Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Intervensi Penanggulangan AIDS di Yogyakarta Tidak Menyentuh Akar Masalah

1 Maret 2011   00:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:10 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kalau selama inikasus HIV/AIDS pada perempuan banyak terdeteksi di kalangan pekerja seks komersial (PSK), tapi belakangan ini kasus HIV/AIDS mulai terdeteksi di kalangan ibu-ibu rumah tangga. Fakta ini merupakan konsekuensi logis dari keengganan laki-laki ‘hidung belang’ memakai kondom pada hubungan seksual yang berisiko di dalam atau di luar nikah.

Sayang, fakta tentang kasus HIV/AIDS di kalangan ibu-ibu rumah tangga (istri) yang ditularkan suami mereka tetap tidak membuat kalangan yang menolak sosialisasi kondom bergeming. Di DI Yogyakarta, misalnya, sekitar 31 persen penderita HIV/AIDS terdereksi di kalangan perempuan (31 Persen Penderita HIV/AIDS Perempuan, www.metrotvnews.com, 14/2-2011). Kasus kumulatifHIV/AIDS di DIY pada 2010 adalah 1.288 yang terdiri atas 538 AIDS dan 750 HIV.

Sayang, tidak ada upaya yang konkret untuk menurunkan insiden penularan HIV baru di kalanga ibu-ibu rumah tangga. Bahkan, dalam Perda Prov DI Yogyakarta No 10 Tahun 2010 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS tidak ada pasal yang secara eksplisit mengatur kewajiban memakai kondom bagi laki-laki jika melakukan hubungan seksual di dalam atau di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan. Tapi, tidak ada pasal yang mengatur pemakaian kondom pada hubungan seksual berisiko (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/19/tanggapan-terhadap-perda-aids-yogyakarta/).

Bahkan, Perda AIDS Yogyakarta mengabaikan keberadaan lokasi pelacuran di Jalan Pasar Kembang (Sarkem). Atau Pemprov DI Yogyakarta bisa menjami kalau laki-laki ‘hidung belang’ yang menjadi pelanggan PSK di Sarkem bukan orang Yogyakarta. Tapi, perlu diingat bahwa laki-laki Yogyakarta bisa saja tertular di luar Yogyakarta atau di luar negeri.

Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Yogyakarta, Lumowah Sebastianus Wibisono, mengatakan:"Berdasarkan data hingga Juli 2010, penderita HIV/AIDS untuk kaum perempuan mencapai 31 persen, dan kemungkinan besar penderita AIDS perempuan semakin banyak, karena merupakan golongan yang berisiko tinggi."

Pernyataan yang menyebutkan ‘kemungkinan besar penderita AIDS perempuan semakin banyak, karena merupakan golongan yang berisiko tinggi’ memunculkan pertanyaan: Mengapa ibu-ibu rumah tangga yang terdeksi HIV/AIDS dikategorikan sebagai kalangan yang berisiko tinggi? Apakah ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV itu bekerja sebagai PSK?

Menurut Lumowah, ada kecenderungan kasus HIV/AIDS pada perempuan akan semakin menyamai kasus HIV/AIDS di kalangan laki-laki. Ini terjadi karena laki-laki yang tertular HIV akan menularkan HIV kepada istri atau pasangan seksualnya. Celakanya, Para istri tidak tahu perilaku suami mereka saat di luar rumah.

Upaya untuk pencegahan lebih ditujukan kepada kalangan yang berisiko tinggi tertular HIV, al. PSK dan pelanggannya, pengguna narkoba dengan jarum suntik, dan juga laki-laki homoseksual. Namun, dalam Perda AIDS Yogyakarta juga terjadi pengabaian terhadap praktek hubungan seksual berisiko di ‘Sarkem’ (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/15/perda-aids-yogyakarta-mengabaikan-praktek-pelacuran-di-%E2%80%98sarkem%E2%80%99/).

Persoalan yang dihadapi terkait dengan sosalisasi kondom di kalangan laki-laki ‘hidung belang’ adalah tidak ada mekanisme untuk memaksa laki-laki ‘hidung belang’ wajib memakai kondom jika sanggama dengan PSK. Selama ini yang menjadi ‘sasaran tembak’ adalah PSK, padahal dalam prakteknya posisi tawar PSK sangat lemah. Laki-laki ‘hidung belang’ akan memakai tangan germo untuk memaksa PSK meladeni mereka tanpa kondom.

Di Thailand yang menjalankan program ‘wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual dengan PSK bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa karena ada mekanisme yang konkret dalam penerapan program. Secara rutin PSK menjalani survailan tes IMS, penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual, seperti sifilis, GO, hepatitis B, dll. Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka germo akan menerima sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha.

Nah, bair pun di Yogyakarta ada ‘Sarkem’ tapi dalam Perda AIDS tidak ada ketentuan yang mengatur pemakaian kondom pada laki-laki ‘hidung belang’. Pengaturan ini penting karena dua hal.

Pertama, ada kemungkinan yang menularkan HIV kepada PSK adalah penduduk lokal, asli atau pendatang. Dalam kehidupan sehari-hari mereka ini bisa sebagai seorang suami, lajang, duda atau remaja. Kemudian ada pula laki-laki yang tertular HIV dari PSK. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam atau di luar nikah.

Kedua, ada kemungkinan PSK yang terdeteksi HIV sudah mengidap HIV ketika mulai ‘beroperasi’ di Yogyakarta. Maka, laki-laki ‘hidung belang’ yang sanggama tanpa kondom dengan PSK akan berisiko tertular HIV. Mereka ini pun akan menjadi mata rantai penyebaran HIV.

Karena penyebaran HIV didorong oleh hubungan seksual sebagai faktor risiko (mode of transmission) utama, maka aspek inilah yang perlu diintervensi dengan cara-cara yang konkret. Salah satu di antaranya adalah kewajiban memakai kondom bagi laki-laki ‘hidung belang’ pada hubungan seksual dengan PSK di ‘Sarkem’ atau PSK di tempat lain, di luar Yogyakarta dan di luar negeri.

Celakanya, tidak ada pasal dalam Perda AIDS Yogyakarta yang mengatur kewajiban memakai kondom bagi laki-laki ‘hidung belang’. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun