Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Merauke, Papua: Penanggulangan Tanpa Langkah yang Konkret

24 Juli 2011   01:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:26 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

* Revisi Perda akan sia-sia jika tidak ada pasal penanggulangan yang konkret.

Kepanikan menghadapi penyebaran IMS (infeksi menular seksual, seperti sifilis, GO, virus hepatitis B, klamidia, dll.) dan HIV/AIDS membuat kalang-kabut. Ini terjadi di Kab Merauke, Prov Papua. Dikabarkan enam bulan terakhir angka IMS di kalangan pekerja seks komersial (PSK) mencapai 6,65 persen. Tahun 2010 angkanya dua persen lebih (Ngeseks Tak Gunakan Kondom Akan Disanksi, www.jpnn.com, 24/7-2011).

Kasus kumulatif HIV/AIDS pun dikabarkan terus terdeteksi. Data di Dinas Kesehatan Kab Merauke menunjukan  kasus kumulatif HIV/AIDS mulai tahun 1992 sampai Juni 2011 sebanyak 1.315. Enam bulan terakhir ini saja terdeteksi 58 kasus HIV/AIDS.

Sejak awal epidemi HIV/AIDS di Indonesia kalangan ahli sudah memberikan ’lampu kuning’, tapi pemerintah, ketika itu Menkes, justru menampik HIV/AIDS akan masuk ke Indonesia karena masyarakat Indonesia berbudaya dan beragama. Tapi, apa yang terjadi sekarang? Kasus demi kasus terdeteksi. Bahkan, penyebaran HIV sudah masuk ke kamar tidur yang ditandai dengan kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga dan anak-anak yang mereka lahirkan.

Semula pemerintah melirik Thailand yang berhasil menekan laju insiden infeksi HIV baru pada laki-laki dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran dan rumah bordir. Program di Thailand dikenal sebagai ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki ’hidung belang’ di lokalisasi pelacuran.

Maka, daerah pun berlomba-lomba membuat peraturan daerah (Perda) penanggulangan HIV/AIDS dengan mengacu ke program di Thailand. Perda pertama lahir di Kab Nabire (Januari 2003). Sampai sekarang sudah ada 49 perda mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Tapi, semua perda itu hanya ’macan kertas’ karena tidak menyentuh akar persoalan.

Celakanya, program Thailand hanya ’dicangkok’ dan itu pun hanya ekor. Soalnya, program penanggulangan HIV/AIDS di Thailand dilakukan dengan skala nasional melalui lima program yang dijalankan secara simultan. Kondom adalah program terakhir, maka perda-perda AIDS di Indonesia mengekor ke ekor program.

Program ’wajib kondom 100 persen’ berhasil di Thailand karena ada mekanisme yang konkret. Pelacuran dilokalisir dan germo atau mucikari diberikan izin usaha sebagai bentuk badan hukum sehingga mereka harus tunduk pada UU. Program wajib mereka jalankan dengan sanksi hukum.

Secara rutin PSK menjalani tes IMS. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS, maka germo diberikan sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha. Nah, di Merauke yang diberikan sanksi hukum hanya PSK (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/13/sanksi-yang-diskriminatif-terhadap-pelanggar-perda-aids-merauke/).

Pemkab Merauke dan KPA Kab Merauke tidak menyadari PSK itu mengidap IMS karena ditularkan laki-laki lokal, asli atau pendatang. Nah, biar pun PSK itu dipenjara laki-laki yang menularkan IMS dan yang tertular IMS, bahkan bisa saja sekaligus dengan HIV kalau PSK tsb. mengidap HIV tetap menjadi mata rantai penyebaran HIV (Lihat: http://regional.kompasiana.com/2011/05/31/aids-di-merauke-papua-psk-digiring-ke-bui-pelanggan-suami-menyebarkan-hiv-ke-istri/).

Kab Merauke sudah menerbitkan Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang Penanggulangan dan Penanganan HIV-AIDS di Kabupaten Merauke. Tapi, karena hanya mengekor ke ekor program Thailand maka perda ini tidak berguna karena tidak ada pasal yang konkret untuk menerapkan pemakaian kondom secara konkret (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/15/perda-aids-merauke-hanya-%E2%80%98menembak%E2%80%99-psk/).

Salah satu faktor keberhasilan Thailand adalah ada lokalisasi pelacuran sehingga bisa ’dipegang’. Sedangkan di Merauke tidak ada lokalisasi yang diatur berdasarkan regulasi resmi. Akibatnya, pelacuran terjadi di sembarang tempat sehingga tidak terjangkau hukum.

Sekretaris KPA Kab Merauke, Heni Astuti Suparman, yang juga anggota Komisi A DPRD Merauke, mengatakan perda tsb. akan direvisi. Tapi, kalau revisi tetap tidak memberikan langkah-langkah penanggulangan yang konkret maka hasilnya tetap saja NOL BESAR!

Masih menurut Heni, revisi atas Perda tersebut perlu dilakukan segera karena tidak memberi efek jera bagi pelanggarnya. Karenanya kata dia, dalam revisi Perda perlu pengaturan sanksi, bukan hanya mucikari, PSK, tapi juga pelanggan yang tidak menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Heni lupa biar pun semua PSK ditangkap dan dimasukkan ke penjara akan muncul puluhan bahkan ratusan PSK ’baru’. Selain itu laki-laki yang menularkan IMS dan HIV kepada PSK akan terus menjadi mata rantai penyebaran HIV tanpa disadarinya.

Lagi pula, bisa saja penduduk Merauke melakukan hubungan seskual yang tidak aman di luar Merauke. Mereka yang tertular di luar Merauke akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Merauke.

Dikabarkan: ” .... PSK dan pramuria mengaku menggunakan kondom 100 persen sementara hasil pemeriksaan menunjukan peningkatan.” Apakah PSK dan pramuria di Merauke memang memakai kondom perempuan?

Terkait dengan kepatuhan laki-laki ’hidung belang’ memakai kondom tergantung kepada germo karena laki-laki akan memakai tangan germo untuk memaksa PSK meladeni mereka tanpa kondom. Posisi tawar PSK sangat lemah. Itulah sebabnya Thailand ’menembak’ germo bukan PSK seperti di Merauke.

Laki-laki ’hidung belang’ di Merauke lenggang kangkung karena tidak dijerat pidana. Sebaliknya, PSK masuk bui padahal mereka ditulari laki-laki (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2011/05/08/perda-aids-kab-merauke-laki-laki-tidak-pakai-kondom-%E2%80%98lolos%E2%80%99-dari-sanksi-pidana/).

Jika perda akan direvisi yang perlu diperhatikan adalah:

(a) Harus ada regulasi untuk melokalisir pelacuran dengan memberikan izin usaha bagi germo atau mucikar agar program bisa dijalankan dengan konkret.

(b) Harus ada mekanisme yang konkret terkait pemantauan kepatuhan PSK memaksa laki-laki pelanggannya memakai kondom dan tidak boleh tidak diskriminatif.

(c) Harus ada pasal yang melarang penduduk lokal, asli atau pendatang, melakukan perilaku berisiko tertular HIV di wilayah Kab Merauke, di luar wilayah Kab Merauke dan di luar negeri.

(d) Harus ada pasal yang mewajibkan penduduk lokal, asli atau pendatang, melakukan tes HV bagi yang pernah atau sering melakukan perilaku berisiko tertular HIV di wilayah Kab Merauke, di luar wilayah Kab Merauke dan di luar negeri.

Mereka yang memenuhi (d) adalah:

(1). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti di wilayah Kab Merauke, di luar wilayah Kab Merauke dan di luar negeri.

(2). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek pemijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG;, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai di wilayah Kab Merauke, di luar wilayah Kab Merauke dan di luar negeri.

Jika perda hasil revisi tidak mencantumkan pasal-pasal yang konkret, maka perda itu tidak akan berguna. Maka, penyebaran HIV pun akan tersus terjadi. Pemkab tinggal menunggu masa ’panen’ AIDS. ***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun