Sekarang di dompet paling tidak ada tiga kartu pengenal atau identitas, yaitu KTP (kartu tanda penduduk), kartu NPWP (nomor pokok wajib pajak), dan SIM (surat izin mengemudi).
Belakangan muncul lagi kartu Inafis (Automatic Fingerprints Identification System, yaitu kartu berisi data sisik jari) yang dikeluarkan oleh Polri dengan nilai proyek Rp 43,2 miliar.Peminat kartu Inafis membayar Rp 35.000.
Padahal, tiga kartu itu bisa dijadikan satu kartu yaitu di dalam KTP. Tapi, momentum pembuatan e-KTP (KTP elektronik) yang dijalankan oleh Kemendagri ternyata tidak mengakomidir kartu-kartu lain.
Pembuatan e-KTP sendiri berpijak pada program sistem nomor identitas tunggal (single identity number). Tapi, ternyata e-KTP tidak menjadi kartu identitas tunggal.
Dengan satu kartu yaitu e-KTP bisa menyimpan data: (1) NPWP, (2) data sidik jari, dan (3) golongan darah (perlu ditambah keterangan tentang Rhesus).
Penyatuan data itu pun akan memudahkan administrasi. Tapi, hal itu ternyata tidak dilakukan oleh pemerintah. Dengan dana Rp 5,8 triliun ternyata e-KTP tidak menyediakan data kependudukan yang komprehensif.
Dengan data NPWP di e-KTP, maka wajib pajak tidak bisa lagi mengelak biar pun tidak mengurus NPWP di kantor pajak.
Untuk itu setiap ada kelahiran pemberian nomor pokok kependudukan otomatis menjadi NPWP-nya kelak setelah dewasa.
Dalam KTP yang ada sekarang ternyata kolom golongan darah kosong. Padahal, hal ini sangat penting jika seseorang berobat atau masuk ke instalasi atau unit gawat darurat (IGD) di rumah sakit. Jika golongan darah tidak diketahui, maka diperlukan waktu untuk mengetes darah pasien atau korban yang masuk IGD sehingga bisa menghambat pertolongan.
Agaknya, dalam e-KTP pun kolom golongan darah akan kosong karena sewaktu pembuatan e-KTP tidak ditanya golongan darah.
Maka, kalau kelak di e-KTP tidak ada golongan darah, maka di dompet akan ada kartu-kartu: (1) e-KTP, (2) NPWP, (3) Golongan Darah, (4) Inafis, dan (5) SIM.