“Kota Bitung, Sulawesi Utara rawan HIV/AIDS seiring peningkatan penderita orang dengan HIV-AIDS (ODHA) di kota tersebut. Salah satu faktor pendukung peningkatan jumlah ODHA ini adalah menjamurnya lokasi hiburan malam.” (Hiburan Malam Menjamur, Bitung Rawan AIDS. Mayoritas penderita ini adalah pekerja seks komersial atau PSK, VIVAnews, 18/11-2011)
Judul dan lead berita VIVAnews ini menunjukkan pemahaman wartawan yang sangat rendah terhadap HIV/AIDS sebagai fakta medis.
Pertama, disebutkan ‘Kota Bitung, Sulawesi Utara rawan HIV/AIDS’. Tidak ata daerah atau kota yang rawan terhadap HIV/AIDS karena HIV tidak terdapat dalam udara dan air. Kerawanan terhadap penularan HIV tergantung pada perilaku seksual orang per orang.
Kedua, disebutkan kerawanan Bitung terkait dengan HIV/AIDS karena peningkatan kasus HIV/AIDS. Kasus HIV/AIDS akan terus bertambah karena cara pelaporan kasus di Indonesia dilakukan secara kumulatif. Artinya, kasus baru ditambah kasus lama. Begitu seterusnya. Lagi pula biar pun banyak kasus kalau penduduk tidak melakukan perilaku berisiko tertular HIV maka tidak ada penyebaran HIV di Bitung.
Ketiga, pada judul berita disebutkan ‘Mayoritas penderita ini adalah pekerja seks komersial atau PSK’. Ada fakta yang luput dari perhatian wartawan yang menulis berita ini terkait dengan data tsb., yaitu:
(a) yang menularkan HIV kepada PSK adalah laki-laki dewasa penduduk Bitung, asli atau pendatang,
(b) ada pula laki-laki dewasa penduduk Bitung, asli atau pendatang, yang tertular HIV dari PSK.
Maka, laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV di Kota Bitung, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Dikabarkan kasus kumulatif HIV/AIDS di Kota Bitung per November 2011 mencapai 218.
Menurut Ketua Himpunan Masyarakat Peduli AIDS (HUMPAD), Jody Mamangkey, mayoritas penderita ini adalah pekerja seks komersial atau PSK. Pernyataan ini tidak dikaitkan dengan epidemi HIV di Kota Bitung yaitu laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK dan yang tertular HIV dari PSK.
Maka, pernyataan Jody itu merupakan bentuk penyangkalan dan mencari ‘kambing hitam’. Jody mengabaikan perilaku laki-laki dewasa penduduk Ktoa Bitung dan menyalahkan PSK.
Disebutkan: “Jumlah ODHA terus bertambah meski pihaknya sudah melakukan berbagai upaya pencegahan penularan dan pengawasan, termasuk pemberian obat-obatan gratis untuk ODHA.”
Karena pelaporan dengan cara kumulatif maka jumlah kasus HIV/AIDS (Odha) yang dilaporkan tidak akan pernah turun. Laporan kasus akan terus bertambah. Lagi pula kasus-kasus baru yang terdeteksi sudah terjadi jauh sebelum pemberian obat-obatan.
Disebutkan pula: “Penularan HIV/AIDS ini pun didukung dengan menjamurnya tempat hiburan yang tak jelas dan tak berizin.” Penularan HIV tidak ada kaitannya dengan tempat hiburan yang berizin atau tidak berizin karena tergantung pada hubungan seksual yang terjadi. Jika dilakukan tanpa kondom, maka ada risiko penularan.
Lagi pula yang ‘membawa’ HIV ke PSK adalah laki-laki dan yang ‘mendapat’ HIV dari PSK juga laki-laki. Maka, laki-laki inilah yang menyebarkan HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.
Selama penanggulangan HIV/AIDS di Kota Bitung bertumpu pada pijakan moral, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi. Pemkot Bitung tinggal menunggu ‘panen AIDS’ karena kasus-kasus yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS. ***[Syaiful W. