”Kondisi penyebaran HIV-AIDS di Provinsi Papua kian memprihatinkan. Selain angka kasus yang terus meninggi, juga terjadi pergeseran pola penyebarannya, dari lokalisasi ke kalangan ibu rumah tangga.” Ini lead di berita "Ibu Rumah Tangga di Papua Rentan HIV-AIDS” (kompas.com, 26/3-2012).
Terkait dengan pernyataan ‘angka kasus yang terus meninggi’ menunjukkan pemahaman terhadap cara pelaporan kasus HIV/AIDS yang tidak akurat. Pelaporan kasus HIV/AIDS di Indonesia dilakukan dengan cara kumulatif. Artinya, kasus lama ditambah kasus baru sehingga angka laporan akan terus bertambah dan tidak akan pernah turun.
Pola penyebaran HIV tidak bergeser dari ’ dari lokalisasi ke kalangan ibu rumah tangga’, tapi suami-suamilah yang membawa HIV ke lokalisasi dan kemudian membawa HIV ke rumah yaitu menularkan HIV kepada istrinya.
Dikabarkan: Terhitung sejak tahun 1992 hingga 31 Desember 2011, jumlah kasus HIV-AIDS di Papua yang tercatat mencapai 10.785 kasus. Dari jumlah tersebut, 52,78 persen terjadi pada laki-laki dan 47,22 persen menimpa perempuan.
Kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga di Papua menunjukkan perilaku suami mereka, yaitu:
a). Pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti di wilayah Papua atau di luar wilayah Papua.
b). Pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) dan perempuan pelaku kawin-certai di wilayah Papua atau di luar wilayah Papua.
Celakanya, Pemprov Papua tidak mempunyai program yang konkret untuk mencegah insiden penularan HIV melalui hubungan seksual dari laki-laki lokal ke PSK dan sebaliknya.
Lokasi pelacuran tersebar di wilayah Prov Papua dan Prov Papua Barat, tapi tidak ada program penanggulangan HIV yang konkret.
Di gerbang masuk ke lokasi pelacuran ‘turki’ (turunan kiri) Tanjung Elmo di tepi Danau Sentani, Jayapura, ada tulisan ‘Anda memasuki wilayah wajib kondom 100 persen’. Tapi, sama sekali tidak ada mekanisme untuk memantau ketaatan laki-laki memakai kondom ketika sanggama dengan PSK.
Beberapa PSK yang dijumpai di ’turki’ mengaku laki-laki lokal jarang yang mau memakai kondom. ”Ah, mereka malah mengancam saya kalau memaksa pakai kondom,” kata seorang PSK yang mengaku dari sebuah daerah di ujung timur Pulau Jawa.
Di ’turki’ disediakan mesin penjual kondom otomatis (dikenal sebagai ATM Kondom), tapi tidak dimanfaatkan oleh laki-laki ’hidung belang’.
Menurut Constant Karma, Ketua KPA Provinsi Papua: ”Ketika si perempuan menolak berhubungan seks dengan suaminya yang tidak menggunakan kondom, ia bisa dianiaya.” Maka, tidaklah mengherankan kalau kemudian laki-laki lokal menolak memakai kondom ketika sanggama dengan PSK.
Diberitakan bahwa sejak 2005, jumlah perempuan yang terinfeksi HIV-AIDS terus bertambah. Jumlahnya sekarang hampir berimbang dengan laki-laki.
Biar pun data itu membuktikan perilaku laki-laki, tapi tidak ada intervensi. Di Kab Merauke KPA setempat berhasil membawa enam PSK ke bui karena terdeteksi mengidap IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, hepatitis B, dll.), tapi tanpa mereka sadari laki-laki yang menularkan IMS ke PSK tsb. dan laki-laki yang tertular IMS dari PSK itu menjadi mata rantai penyebaran IMS, termasuk HIV di masyarakat (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/05/31/aids-di-merauke-papua-psk-digiring-ke-bui-pelanggan-suami-menyebarkan-hiv-ke-istri/).
Ketika dunia sudah membuktikan kondom bisa menurunkan insiden infeksi HIV baru melalui hubungan seksual, di Prov Papua malah ditampik dan digantikan dengan sunat. Ini akan membawa petaka karena laki-laki yang disunat menganggap dirinya sudah memakai kondom (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/08/21/penanggulangan-hivaids-di-papua-memilih-memasyarakatkan-sunat-daripada-sosialisasi-kondom/).
Kalau tidak ada intervensi berupa mekanisme yang konkret untuk mencegah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki lokal melalui hubungan seksual dengan PSK, maka selama itu pula jumlah ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS akan terus bertambah.
Pada gilirannya istri-istri yang mengidap HIV/AIDS akan menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya. Ini artinya, generasi baru yang akan lahir di Papua mengidap HIV/AIDS yang tentu saja tidak akan bertahan lama. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H