Program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki melalui hubungan seksual di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir di Thailand yang dikabarkan menurunkan insiden penularan HIV baru di kalangan laki-laki dewasa ternyata berhembus ke Indonesia. Sudah 43 daerah mulai dari provinsi, kabupaten dan kota yang sudah ‘mencangkok’ program itu dalam peraturan daerah (Perda) penanggulangan AIDS.
Celakanya, program itu tidak bisa ‘jalan’ di Indonesia karena tidak diadopsi secara komprehensif. Program tsb. di Thailand merupakan ekor dari serangkaian program penanggulangan AIDS yang dijalankan dengan skala nasional dan secara kontiniu. Maka, program serupa di Indonesia adalah mengekor ke ekor program.
Selain itu di Indonesia tidak ada germo atau mucikari yang memegang izin usaha pelacuran sehingga tidak ada yang bisa dipegang oleh pemerintah. Di Thailand jika ada yang melanggar program itu akan dicabut izin usahanya.
Kalau di Thailand dilakukan pemantauan yang konkret yaitu melakukan survailans rutin IMS (infeksi menular seksual yaitupenyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dari seseorang yang mengidap IMS kepada orang lain, seperti sifilis, GO, klamidia, hepatitis B, dll.) terhadap PSK. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka itu membuktikan ada PSK yang meladeni laki-laki yang tidak memakai kondom ketika sanggama.
Di Kab Karimun, Prov Kepulauan Riau, Komisi Penanggulangan AIDS(KPA) Kab Karimun, melatih 20 orang pekerja seks komersial (PSK) agar terhindar dari penularan penyakit HIV/AIDS (KPA Kabupaten Karimun Latih PSK Hindari HIV/AIDS, www.antaranews.com, 10/2-1010). Menurut Sekretaris KPA Kabupaten Karimun, Erwan Muharuddin, 20 PSK itu akan menjadi pelatih sebaya (peer educator) kepada 669 PSK di Pulau Karimun Besar.
Dengan jumlah PSK sebanyak 669 maka risiko penyebaran HIV juga sangat besar. Jika seorang PSK melayani 3 laki-laki setiap malam, maka dalam satu bulan ada40.140 (669 PSK x 3 laki-laki ‘hidung belang’ x 20 hari kerja) laki-laki penduduk lokal, asli dan pendatang, yang berisiko tertular HIV. Sampai September 2010 tercatat 104 HIV dan 40 AIDS di Kab Karimun.
Di Lokalisasi Dolly, Surabanya, Jatim, PSK di sana dilatih untuk memasang kondom dengan mulut. Tapi, tetap tidak membuahkan hasil karena laki-laki ‘hidung belang’ lebih banyak yang memilih tidak pakai kondom jika sanggama dengan PSK.
Begitu pula dengan yang dilakukan KPA Karimun ini hasilnya sudah bisa ditebak: nol besar. Mengapa? Posisi tawar PSK terkait dengan kewajiban memakai kondom bagi laki-laki ‘hidung belang’ sangat rendah. Kalau ada PSK yang menolak laki-laki yang tidak mau memakai kondom maka laki-laki itu akan memakai ‘tangan’ germo atau mucikari untuk memaksa PSK menerima laki-laki yang tidak memakai kondom.
Disebutkan: “ …. PSK menempati urutan kelompok pertama yang rentan tertular HIV dan bila tidak berhati-hati juga menjadi jembatan penularan HIV ke populasi umum.” Ada fakta yang digelapkan di sini yaitu yang menularkan HIV kepada PSK justru laki-laki ‘hidung belang’ penduduk lokal, asli atau pendatang. Kemudian ada pula laki-laki yang tertular HIV dari PSK yang sudah mengidap HIV. Laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, lajang, duda atau remaja. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat secara horizontal. Hal ini dapat diliha dari kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga.
Menurut Erwan: "Inti dari dilaksanakannya pelatihan yang akan kami gelar adalah program penggunaan kondom hingga 100 persen di setiap lokalisasi langkah yang paling efektif menekan penularan HIV." Sayang, Erwan tidak menerapkan cara-cara yang konkret seperti yang dilakukan di Thailand.
Maka, harapan Erwan agar PSK bisa mengajak dan membujuk pelanggannya untuk memakai kondom hanyalah menggantang asap. Soalnya, laki-laki ‘hidung belang’ lebih memilih tidak memakai kondom ketika sanggama dengan PSK. Fakta inilah yang dilihat pemerintah Thailand sehingga mereka menerapkan cara-cara yang konkret.
Jika program ‘wajib kondom 100 persen’ yang akan dijalankan oleh KPA Karimun tidak disertai dengan pemantauan dan sanksi yang kokret, maka program itu hanyalah menggantang asap. Sia-sia. Penyebaran HIV akan terus terjadi dari laki-laki ke PSK dan dari PSK ke laki-laki secara horizontal di masyarakat.
Pemkab Karimun tinggal menuai hasil berupa ledakan AIDS di masa yang akan datang karena kasus-kasus HIV yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H