Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Kota 'Rambutan' Binjai, Sumut: Menghitung Kasus dengan ’Rumus Telanjang’

16 Mei 2011   22:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:34 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemahaman yang tidak akurat terhadap HIV/AIDS menimbulkan banyak masalah, yang pada gilirannya mengaburkan makna fakta medis terkait HIV/AIDS. Lihatlah yang terjadi di Kota Binjai, Sumut, ini: Dirut RSU Djoelham Binjai, Drg Susyanto: “Iya, di Binjai ada 12 orang yang terjangkit dan menurut perhitungan WHO, dari satu orang yang terjangkit, ada 100 orang yang tersembunyi atau terjangkit tetapi tidak diketahui keberadaannya. Sementara, di Kota Binjai ada 12 orang, berarti yang tersembunyi saat ini ada sekitar 1.200 orang.”(Di Binjai, 12 Orang Terjangkit HIV/AIDS, Harian ”Sumut Pos”, 11/05-2011).

’Rumus’ tsb. hanya untuk keperluan epidemiologi, seperti untuk merancang program, dll. sehingga tidak bisa dipakai secara langsung. Lagi pula harus ada beberapa faktor, misalnya: tingkat pelauran tinggi, penggunaan kondom rendah, dll. Kalau rumus ini dipakai tentulah sudah 3 miliar penduduk Bumi yang mengidap HIV/AIDS. Ini tidak masuk akal.

Memang, epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi yaitu 12 (puncak gunung es yang menyembul ke permuakaan air laut) hanya bagian kecil dari kasus yang ada di masyarakat (bongkahan es di bawah permukaan air laut). Tapi, tidak ada rumus yang bisa menghitung jumlah kasus di masyarakat berdasarkan kasus yang terdeteksi.(Lihat Gambar)

[caption id="attachment_108498" align="aligncenter" width="428" caption="Fenomena Gunung Es pada Epidemi HIV"][/caption] Dikabarkan: ”Untuk mencari atau mendata orang yang telah terjangkit virus mematikan ini. Maka, Pemko Binjai menyarankan kepada masyarakat untuk memeriksakan diri.” Ini anjuran yang naif karena sudah menyamaratakan perilaku semua orang. Persoalan besar di Indonesia adalah tidak ada mekanisme yang bisa mendeteksi HIV di masyarakat secara sistematis.

Lagi pula, tidak semua penduduk Kota Binjai harus menjalani tes HIV. Lalu, siapa, sih, penduduk Kota Binjai yang dianjurkan menjalani tes HIV?

Yang dianjurkan untuk tes HIVadalah penduduk dewasa yang perilakunya berisiko, yaitu:

(a). Laki-laki dan perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti.

(b). Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung (PSK di jalanan, cafe, pub, tempat hiburan, panti pijat, lokasi dan lokalisasi pelacuran, losmen, hotel melati dan hotel berbintang) dan PSK tidak langsung (’anak sekolah’, ’mahasiswi’, ’cewek SPG’, ’cewek pemijat’, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’ABG;, dll.), serta perempuan pelaku kawin-cerai.

Maka, yang perlu dipertanyakan adalah: Apakah Pemkot Binjai bisa menjamin tidak ada penduduknya yang melakukan perilaku berisiko a atau b atau dua-duanya sekaligus?

Kalau jawabannya BISA, maka tidakada penyebaran HIV dengan faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual.

Tapi, kalau jawabannya TIDAK BISA, maka ada persoalan besar yang dihadapi Pemkot Binjai yaitu penyebaran HIV melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah di masyarakat. Di utara Kota Binjai arah ke Aceh ada ’lokasi’ pelacuran yaitu di Besitang. Tahun 2006 dikabarkan ada PSK di sana yang terdeteksi HIV/AIDS (PSK Di Besitang Terjangkit HIV Positif, Harian "Waspada", Medan, 15 Juni 2006).

Jika ada laki-laki penduduk Kota Binjai yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di Besitang atau daerah lain maka mereka berisiko tertular HIV. Celakanya, tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik orang-orang yang sudah tertular HIV sebelum masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV).

Tapi, biar pun tidak ada tanda yang khas AIDS orang-orang yang sudah mengidap HIV sudah bisa menularkan HIV kepada orang lain tanpa mereka sadari.

Jika Pemkot Binjai tidak melakukan langkah konkret dalam menanggulangi HIV/AIDS, maka penyebaran HIV akan terus terjadi. Kasus-kasus yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun