Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Di Kota Medan 155 Pekerja Seks Mengidap HIV/AIDS

11 Maret 2012   05:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:14 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

* Dalam Perda AIDS Kota Medan tidak ada program pencegahan insiden infeksi HIV baru melalui hubungan seksual dengan pekerja seks

“Kehadiran Wanita Pekerja Seks (WPS) ditengarai memicu laju penderita HIV/AIDS di Medan.” Ini keterangan foto di berita “155 Wanita Pekerja Seks di Medan Positif HIV/AIDS” (Harian “Sumut Pos”, 8/3-2012).

Pernyataan itu jelas tidak menggambarkan realitas. Itu adalah opini bukan fakta empiris.

Pertama, ada kemungkinan yang menularkan HIV/AIDS kepada WPS adalah laki-laki dewasa penduduk Kota Medan. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki itu bisa sebagai seorang suami. Kemudian ada pula laki-laki yang tertular HIV dari WPS. Laki-laki ini pun dalam kehidupan sehari-hari laki-laki itu bisa sebagai seorang suami. Maka, laki-laki yang menularkan HIV kepada WPS dan laki-laki yang tertular HIV dari WPS menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kedua, ada kemungkinan WPS yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS memang sudah mengidap HIV ketika praktek di Medan. Kondisi ini membuat laki-laki dewasa yang melakukan sanggana dengan PSK yang mengidap HIV berisiko tertular HIV. Laki-laki yang tertular HIV dari WPS bisa saja seorang suami. Maka, mereka akan menularkan HIV kepada istrinya. Kalau istrinya tertular maka ada pula risiko penularan kepada bayi yang dikandungnya kelak.

Dua fakta (empiris) itulah yang tidak dilihat oleh wartawan yang menulis birita itu. Dia memakai opininya dengan balutan moralitas sehingga tidak menggambarkan realitas sosial terkait dengan penyebaran HIV.

Disebutkan dari 1.191 WPS yang ada di Medan terdeteksi HIV/AIDS pada 155 WPS. Ini artinya 13 persen. Tentulah angka ini tidak bisa dilihat dengan sebelah mata karena kalau setiap malam 1 WPS pengidap HIV/AIDS itu meladeni tiga laki-laki, maka setiap malam ada 465 laki-laki ’hidung belang’ penduduk Kota Medan yang berisiko tinggi tertular HIV jika laki-laki itu tidak memakai kondom ketika sanggama dengan WPS.

Angka 155 itu pun bukanlah angka ril di kalangan WPS karena bisa saja tes dilakukan pada saat ada WPS yang masih masa jendela (tertular di bawah tiga bulan). Jika ada WPS yang menjalani tes HIV pada masa jendela, maka hasilnya bisa negatif palsu (HIV sudah ada di darah tapi tidak terdeteksi) atau positif palsu (HIV tidak ada di darah tapi tes reaktif).

Bayangkan, kalau ada di antara 1.191 WPS itu yang menjalani tes HIV di masa jendela, tentulah mereka dikategorikan sebagai WPS HIV-negatif, tapi palsu. Maka, mereka berisiko tinggi menularkan HIV kepada laki-laki yang tidak memakai kondom ketika sanggama.

Sedangkan jumlah WPS di Sumut dikabarkan 4.365. Angka ini benar-benar bisa menjadi faktor penyebar HIV karena banyak laki-laki yang berisiko tertular HIV. Kalau satu malam 1 WPS meladeni 3 laki-laki, maka setiap malam ada 13.095 laki-laki di Sumut yang berisiko tertular HIV.

Kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga dan bayi merupakan bukti terkait dengan perilaku suami mereka yang melakukan hubungan seksual dengan WPS tanpa kondom.

Kasus HIV/AIDS dan IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, klamidia, herpes, hepatitis B, dll.) pada pekerja seks atau WPS sudah lama ada, tapi tidak ada langkah konkret yang dilakukan oleh Pemko Medan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/23/menyikapi-kasus-hivaids-pada-pekerja-seks-di-medan/).

Bahkan, dalam Perda AIDS Kota Medan pun tidak ada pasal yang menanggulangi penularan HIV pada praktek pelacuran (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/17/pasal-pasal-normatif-penanggulangan-hivaids-di-perda-aids-kota-medan/).

Disebutkan data yang dilansir oleh Komisi Penganggulangan (KPA) AIDS Kota Medan per Desember 2011 kasus kumulatif HIV/AIDS tercatat2.904 dengan 538 kematian.

Itulah sebab, Andi Ilham mengingatkan, para lelaki hidung belang harus mengambil pelajaran. Jika tidak, bukan tidak mungkin dia menambah daftar penderita HIV/AIDS di Medan. “Satu WPS bisa melayani hingga 8 orang pelanggannya, jika HIV positif, maka virus tersebut tentu akan tertular. Karena perilaku berganti-ganti pasangan dan tidak mengenakan pengaman saat berhubungan menyebabkan orang tersebut lebih berisiko tertular HIV/AIDS,” kata Andi Ilham.

Data KPA Kota Medan yang menunjukkan kasus HIV/AIDS pada laki-laki lebih banyak yaitu 2.216 dari 2.904 kasus HIV/AIDS di Kota Medan dengan rentang umur 25 - 34 tahun.

Data ini membuktikan banyak laki-laki penduduk Kota Medan yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti WPS, serta waria dan perempuan pelaku kawin-cerai.

