regulasi yaitu melokalisir pelacuran. ***[Syaiful W. Harahap]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun