Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Makassar, Sulsel: Tempat Hiburan Malam di ‘jalan vagina raya’ Jadi ‘Sarang AIDS’

5 Juni 2011   02:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:51 1000
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemahaman wartawan yang tidak komprehensif terkait dengan HIV/AIDS sebagai fakta medis memunculkan sensasi dalam berita. Lihatlah judul berita ini: ‘Nusantara’ Sarang HIV. Jumlah Penderita HIV/AIDS Meningkat Drastis (Harian ”Ujung Pandang Ekspres”, 9/5-2011).

’Nusantara’ yang dimaksud adalah nama sebuah jalan di sepanjang Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar yang sudah dikenal luas sebagai tempat hiburan malam di Kota Anging Mamiri itu. Di sana ada bar, rertoran, panti pijat dan karaoke. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian ada kelakar yang menyebutkan Jalan Nusantara sebagai ’jalan vagina raya’.

Disebutkan: ”Kawasan itu diduga salah satu ‘sarang’ penyebaran penyakit yang belum ada obatnya itu.” Pernyataan ini mengandung sensasi sehingga mengaburkan fakta.

Pertama, HIV sebagai virus tidak bersarang di satu tempat atau lokasi. HIV ada di dalam darah orang-orang yang mengidap HIV, baik yang sudah terdeteksi maupun yang tidak terdeteksi.

Kedua, yang menyebarkan HIV kepada pekerja seks komersial (PSK) di tempat-tempat hiburan itu adalah laki-laki ’hidung belang’ yang dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, pria idalam lain (PIL), ’kumpul kebo’, ’suami simpanan’, lajang, duda atau remaja.

Ketiga, PSK yang tertular HIV kemudian menularkan HIV kepada laki-laki ’hidung belang’ yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom. Laki-laki ini pun dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, pria idalam lain (PIL), ’kumpul kebo’, ’suami simpanan’, lajang, duda atau remaja.

Keempat, laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK di Jalan Nusantara dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK di Jalan Nusantara menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat secara horizontal, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kelima, karena AIDS bukan penyakit maka jelas tidak ada obatnya. Tapi, terkait dengan HIV/AIDS ada obat antiretroviral (ARV) untuk menekan laju perkembangan HIV di dalam darah. Lagi pula ada penyakit yang tidak ada obatnya (demam berdarah), ada pula penyakit yang ada obatnya tapi tidak bisa disembuhkan (darah tinggi dan diabetes).

Jalan Nusantara kemudian dikenal sebagai simbol ‘bisnis syahwat’. Celakanya, kawasan ini tidak diatur (regulasi) sebagai lokasi pelacuran. Kondisi ini membuat penanganan terkait dengan kesehatan masyarakat tidak bisa dilakukan.

Jika Pemkot Makassar melihat kawasan itu sebagai bagian dari kesehatan masyarakat, maka harus ada intervensi yang konkret yaitu upaya memutus mata rantai penyebaran IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dari seseorang yang mengidap IMS kepada orang lain, seperti sifilis, GO, klamidia, hepatitis B, dll.) dan HIV dari laki-laki ke PSK dan sebaliknya.

Soalnya, laki-laki ’hidung belang’ menjadi jembatan penyebaran IMS dan HIV dari masyarakat ke PSK dan sebaliknya. Untuk itulah diperlukan intervensi yaitu program ’wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual dengan PSK di kawasan itu.

Intervensi harus dengan cara-cara pemantauan yang konkret. Pemilik usaha hiburan malam yang menyediakan PSK diberikan izin usaha. Secara rutin PSK menjalan tes IMS. Kalau ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka pemilik usaha diberikan sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha. Bisa juga ditambah dengan hukuman badan berupa kurungan dan denda. Cara ini sudah menunjukkan hasil di Thailand yaitu menurunkan insiden infeksi HIV baru di kalangan laki-laki dewasa.

Program ’wajib kondom 100 persen’ kian penting karena tempat-tempat yang menyediakan PSK di Jalan Nusantara mendorong penyebaran IMS dan HIV/AIDS. Data Pemkot Makassar menunjukkan dalam kurun waktu enam tahun terakhir kasus kumulatif HIV/AIDS di Sulsel mencapai 3.707, dari jumlah ini yang terdeteksi di Kota Makassar 3.233.

Menjadikan Jalan Nusantara sebagai lokasi pelacuran bukan me-LEGAL-kan pelacuran, tapi membuat REGULASI artinya mengatur agar penyebaran IMS dan HIV bisa ditanggulangi. Soalnya, penyebaran HIV/AIDS di Sulsel didorong oleh praktek pelacuran yang melibatkan PSK tidak langsung, seperti ‘cewek bar’, ‘cewek disko’, ‘anak sekolah’, ‘mahasiswi’, ‘cewek SPG’,‘perempuan pemijat’ ‘cewek pemandu karaoke’, ‘ibu-ibu rumah tangga’, selingkuhan, WIL, dll. (Lihat: http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/18/aids-di-sulawesi-selatan-didorong-psk-tidak-langsung/).

Jika Jalan Nusantara ditetapkan sebagai lokasi pelacuran, maka kalau ada praktek pelacuran di tempat lain, seperti rumah kos, apartemen, losmen, hotel melati dan hotel terbintang maka pengelola atau manajer di tempat itu diancam dengan sanksi denda yang besar dan pidana kurungan yang lama. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun