“Lima balita (bayi di bawah usia lima tahun, Red) warga Kabupaten Serang positif terpapar virus HIV (Human immunodeficiency virus). Lima bayi tak berdosa itu tertular penyakit mematikan itu dari ibu yang mengandungnya. Sang ibu lebih dulu positif menderita HIV.” Ini lead berita “Lima Balita di Serang Terpapar Virus HIV” ( www.jpnn.com, 21/2-2012).
Ada beberapa pernyataan yang tidak akurat dalam pernyataan pada lead berita ini.
Pertama, bayi-bayi itu tidak terpapar, tapi tertular secara vertikal dari ibu mereka. Terpapar adalah bagian luar tubuh (kulit) kena jipratan darah yang mengandung HIV. Sedangkan bayi-bayi itu tidak terjiprat darah, tapi tertular. Ada tiga kemungkinan cara penularan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya, yaitu: (a) ketika di dalam kandungan, (b) ketika persalinan, dan (c) ketika menyusui dengan air susu ibu (ASI).
Kedua, disebutkan ‘bayi tak berdosa’. Pernyataa ini mengesankan kalau yang berdosa wajar tertular HIV. Ini merupakan stigma (cap buruk) terhadap orang-orang yang tertular HIV. Ada yang tertular melalui transfusi, jarum suntik dan alat-alat kesehatan, serta istri yang tertular dari suaminya. Semua ini tidak ada kaitannya dengan dosa.
Ketiga, disebutkan ‘penyakit mematikan’. HIV adalah virus. Belum ada kasus kematian karena (virus) HIV. AIDS bukan penyakit karena AIDS adalah kondisi seseorang yang tertular HIV setelah 5 – 15 tahun kemudian, maka AIDS pun tidak mematikan karena bukan penyakit. Kematian pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) terjadi karena penyakit-penyakit yang muncul pada masa AIDS, disebut infeksi oportunistik, seperti diare dan TB.
Menurut Direktur Klinik Voluntary Counseling Test (VCT) RSUD Serang, dr Santoso, lima balita itu terdeteksi tertular HIV setelah dilahirkan. Padahal jika diketahuinya lebih awal atau masih berupa janin kemungkinan besar bayi tidak berdosa itu bisa dicegah tertular HIV itu dari ibu kandungnya.
Persoalannya adalah tidak ada mekanisme yang sistematis untuk mendeteksi HIV pada perempuan hamil. Dalam Perda AIDS Prov Banten pun tidak ada langkah konkret untuk mendeteksi HIV pada ibu-ibu hamil (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/05/perda-aids-prov-banten-menanggulangi-aids-dengan-pasal-pasal-normatif/).
Di Malaysia sudah lama dijalankan program survailans tes HIV rutin terhadap perempuan hamil. Langkah Malaysia itu konkret sehingga banyak bayi yang tidak tertular HIV dari ibunya.
Santoso yang juga menjabat Koordinator Tim Asistensi Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Prov Banten ini mengatakan di Kab Serang sejak tahun 1998 sampai Desember 2011 tercatat 339 kasus HIV dan 72 kasus AIDS dengan 21 kematian.
Menurut anggota Komisi II DPRD Kabupaten Serang, Aep Syaefullah, pihaknya akan melakukan sosialisasi ke SKPD Kab Serang agar turut peduli menanggulangi HIV/AIDS. Misalnya Dinas Pendidikan (Disdik) Kab Serang melakukan sosialisasi kepada siswa tentang bahaya dan pencegahan HIV/AIDS.
Data yang disampaikan adalah balita yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS. Artinya, ibu balita-balita itu tertular HIV dari suami. Maka, langkah yang perlu dilakukan segara oleh Pemkab Serang adalah mencegah penularan HIV dari suami kepada istri. Langkah yang dilakukan berupa intervensi melalui regulasi yang mengharuskan laki-laki beristri memakai kondom jika melakukan hubungan seksual, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks, serta waria dan perempuan pelaku kawin-cerai.
Celakanya, DPRD Kab Serang justru menyasar siswa. Yang sudah jelas dan faktual yang menjadi mata rantai penyebaran HIV adalah laki-laki dewasa.
Maka patut dipertanyakan: Mengapa sasaran penyuluhan bukan laki-laki dewasa?
Padahal, dari fakta yaitu balita yang mengidap HIV itu menunjukkan ada suami di penduduk Kab Serang yang perilaku seksnya berisiko tinggi tertular HIV.
Lima balita itu barulah yang terdeteksi. Kalau ayah dari lima balita itu mempunyai istri lebih dari satu atau ada perempuan lain pasangan seksnya tentulah jumlah balita yang lahir dengan HIV/AIDS akan bertambah.
Biar pun di wilayah Kab Serang tidak ada lokalisasi pelacuran, itu tidak berarti tidak ada laki-laki penduduk Kab Serang yang melacur. Mereka bisa saja melacur di luar daerah atau di luar negeri.
Laki-laki dewasa penduduk Kab Serang yang tertular HIV di luar wilayah Kab Serang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di Kab Serang, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Maka, Pemkab Serang harus membuat langkah konkret untuk mencegah penularan HIV dari suami ke istri karena tidak ada program untuk mengintervensi perilaku laki-laki dewasa. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H