Project Officer Global Fund Dinas Kesehatan Sumatera Utara, Andi Ilham Lubis, mengatakan: “Diharapkan para remaja jangan sampai berisiko….”

Usia remaja merupakan masa dorongan seksual (libido) sangat besar. Celakanya, dorongan seks itu tidak bisa digantikan dengan kegiatan di luar seks.

Maka, yang perlu diberikan kepada remaja adalah cara-cara mencegah HIV yang konkret. Bukan menceramahi mereka dengan moral. Atau, yang lebih arif adalah kalangan dewasa memberikan tips kepada remaja tentang cara mereka dahulu ketika remaja tidak pernah berzina dan juga tidak berizina setelah dan selama menikah.

Disebutkan Ilham, jika tidak dilakukan pencegahan sejak dini, maka jumlah kasus HIV/AIDS akan terus meningkat.

Pertanyaannya: Apa yang dimaksud oleh Ilham sebagai ‘pencegahan sejak dini’?

Tidak jelas!

Yang perlu dilakukan bukan ‘pencegahan secara dini’, tapi pencegahan di hulu. Artinya, ada upaya yang konkret untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan WPS dan waria.

Caranya? Ya, kita lihat saja pengalaman Thailand yang berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa yaitu melalui program ‘wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki jika sanggama dengan WPS.

Sayang, program itu diadopsi di 56 perda AIDS yang sudah ada di Indonesia dengan setengah hati sehingga tidak ada langkah konkret di Indonesia untuk menurunkan insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan WPS.

Menurut Ketua LSM Medan Plus, Totonta Kaban:“Penularan HIV/AIDS juga semakin tinggi karena melihat perilaku seks yang masih belum berubah. Artinya, banyak ditemukan pekerja seks yang berhubungan tanpa menggunakan kondom.”

Yang harus memakai kondom bukan pekerja seks atau WPS, tapi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan WPS. Persoalannya adalah: Posisi tawar WPS sangat rendah untuk memaksa laki-laki memakai kondom. Banyak faktor yang membuat posisi tawar WPS rendah, al. pengaruh germo atau mucikari yang memihak kepada laki-laki, WPS terpaksa meladeni laki-laki tanpa kondom karena mereka membutuhkan uang, dll. (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/06/11/duka-derita-psk-di-%E2%80%98sarkem%E2%80%99-yogyakarta/).

Persoalannya adalah tidak ada regulasi yang bisa menempatkan posisi tawar WPS lebih besar daripada laki-laki ’hidung belang’. Di tiga perda yang ada di Sumut, yaitu Perda AIDS Kab Serdang Bedagai, Perda AIDS Kota Tanjungbalai, dan Perda AIDS Kota Medan tidak ada pasal yang menukik ke masalah ini.

Itu terjadi karena di Medan khususnya dan di Indonesia umumnya dianggap tidak ada pelacuran karena tidak ada lokalisasi pelacuran yang ‘resmi’ seperti yang dilakukan di masa Orba yaitu melalui resosialisasi yang dijalankan oleh departemen sosial. Sayang, program itu tidak berjalan karena bersifat top-down (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/09/apriori-terhadap-pelacuran/).

Rupanya, ini masih menurut Ilham: “Pencegahan dengan meningkatkan pengetahuan mengenai HIV/AIDS sangat penting dilakukan. Itu bukan semata-mata tugas kita. Tapi dari semua pihak terutama instansi terkait. Sejauh ini, kita selalu melakukan pengobatan, sosialisasi dan pembinaan.”

Ya, kalau pengetahuan yang diperoleh hanya dengan materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) HIV/AIDS yang dibumbui dengan moral tentulah masyarakat tidak mengetahui cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang konkret.

Kita simak saja materi KIE yang disebarkan oleh KPA-KPA di Sumut: Apakah ada cara-cara pencegahan yang konkret?

Ya, tentu saja tidak ada karena semua dibumbui dengan moral. Maka, cara pencegahan di brosur KIE adalah:

1. Jangan melakukan hubungan seks sebelum menikah

2. Jangan melakukan hubungan seks di luar nikah.

3. Jangan melakukan hubungan seks dengan pasangan yang tidak sah.

Nah, tiga jangan itu jelas mitos (anggapan yang salah). Penularan HIV melalui hubungan seksual terjadi karena kondisi (pada) saat hubungan seksual (salah satu mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom) bukan karena sifat hubungan seksual (sebelum menikah, di luar nikah, zina, dengan pasangan yang tidak sah).

Maka, sudah bisa dipastikan bahwa penyebaran HIV di Kota Medan khususnya dan di Sumut umumnya akan terus terjadi karena masyarakat tidak diberikan KIE yang konkret.

Disebutkan pula penanggulangan HIV/AIDS tidak semata-mata tugas pemerintah, dalam hal ini dinas kesehatan dan KPA. Lalu, apa kerja Anda? Lagi pula, mana program konkret yang dijalankan dinas kesehatan dan KPA?

Disebutkan mereka (dinas kesehatan dan KPA) sudah melakukan pengobatan. Ya, ini adalah reaksi di hilir. Artinya, menunggu penduduk tertular HIV dulu baru ditangani.

Yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu, terutama melalui hubungan seksual dengan WPS dan waria.

Apakah ada daerah di Sumut yang mempunyai program yang konkret untuk menanggulangi insiden infeksi HIV baru di hulu?

Ya, tidak adalah! Tinggal menunggu waktu saja untuk ’panen AIDS’. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun