Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema dan Ironi Pertukaran Jarum Suntik NAZA

20 Januari 2011   23:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:20 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Agaknya, selama ini banyak pihak yang menyepeekan penyebaran HIV melalui pecandu narkotik suntikan yang dikenal sebagai injecting drug user atau IDU. Hal ini terjadikarena dalam laporan bulanan kasus kumulatif HIV/AIDS yang dikeluarkan Ditjen PPM & PL Depkes setiap bulan kasus HIV/AIDS berdasarkan faktor risiko (mode of transmission) IDU sangat kecil jika dibandingkan dengan faktor risiko lain. Laporan terakhir (September 1999), misalnya, hanya ada 12 kasus IDU yang terdiri atas lima HIV dan tujuh AIDS.

Jika bertolak dari angka itu memang amat naïf mengait-ngaitkan penyebaran HIV dengan IDU, tapi di banyak negara penyebaran HIV melalui IDU sudah mendekati angka penularan melalui hubungan heteroseksual, seperti di Cina, Thailand dan Malaysia. Di Malaysia hampir 80% Odha tertular melalui IDU.Biar pun angka kasus di Indonesia rendah, tapi karena tingkat kecanduan terhadap NAZA sangat tinggi dan pemakai IDU pun kian banyak maka penyebaran HIV melalui IDU bisa menjadi pemicu infeksi HIV di Indonesia.

Untuk itulah KerlipNAZA (Kelomopok Relawan dan LSM Peduli NAZA) bersama PCI (Project Concern International) dengan dukungan USAID, AusAID, HAPP dan UNAIDS menyelenggarakan semiloka nasional bertema “Menanggapi Masalah NAZA di Indonesia” di Puncak (20-24 September 1999). Semiloka yang diikuti 135 peserta dari berbagai kalangan dari seluruh Indonesia menelurkan ‘Pernyataan Cipanas’ yang antara lain memeinta kepada pemerintah agar mengambil langkah konkret untuk menurunkan risiko penyebaran HIV melalui IDU dengan pendekatan pengurangan kerugian.

Pemerintah sendiri akan membentuk institusi baru menggantikan BAKOLAK INPRES 6/1971yang sudah dibentuk sejak tahun 1971. Lembaga yang akan dibentuk itu disebut BKNN (Badan Koordinasi Narkotik Nasional) yang di tingkat pusat diketuai oleh Kapolri dan di daerah tingkat I diketuai oleh gubernur. Namun, berdasarkan pengalaman banyak yang melihat badan ini akan bisa berjalan efektif karena terikat dengan birokrasi.

Berkaitan dengan penyebaran HIV melalui IDU pengalaman di banyak negara menunjukkan cara yang dapat ditempuh untuk mengurangi penularan HIV adalah dengan harm reduction yaitu mengupayakan cara agar pengguna narkotik suntik (IDU) dapat dikurangi kesakitannya. Artinya, sebagai penyalahguna NAZA mereka sudah menderita, apalagi mereka terinfeksi HIV atau hepatitis B dan C tentulah derita mereka kian berat. Untuk itulah mereka dihindarkan dari risiko tertular penyakit-penyakit lain agar penderitaan mereka tidak bertambah. Dalam kaitan inilah diterapkan penggunaan jarum suntik yang steril. Soalnya, ada semacam ‘budaya’ di kalangan pengguna NAZA dengan jarum suntik untuk menggilir semprit. Celakanya, sebelum menyuntikkan NAZA ke dalam aliran darah jarum suntik dari tubuh terlebih dahulu darahnya disedot dan kemudian dikocok-kocok di dalam semprit baru disuntikkan. Di dalam semprit tertinggal darah dan kemudian ditambah lagi NAZA-nya lalu dikocok baru disuntikkan yang lain. Begitu seterusnya sehingga kalau salah satu dari mereka sudah terinfeksi HIV atau hepatitis B tentulah virusnya akan menular ke yang lain yang sama-sama memakai jarum suntik itu.

Untuk menghindarkan hal itu di banyak negara diperkenalkan pengurangan kerugian melalui pertukaran jarum suntik (needle exchange). Diberikan jarum suntik yang steril kepada pengguna NAZA. Cara ini sudah diterapkan di banyak negara dan berhasil menurunkan penyebaran HIV di kalangan IDU. Tapi, dalam semiloka itu pendekatan ini ditanggapi dengan sikap yang mendua (ambiguity). Di satu sisi ada niat untuk mengurangi kerugian pengguna NAZA suntikan, tapi tidak menerima program pengurangan kerugian dengan pertukaran jarum suntik. Hal ini dilematis tapi sekaligus juga ironis. Bagaimana pun, dalam kaitan pengguna NAZA suntikan tidak ada jalan lain dalam upaya pengurangan kerugian mereka selain daripada menjaga agar mereka tidak tertular penyakit-penyakit lain.

Di sisi lain hal ini pun sangat membantu dalam upaya-upaya nyata memutus mata rantai penyebaranHIV di kalangan IDU dan populasi. Soalnya, jika seorang pengguna NAZA suntikan tertular HIV ia pun bisa menularkannya ke orang lain. Kalau dia sudah beristri tentu saja ke isterinya yang seterusnya ke anaknya kelak jika instrinya hamil. Bagi yang berperilaku suka berganti-ganti pasangan tentu saja HIV akan menyebar ke pasangannya. Begitu seterusnya. Program pengurangan kerugian melalui pertukaran jarum suntik ini, tampaknya, seperti anjuran menerapkan seks aman (safe sex) dengan menggunakan kondom pada hubungan seksual yang berisiko, seperti ganti-ganti pasangan. Anjuran ini ditentang banyak pihak dari sisi moral yang tentu saja tidak realistis. Ada yang berpendapat anjuran kondom akan mendorong orang berzina. Padahal, tanpa kondom pun zina tetap terjadi.

Begitu pula dengan program pertukaran jarum suntik ada saja yang melihatnya sebagai cara mendukung penyalahgunaan NAZA dengan jarum suntik. Di mata mereka hal itu saa saja dengan membiarkan penyalahgunaan NAZA terus berlangsung. Padahal, tanpa pergantian jarum suntik pun penyalahgunaan NAZA terus terjadi.

Selama perdebatan berlangsung korban-korban pun terus berjatuhan dan penyebaran HIV serita hepatitis B dan C kian cepat. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun