Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AIDS pada TKW: Tidak Dibekali Cara-cara Pencegahan yang Konkret

3 April 2011   21:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:09 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di beberapa daerah kasus HIV/AIDS ada yang terdeteksipada tenaga kerja Indonesia (TKI) khususnya tenaga kerja wanita (TKW), yang pulang dari luar negeri. Tapi, ada diskriminasi terkait dengan TKI yang bekerja di luar negeri yaitu yang dijadikan ‘sasaran’ tes HIV hanya perempuan (TKW), sedangkan laki-laki lolos dari sasaran tembak.

Kepanikan terkait dengan penemuan HIV/AIDS pada TKW sangat reaktif. Disnaker NTB, misalnya, mengajukan usul agar semua TKW yang baru pula menjalani tes HIV. Ini diskriminatif karena: kalau konteksnya luar negeri maka semua penduduk NTB yang baru pulang dari luar negeri: pelancong, bisnis, diplomat, termasuk yang menjalankan kegiatan agama, juga harus menjalani tes HIV.

Kasus-kasus HIV/AIDS pada TKW merupakan kelemahan penanganan dalam menyiapkan bekal bagi TKW. Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDSNasional (KPAN), Nafsiah Mboi, mengatakan perlindungan terhadap, terutama terkait dengan HIV/AIDS harus dibenahi. TKI dianggap sangat rawan terkena penyakit itu (Pelayanan HIV/Aids untuk TKI Harus Dibenahi, TEMPO Interaktif, 16/3-2011).

Maka, hasil tes positif terhadap TKW yang (baru) pulang dari luar negeri perlu dipertanyakan: Apakah TKW tersebut menjalani tes HIV, sesuai dengan stardar tesHIV yanb baku, ketika hendak berangkat ke luar negeri?

Kalau jawabannya TIDAK, maka ada kemungkinan ketika berangkat ke luar negeri TKW itu sudah mengidap HIV. Bisa saja tes HIV yang dilakukan ketika masa jendela (TKW tertular HIV di bwah tiga bulan). Menurut Nafsiah, “ …. belum adanya peraturan yang mengharuskan TKI yang akan bekerja ke luar negeri untuk diperiksa apakah terkena HIV/Aids atau tidak.”

Memang, tidak ada kewajiban tes HIV bagi calon TKW karena mewajibkan tes HIV merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia (HAM). Tapi, bisa disiasati melalaui kegiatna konseling (bimbingan).

Semua calon TKI, terutama TKW, dikonseling. Dari hasil konseling bisa diketahui perilaku calon TKI: berisiko atau tidak berisiko. Bagi yang berisiko dianjurkan untuk menjalani tes HIV, sedangkan yang tidak berisiko juga dikonseling agar mereka menjaga perilakunya tetap tidak berisiko (Lihat Gambar).

Konseling untuk TKI/TKW terkait Perilaku Berisiko Tertular HIV

Data KPAN menunjukkan tahun 2010 dilaporkan 145 TKI yang tertular HIV. Tapi, persoalannya adalah: Apakah mereka tertular ketika bekerja di luar negeri atau sudah mengidap HIV ketika berangkat ke luar negeri?

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, mengatakan: “ …. pemerintah masih terus membenahi pelayanan kesehatan untuk TKI.” Ini ironis. Selama pembenahan jumlah TKW yang tertular HIV terus bertambah, terutama TKW yang diperkosa atau bentuk-bentuk hubungan seksual lain.

Disebutkan: “BNP2TKI memiliki 400 instruktur untuk untuk melatih TKI yang tersebar di berbagai daerah. mereka juga dilatih soal perlindungan tenaga kerja, salah satunya mengenai HIV/AIDS.”

Lagi-lagi perlu dipertanyakan: Pelatihan seperti apa yang disampaikan instruktur BNP2TKI kepada calon TKW?

Yang dikhawatirkan adalah informasi HIV/AIDS yang disampaikan tidak akurat sehingga TKI tidak mengetahui cara-cara melindungi diri yang konkret agar tidak tertular HIV. Bahkan, dikhawatirkan yang disampaikan hanya jargon-jargon moral.

Seperti yang terjadi pada tentara kita yang tergabung dalam Pasukan Perdamaian PBB ke Kamboja. Tes HIV menunjukkan ada 11 tentara yang tertularHIV. Tapi, tunggu dulu. Mengapa tentara Belanda yang juga ikut tidak ada yang tertular HIV? Ya, karena tentara Belanda selain membawa bedil mereka juga dibekali kondom untuk ‘si kecil’. Sedangkan tentara kita dibelali dengan ceramah moral dan panji-panji pasukan.

Salah satu situasi yang tidak bisa dihindari TKW adalah perkosaan: Apa yang diberikan instrutuk kepada calon TKW tentang langkah awal untuk mencegah agar tidak tertular HIV jika mereka diperksosa? Risiko tertular HIV jika diperkosa terkait dengan prevalensi HIV (perbandingan antara penduduk yang HIV-positif dan HIV-negatif pada kalangan tertentu dan pada kurun waktu yang tertentu) di negara tempat TKW bekerja.

Jumhur meminta semua pihak terkait mewaspadai risiko penularan dan penyebaran HIV/AIDS di kalangan TKI. Celakanya, dalam berita tidak ada kiat yang disampaikan Jumhur cara melindungi diri pada TKW agar terhindar dari risiko tertular HIV.

Disebutkan pula: “Kultur kebebasan seks juga merasuk ke dalam kehidupan TKI baik yang bekerja di negara-negara Barat ataupun kawasan Asia Pasifik.” Ini juga bahasa moral karena tidak ada kaitan langsung antara ‘kebebasan seks’ dan penularan HIV. Penularan HIV terjadi bukan karena ‘kebebasan seks’, tapi karena laki-laki tidak memakai kondom ketika sanggama.

Untuk itulah TKI harus dibekali dengan cara-cara pencegahan HIV yang konkret dan memberikan penjelasan tentang prevalensi HIV di negara tujuan TKI. Prevalensi itu penting sebagai gambaran risiko tertular HIV. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun