Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Banyak Ibu Rumah Tangga yang Mengidap HIV/AIDS di Sulut

6 Agustus 2011   22:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:02 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu rumah tangga di Prov Sulawesi Utara (Sulut) yang mencapai 156 dari 859 kasus kumulatif HIV/AIDS di Sulut dengan 124 kematian ternyata belum menggerakkan pemerintah provinsi itu untuk menanggulangi penyebaran HIV dengan cara-cara yang konkret.

Dengan 18,16 persen kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga menunjukkan tingkat penyebaran yang tinggi yang dilakukan oleh laki-laki (baca: suami). Bertolak dari 156 kasus ini saja sudah ada 156 laki-laki yang mengidap HIV/AIDS di Sulut. Kalau ada di antara laki-laki ini yang mempunyai istri lebih dari satu, pacar, selingkuhan dan sebagai pelanggan pekerja seks komersial (PSK), maka kian banyak perempuan yang berisiko tertular HIV.

Menurut Pengelola Admin KPA Sulawesi Utara, Patrick Johanes: “KPA Sulut menurutnya tak hanya sekadar melakukan sosialisasi. Intervensi perilaku menjadi hal penting dan sudah mulai dilakukan beberapa tahun belakangan ini.” (Penderita HIV/AIDS di Sulut, 859 Orang, kompas.com, 2/8-2011).

Sayang wartawan yang menulis berita ini tidak membawa kasus 124 kamatian terkait AIDS itu ke realitas sosial sehingga data itu hanya bagaikan angka belaka.

Seseorang yang mengidap HIV/AIDS meninggal terjadi pada masa AIDS yaitu suatu kondisi fisik dan kesehatan odha (orang dengan HIV/AIDS) sudah menunjukkan penurunan sistem kekebalan tubuh yang rendah. Secara statistik masa AIDS terjadi setelah tertular HIV antara 5-15 tahun. Penurunan sistem kekebalan tubuh diukur dengan angka CD4 yang diperoleh dari tes darah odha.

Pada masa AIDS ini biasanya penyakit sangat mudah masuk karena sistem kekebalan yang rendah. Penyakit-penyakit itu al. Diare, sariawan, jamur, TB, dll., yang disebut infeksi oportunistik. Penyakit-penyakit inilah yang menyebabkan kematian pada odha.

Maka, 124 penduduk Sulut yang meninggal itu sudah menularkan HIV kepada orang lain pada rentang waktu antara 5-15 tahun sebelum mereka meninggal. Jika yang meninggal laki-laki, maka dia sudah menularkan HIV kepada istrinya, pacar atau selingkuhannya bahkan bisa juga ke PSK.

Jumlah penduduk Sulut yang berisiko tertular HIV kian besar kalau di antara yang meninggal itu ada PSK. Setiap malam rata-rata seorang PSK meladeni 3 laki-laki. Maka, sebelum dia meninggal sudah3.600 – 10.800 laki-laki Sulut yang berisiko tertular HIV (1 PSK x 3 laki-laki x 20 hari sebulan x 5 tahun atau x 15 tahun).

Disebutkan sosialisasi ke komunitas waria mereka diberikan pelumas atau lubrikan. Pelumas atau lubrikan tidak bisa mencegah penularan HIV melalui seks anal. Yang bisa mencegah penularan HIV melalui seks anal adalah laki-laki yang menganal harus memakai kondom.

Penanggulangan HIV/AIDS di Sulut diatasi dengan peraturan daerah (Perda). Celakanya, Perda AIDS Prov Sulut justru tidak bisa diandalkan karena tidak memberikan cara-cara penanggulangan yang konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/24/menguji-peran-perda-hivaids-prov-sulawesi-utara/).

Kasus yang dilaporkan itu hanyalah sebagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi hanya sebagian kecil (puncak gunung es yang muncul di atas permukaan air laut) dari kasus yang ada di masyarakat (bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut).

[caption id="attachment_123306" align="aligncenter" width="417" caption="Fenomena Gunung Es pada Epidemi HIV"][/caption]

Persoalan muncul karena tidak ada mekanisme yang konkret untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS yang ada di masyarakat. Maka, kasus-kasus yang tidak terdeteksi itu pun kelak akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS. ***[Syaiful W. Harahap]***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun