Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kematian 136 Penduduk Kota Pekanbaru, Riau, Terkait HIV/AIDS

2 Juni 2012   01:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:30 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Mereka yang meninggal akibat telah terinfeksi HIV sebanyak 11 orang. Selebihnya, 125 warga meninggal karena terkena AIDS." Ini pernyataan Sekretaris Komisi Perlindungan AIDS Pekanbaru, Hasan Surya, pada berita136 Warga Pekanbaru Meninggal akibat HIV/AIDS” (www.mediaindonesia.com, 1/6-2012).

Kematian itu merupakan bagian dari 303 kasus HIV dan 428 kasus AIDS yang terdeteksi di Kota Pekanbaru.

Pernyataan Hasan itu ngawur dan menyesatkan karena orang yang mengidap AIDS terlebih dahulu tertular HIV. Kematian pada orang yang mengidap HIV/AIDS terjadi pada masa AIDS yaitu setelah tertular HIV antara 5 - 15 tahun. Lagi pula belum ada laporan kematian pada pengidap HIV/AIDS karena (virus) HIV atau (kondisi) AIDS.

Amat disayangkan pejabat di KPA pun tidak memahami perbedaan antara HIV dan AIDS.

Di lead berita disebutkan: ”Sebanyak 136 warga Kota Pekanbaru, Riau, meninggal akibat terkena HIV/AIDS. Sebagian besar dari mereka adalah pendatang yang bekerja di sejumlah tempat hiburan malam di kota itu.”

Kematian pada 136 warta Kota Pekanbaru itu bukan karena HIV/AIDS, tapi karena penyakit-penyakit lain, disebut infeksi oportunistik, seperti dareh, TBC, dll. pada masa AIDS.

Pernyataan ” Sebagian besar dari mereka adalah pendatang yang bekerja di sejumlah tempat hiburan malam di kota itu” adalah bentuk penyangkalan yang justru menjadi pemicu penyebaran HIV karena fakta terkait dengan data itu tidak dieksplorasi oleh KPA dan wartawan.

Pertama, jika kematian dianggap terjadi pada taun 2012, maka 136 penduduk yang mati itu tertular pada rentang waktu antara 1997 dan 2007 jika berpijak pada statistik masa AIDS yaitu antara 5 – 15 tahun setelah tertular (Lihat Gambar 1).

Nah, pada rentang waktu 1997 – 2007 warga yang meninggal (136) sudah menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari.

Fakta lain yang luput adalah kemungkinan HIV/AIDS pada perempuan yang bekerja di tempat hiburan justru ditularkan oleh penduduk lokal, asli atau pendatang, yang tidak memakai kondom ketika sanggama dengan perempuan tsb.

Lalu, ada pula penduduk lokal, asli atau pendatang, yang tertular HIV dari perempuan yang bekerja di tempat hiburan jika mereka tidak memakai kondom ketika sanggama dengan perempuan tsb.

Jika di antara 136 yang mati itu ada perempuan yang bekerja di tempat hiburan, maka sebelum mereka meninggal mereka sudah menularkan HIV kepada laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, yang sanggama tanpa kondom dengan perempuan yang bekerja di tempat hiburan tsb. (Lihat Gambar 2).

1338601071488768431
1338601071488768431
Maka, laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang, yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang bekerja di tempat hiburan berisiko tertular HIV. Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga menunjukkan laki-laki yang sanggama dengan perempuan yang bekerja di tempat hibran tidak memakai kondom.

Disebutkan bahwa yang meninggal mayoritas lelaki yang diduga terkena, akibat sering melakukan hubungan seksual dengan wanita lain.

Laki-laki yang sudah meninggal itu sebelum meninggal sudah menularkan HIV/AIDS kepada istri atau pasangan seksnya.

Disebutkan pula: ” .... mereka yang dicurigai terkena HIV/AIDS dapat segera memeriksakan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Ahmad Pekanbarub secara sukarela.”

Pernyataan ini lagi-lagi menunjukkan petugas KPA yang tidak memahami epidemi HIV/AIDS sebagai fakta medis. Tidak bisa mencurigai seseorang apakah terkena HIV/AIDS dari fisiknya.

Maka, tidak semua orang dicurigai terkena HIV/AIDS. Yang berisiko tertular HIV/AIDS adalah:

(1). Laki-laki dewasa, penduduk Kota Pekanbaru, yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di Kota Pekanbaru atau di luar Kota Pekanbaru.

(2)Perempuan dewasa, penduduk Kota Pekanbaru, yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan laki-laki yang berganti-ganti tanpa kondom di Kota Pekanbaru atau di luar Kota Pekanbaru.

(3). Laki-laki dewasa, penduduk Kota Pekanbaru, yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek cafe’, ’cewek pub’, ’cewek panti pijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG’, ’pelacur kelas tinggi’, ’call girl’, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di Kota Pekanbaru atau di luar Kota Pekanbaru.

Pertanyaannya adalah: Apakah Pemkot Pekanbaru mempunyai program yang konkret berupa intervensi terhadap tiga perilak di atas?

Kalau jawabannya ADA, maka tidak ada persoalan penyebaran HIV/AIDS dengan faktor risiko hubungan seksual di Kota Pekanbaru.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK ADA, maka penyebaran HIV melalui hubungan seksual akan mendorong penyebaran HIV/AIDS yang pada waktunya akan terjadi ’ledakan AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun