Penyebaran HIV/AIDS masih saja dikaitkan-kaitkan secara langsung dengan pekerja seks komersial (PSK). Coba simak pernyataan terkait dengan penyebaran HIV/AIDS di Kota Pontianak, Prov Kalimantan Barat (Kalbar) ini: “ …. Dinkes menyatakan bahwa kaum perempuan terutama pekerja seksual komersil penyebar tertinggi.” (Gay dan Waria Merebak. Faktor Besar Tertular HIV, www.pontianakpost.com,21/4-2011).
Pernyataan itu tidak akurat karena PSK sifatnya statis artinya diam di tempat menunggu laki-laki ‘hidung belang’. Selain itu ada fakta yang luput dari perhatian.
Pertama, ada kemungkinan yang menularkan HIV kepada PSK yang beroperasi di Kota Pontianak justru laki-laki penduduk lokal Kota Pontianak, asli atau pendatang. Dalam kehidupan sehari-hari mereka bisa sebagai suami, lajang, duda, atau remaja yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, petani, nelayan, copet, rampok, preman, mahasiswa, pelajar, dll. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat. Semau terjadi tanpa mereka sadari karena orang-orang yang sudah tertular HIV tidak menunjukkan gejala yang khas AIDS pada fisiknya sebelum masa AIDS (antara 5 dan 15 tahun setelah tertular).
Kedua, ada kemungkinan PSK yang beroperasi di Kota Pontianak sudah mengidap HIV. Maka, kalau da laki-laki penduduk lokal Kota Pontianak, asli atau pendatang, yang melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom maka berisiko tertularHIV. Laki-laki yang tertular HIV dari PSK dalam kehidupan sehari-hari mereka bisa sebagai suami, lajang, duda, atau remaja yang bekerja sebagai pegawai, karyawan, petani, nelayan, copet, rampok, preman, mahasiswa, pelajar, dll. Mereka inilah pun menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat. Semau terjadi tanpa mereka sadari karena orang-orang yang sudah tertular HIV tidak menunjukkan gejala yang khas AIDS pada fisiknya sebelum masa AIDS (antara 5 dan 15 tahun setelah tertular).
Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Pontianak adalah 760HIV dan 515 AIDS terdeteksi pada perempuan, sedangkan pada laki-laki terdeteksi 2.109 HIV dan 925 AIDS.
Menurut keterangan Sekretaris eks Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Dinas Kesehatan Kota Pontianak, Padmi J. Chendramidi, faktor risiko tertinggi penularan HIV AIDS adalah jarum suntik pada pengguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya). Selain itu disebutkan pula karena ‘makin merebaknya gay dan waria’.
Disebutkan: ”Angka gay dan waria sekarang juga semakin bertambah. Mereka juga bisa menjadi salah satu faktor yang beresiko tinggi.”
Sayang, Padmi mengabaikan ‘konsumen’ waria yaitu laki-laki heteroseksual dan biseksual yang dalam kehidupan sehari-hari sebagai suami, lajang, duda atau remaja. Justru mereka inilah yang menjadi jembatan penyebaran HIV dari masyarakat ke waria dan sebaliknya. Sedangkan laki-laki gay sangat eksklusif karena mereka melakukan hubungan seks anal dengan pasangan sendiri.
Disebutkan pula: “Belum lagi banyaknya hotel, kos-kosan, penginapan yang menjadi lokasi untuk menularkan virus mematikan tersebut.” Penyebaran HIV tidak hanya di hotel dan kos-kosan tapi di sembarang tempat yang terjadi praktek hubungan seksual yang tidak aman atau yang berisiko yaitu dilakukan tanpa kondom dengan pasangan yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK dan waria.
Padmi mengatakan: “Hotel terkadang kan tidak bisa di intervensi. …. “ Yang perlu diintervesi adalah perilaku laki-laki ‘hidung belang’ yaitu dengan mewajibkan mereka selalu memakai kondom jika melakukan hubungan seksual yang berisiko. Sayang, Perda Prov Kalbar No. 2 Tanggal 15 Juni 2009 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi Kalimantan Barat tidak bisa diandalkan karena tidak menyentuh akar persoalan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/24/menakar-kerja-perda-aids-provinsi-kalimantan-barat/).
Tanpa intervensi yang konkret, terutama terhadap perilaku laki-laki ‘hidung belang’, maka penyebaran HIV/AIDS di Kota Pontianak akan terus terjadi. Kasus-kasus HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga merupakan bukti terkait dengan penyebaran HIV yang dilakukan laki-laki.
Maka, kendala ada di tangan Pemkot Pontianak. Membiarkan penyebaran terus terjadi atau menjalankan penanggulangan dengan cara-cara yang konkret. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H