“Ledakan AIDS di Indonesia Perlu Penanganan Lebih Serius.” Ini judul berita antaranews.com (16/9-2010).
Dalam berita Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, mengatakan: "Terjadinya ledakan kasus AIDS di seluruh kota/kabupaten di Indonesia saat ini perlu ditangani lebih serius lagi."
Dengan 21.770 kasus AIDS disebutkan merupakan ancaman yang sangat serius.
Menteri menambahkan: ” …. rata-rata penderita kasus AIDS tersebut berusia 20 tahun hingga 29 tahun mencapai 37,2 persen. Sedangkan penderita AIDS yang berusia 40 hingga 49 tahun hanya mencapai 11,8 persen saja.” Jika mengacu ke rentang waktu dari tertular HIV sampai masa AIDS antara 5 - 15 tahun maka kasus-kasus AIDS yang terdeteksi sekarang terjadi pada orang-orang yang tertular pada 20 – 30 tahun.
Standar Tes HIV
Data lain disebutkan: “ .... perbandingan penderita AIDS laki-laki dan perempuan sebesar tiga berbanding satu.” Ini menunjukkan jumlah laki-laki sebagai mata rantai penyebaran HIV yang banyak. Kondisi ini membuat jumlah perempuan yang berisiko tertular HIV melalui hibungan seksual di dalam dan di luar nikah. Jumlah perempuan yang berisiko kian besar jika ada di antara laki-laki itu yang mempunyai pasangan seks di dalam dan di luar nikah lebih dari satu.
Data lain disebutkan: "Saat ini sudah ada pergeseran pola penyebaran AIDS, penyebaran terbesar terjadi lewat hubungan seks, bukan lagi jarum suntik." Fakta ini kian mendorong penyebaran HIV karena banyak laki-laki yang mempunyai pasangan seks di dalam dan di luar nikah lebih dari satu. Tidak sedikit pula laki-laki yang mempunyai pasangan pekerja seks atau pelanggan pekerja seks.
Menteri juga mengatakan: ” .... jumlah penderita AIDS dari seluruh Indonesia yang terbanyak di Provinsi Papua diikuti daerah Bali, kemudian DKI Jakarta.” Ini perlu penjelasan yang kompehensif karena mengesankan tiga daerah ini ’rawan’ AIDS. Padalah, banyak faktor yang membuat angka kasus AIDS di tiga provinsi ini tinggi.
Pertama, kasus yang dilaporkan di Jakarta ada yang berasal dari daerah karena mereka tes HIV di Jakarta. Di beberapa daerah tidak ada fasilitas tes HIV. Bahkan, di Jakarta ada LSM yang mendanai tes HIV dan menyediakan ’rumah singgah’ bagi orang-orang yang terdeteksi HIV. Beberapa tahun yang lalu ada beberapa orang yang terdeteksi HIV di ’rumah singgah’, tapi dalam laporan Depkes di daerah itu tidak ada kasus HIV/AIDS. Dokter dan rumah sakit di Jakarta pun selalu melaporkan kasus HIV/AIDS yang mereka deteksi.
Kedua, kampanye dan penyuluhan HIV/AIDS di tiga provinsi itu sangat gendar karena banyak LSM yang bergerak dengan bantuan donor asing. Kampanye ini mendorong banyak orang untuk menjalani tes HIV melalui konseling.
Ketiga, di tiga daerah itu sarana kesehatan memperhatikan pasien-pasien yang menunjukkan gejala penyakit terkait AIDS. Belakangan dengan bantuan donor asing disediakan fasilitas tes sukarela dengan konseling secara gratis di beberapa rumah sakit, puskesmas dan poliklinik yang dikenal sebagai Klinik VCT.