Epidemi HIV memang erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Artinya, kasus yang terdeteksi hanya bagian kecil (puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut) dari kasus yang ada di masyarakat (bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut). Tapi, tidak ada rumus eksakta yang bisa menghitung jumlah kasus yang tidak terdeteksi berdasakan kasus yang terdeteksi.
Namun, dalam berita “180 warga Aceh Utara HIV? (www.waspada.co.id, 17/3-2011) disebutkan: “Dengan ditemukannya kasus ini, maka penderita HIV-AIDS di Aceh Utara telah mencapai 10 kasus. Itu artinya, 180 warga Aceh Utara lainnya menjadi target dari virus itu, karena 1 kasus sama dengan sepuluh. Ini merupakan fenomena gunung es.”
Hitung-hitungan itu tidak benar karena satu pengidapHIV tidak bisa otomatis menularkannya kepada 10 orang lain. Misalnya, seorang bayi tertular HIV dari ibunya, mana mungkin bayi itu menularkanHIV kepada 10 orang. HIV sebagai virus tidak bisa menular dengan sendirinya dan tidak pula mempunyai target.
‘Rumus’ yang pernah dipublikasikan WHO tentang perbandingan antara kasus yang terdeteksi dan kasus yang tidak terdeteksi tidak bisa dipakai langsung atau secara telanjang karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Lagi pula ‘rumus’ itu hanya untuk keperluan epidemiologi, misalnya, merancang program, penyediaan obat, dll. Paling tidak harus ada empat faktor yang mendukung ‘rumus’ tsb. yaitu: tingkat pelacuran tinggi, pemakaian kondom rendah, penyangkalan kuat, dan tingkat kesehatan masyarakat rendah. Tentu faktor-faktor ini tidak ada di Aceh Utara.
Dikabarkan Makhrozal, Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Aceh Utara, mengatakan: pihaknya menemukan seorang perempuan berinisial E, 22 tahun, warga Aceh Utara yang terdeteksi tertular HIV (mengidap HIV).
Dalam berita tidak dijelaskan faktor risiko (mode of transmission) penularan terhadap E. Kalau melalui hubungan seksual, apakah dia bersuami atau tidak? Tidak ada penjelasan dalam berita. Ada dua kemungkinan terkait dengan HIV pada E.
Pertama, E tertular HIV dari suaminya. Kalau ini yang terjadi maka suami E akan menjadi mata rantai penyebaran HIV, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Kedua, E tertular karena perilakunya yang berisiko. Kalau E menikah maka laki-laki yang menjadi suaminya berisiko tertular HIV. Dalam berita tidak ada penjelasan status E.
Disebutkan: “Masyarakat diminta untuk selalu waspada, tidak memakai jarum suntik bekas penderita AIDS dan hindari narkoba, serta tidak berhubungan badan dengan penderita AIDS.” Pernyataan ini tidak akurat.
a). Penularan HIV bukan karena memakai narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya), tapi karena narkoba disuntikkan ke urat nadi. Biasanya, penyalahguna narkoba menyuntik ramai-ramai. Kalau mereka memakai jarum yang sama secara bergantian maka ada risiko penularan HIV karena ada kemungkinan salah satu dari mereka mengidap HIV.
b). Disebutkan ‘tidak memakai jarum suntik bekas penderita AIDS’. Orang-orang yang sudah mengdap HIV tidak bisa dikenali dengan mata telanjang sehingga kita tidak tahu apakah yang baru memakai jarum suntik itu mengidap HIV atau tidak.
c). Disebutkan ‘tidak berhubungan badan dengan penderita AIDS’. Ini yang jadi persoalan besar. Kita tidak bisa mengenali orang-orang yang sudah mengidap HIV sebelum masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular) karena tidak ada gejala pada fisik mereka yang khas AIDS.
Risiko penularan melalui hubungan seksual bisa terjadi di dalam dan di luar nikah jika hubungan seksual dilakukan tanpa kondom dengan pasangan yang bergati-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK).
Disebutkan pula: “Khusus untuk tukang pangkas agar tidak memakai pisau cukur, tapi diganti silet. Satu silet untuk satu orang.” Belum ada laporan kasus penulara HIV melalui pisau cukur. Lagi pula pisau cukur tidak bisa menyimpan darah.
Anjuran yang disampaikan dalam berita ini untuk mencegah HIV ternyata mengabaikan hubungan seksual. Padahal, fakta menunjukkan lebih dari 50 persen kasus HIV/AIDS tertular melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam atau di luar nikah.
Sayang, dalam berita sama sekali tidak ada informasi tentang cara-cara pencegahan HIV yang konkret dari sisi hubungan seksual. Padahal, fakta menunjukkan penularan HIV paling banyak terjadi melalui hubungan seksual. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H