“Hasil pemeriksaan di seluruh rumah sakit di Ambon, ada sekitar 30 bayi positif HIV/AIDS, sebab ibu dari para bayi tersebut positif terjangkit virus mematikan itu. Memang sampai sekarang kita belum mengambil sampel darahnya.” Ini kutipan pernyataan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Ambon, Hans Liesay (30 Bayi Terindikasi Terjangkit HIV/AIDS, www.siwalimanews, 12/4-2012).
Bertolak data data HIV/AIDS pada bayi itu menunjukkan ada 30 perempuan dan 30 laki-laki yang mengidap HIV/AIDS. Jika di di antara 30 laki-laki itu ada yang mempunyai istri atau pasangan seks lebih dari satu, maka kian banyak perempuan yang berisiko tertular HIV.
Kasus HIV/AIDS pada anak-anak itu merupakan bagian dari 892 kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Ambon, Prov Maluku, sejak 1996 sampai Maret 2012. Kasus itu terdiri atas521 HIV dan371 AIDS.
Dalam pernyataan disebutkan ’virus mematikan’. Ini mitos (anggapan yang salah) karena belum ada laporan kasus kematian karena HIV atau AIDS. Kematian pada orang-orang yang mengidap HIV/AIDS karena penyakit yang muncul pada masa AIDS (setelah tertular antara 5-15 tahun) yang disebut infeksi oportunistik, seperti diare, TBC, dll.
Menurut Hans, pihaknya sudah banyak langkah-langkah penanganan yang dilakukan dinas kesehatan untuk meminimalisir naiknya angka pengidap HIV/AIDS di Kota Ambon di tahun 2012, yakni sudah melakukan survei HIV dan IMS dengan sasaran wanita pekerja seks dan karyawan karaoke, pub, kafe, tukang ojek, supir taksi, anak buah kapal asing yang dilakukan di PPN Tantui, Lapas dan Rutan.
Yang luput dari langkah Hans itu adalah laki-laki dewasa penduduk lokal, asli atau pendatang, yang menularkan HIV kepada pekerja seks dan yang tertular HIV dari pekerja seks. Dalam kehidupan sehari-hari laki-laki itu bisa sebagai suami sehingga bisa menularkan HIV kapada istrinya.
Kasus HIV/AIDS pada 30 bayi itu tentulah berawal dari suami. Celakanya, tidak ada langkah yang konkret yang dilakukan Pemkot Ambon dalam mencegah insiden penularan HIV pada laki-laki dewasa, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom dengan pekerja seks.
Disebutkan oleh Hans: “HIV/AIDS ini penularan sudah jelas, penyakit ini berasal dari perilaku. ....”
Lagi-lagi Hans menyuburkan mitos karena tidak semua kasus penularan HIV berkaitan dengan perilaku. Lihat saja 30 kasus HIV/AIDS pada anak-anak itu. Bayi-bayi itu tertular HIV dari ibunya.
Begitu pula dengan ibu 30 bayi itu. Mereka tertular HIV dari suaminya melalui hubungan seksual yang sah di dalam ikatan pernikahan.
Persoalan besar adalah Pemkot Ambon tidak mempunyai mekanisme yang konkret dalam mendeteksi kasus HIV/AIDS pada perempuan hamil. Akibatnya, program pencegahan dari ibu-ke-bayi yang dikandungnya tidak bisa dilakukan. Maka, jumlah bayi yang lahir dengan HIV/AIDS akan terus bertambah seiring dengan jumlah istri yang tertular HIV dari suami.
Langkah konkret yang perlu dilakukan Pemkot Ambon adalah melakukan intervensi konkret mencegah insiden penularan HIV pada laki-laki dewasa yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H