”Selain itu,kalangan mahasiswa juga rentan sekali terkena Aids. Kondisi ini bisa saja disebabkan pergaulan dan beban mental yang di hadapi mahasiswa dalam menyelesaikan tugas akhir atau skripsi.” Ini disampaikan Bagian Pelaporan VCT RSUD dr Pirngadi Medan, Austina br Saragih (Mahasiswa Rentan Terinveksi HIV, www.analisadaily.com,27/4-2012).
Koq, bisa?
Masih menurut br Saragih: "Aids paling rentan disebabkan hubungan seks bebas. Mahasiswa yang stres akibat tugas akhir atau skripsi sering melampiaskan ke hal-hal negatif seperti meminum-minuman keras, mengkonsumsi narkoba yang sering berujung pada hubungan seks bebas."
Pernyataan tsb. merupakan mitos (anggapan yang salah) dengan memakai jargon moral.
Pertama, risiko tertular HIV melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika dilakukan tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan.
Kedua, tingkat risiko tertular HIV tergantung pada perilaku seksual orang per orang bukan kelompok, kalangan atau komunitas.
Ketiga, kalau ’seks bebas’ diartikan sebagai berzina maka lagi-lagi pernyataan itu mitos. Tidak ada kaitan langsung antara ’seks bebas’ dan penularan HIV karena penularan HIV melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah (sifat hubungan seksual) bisa terjadi kalau salah satu dari pasangan tsb. mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom (kondisi hubungan seksual).
Keempat, hubungan seksual bukan hal (perilaku) negatif karena itu merupakan penyaluran hasrat dorongan seksual secara biologis pada orang yang sehat.
Disebutkan: ”Saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan Aids. Namun Aids dapat dicegah dengan tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan HIV.”
AIDS bukan penyakit sehingga tidak (akan) ada obatnya. Yang diobati pada penderita AIDS adalah penyakit yang muncul pada masa AIDS, disebut infeksi oportunistik, seperti ruam, jamur di mulut, sariawan, diare, TBC, dll.
Disebutkan lagi: ”Namun kita juga tidak perlu malu untuk memeriksakan diri ke Voluntary Conseling Testing (VCT) atau relawan pendeteksi Aids.”
Tidak semua orang harus melakukan tes HIV! Yang harus menjalani tes HIV adalah orang-orang yang perilaku seksualnya berisiko. Kalau tidak pernah melakukan perilaku seksual yang berisiko tidak perlu tes HIV.
Dikabarkan klinik VCT RSUD dr Pirngadi Medan dari bulan Maret hingga April mencatat ada 140 yang mengunjungi klinik itu. Dari jumlah itu 12 terdeteksi mengidap HIV.
Celakanya, Perda AIDS Kota Medan sama sekali tidak mempunyai program penanggulangan yang konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/17/pasal-pasal-normatif-penanggulangan-hivaids-di-perda-aids-kota-medan/).
Maka, penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, serta insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks akan terus terjadi.
Kasus-kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga membuktikan terjadi penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat. Pemko Medan tinggal menunggu waktu saja unuk ’panen AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H