Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Di Timika, Papua, Pekerja Seks Tertular Penyakit Didenda Rp 3,5 Juta

30 April 2012   13:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:55 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

* Laki-laki penular lolos dari jeratan hukum

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Pepatah ini menggambarkan nasib pekerja seks di lokalisasi pelacuran ”Km 10” (kilometer 10) Timika, Kab Mimika, Prov Papua.

Dengan landasan Perda No 11 Tahun 2007 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS dan IMS di Kabupaten Mimika yang disahkan tanggal 27 November 2007 dikabarkan KPA Kab Mimika ’menghukum’ pekerja seks yang terdeteksi mengidap IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, klamidia, virus hepatitis B, dll.) dengan denda Rp 3,5.

KPA Mimika tidak adil karena ada kemungkinan IMS itu justru ditularkan oleh laki-laki penduduk lokal, asli atau pendatang.

Kalau KPA Mimika jujur, maka setiap pekerja seks yang akan ’beroperasi’ di ”Km 10” dites dulu. Langkah ini merupakan tindakan yang arif untuk mengedepankan kebenaran terkait dengan penularan IMS.

Apakah hukuman denda terhadap pekerja seksitu berdasarkan perda harus melalui sidang pengadilan?

Kalau tidak, maka langkah KPA Mimika itu adalah perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap HAM.

Fakta yang diabaikan KPA Mimika adalah laki-laki yang menularkan IMS bisa juga sekaligus dengan HIV dan laki-laki lain yang tertular IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus dari pekerja seks justru melenggang menyebarkan IMS atau HIV atau dua-duanya secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalamd dan di luar nikah.

Data KPA Mimika menyebutkan dari tahun 1996 sampai 2011 jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS mencapai 2.823 (www.sehatnews.com, 7/3-2012).

Memang, teorinya denda itu dibebankan kepada pekerja seks, tapi prakteknya ’mami’ (mucikari) meminjamkan uang kepada pekerja seks yang didenda. Pinjaman itu bukan bantuan, tapi bunga berbunga. Akibatnya, pekerja seks menjadi ’sandera’ sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak selain mengikuti ’mami’.

Pekerja seks jadi pelengkap penderita sebagai korban. Laki-laki yang menularkan IMS kepada mereka tidak dijerat. Ini merupakan diskriminasi sebagai perbuatan yang melanggar HAM. Padahal, Papua sangat nyaring menyuarakan HAM, tapi tanpa mereka sadari telah terjadi pelanggaran HAM terhdap pekerja seks di Timika.

Dikabarkan denda terhadap pekerja seks itu semual Rp 500.000, lalu dinaikkan menjadi Rp 1,5 juta dan sekarang Rp 3,5 juta.

Denda terkait dengan peraturan, dalam hal ini perda, harus masuk kas negara. Itu isa kalau denda diputuskan melalui sidang pengadilan.

Apakah denda itu masuk ke kas negara?

Jika disimak maka laki-laki yang menularkan IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus ke pekerja seks terjadi karena laki-laki tidak memakai kondom.

Dalam kaitan itu yang disalahkan selalu pekerja seks. Padahal, posisi tawar pekerja seks sangat rendah. Apalagi kalau mereka mempunyai hutang kepada ’mami’ tentulah tidak ada pilihan lain selain menerima laki-laki yang tidak memakai kondom.

Maka, kalau sanksi hukum hanya diberikan kepada pekerja seks sebagai korban dan pelaku lolos maka perda itu diskriminatif.

Perda AIDS Mimika sendiri hanya bekerja di awang-awang karena tidak ada penanggulangan yang konkret dalam perda itu (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/09/perda-aids-kab-mimika-papua-tidak-menawarkan-cara-pencegahan-yang-konkret/).

Jika KPA Mimika hanya menjerat pekerja seks yang terdeteksi mengidap IMS, maka penyebaran IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus di Kab Mimika akan terus terjadi.

Kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi membuktikan perilaku laki-laki, suami, berisiko tertular IMS dan HIV.

Pemkab Mimika tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun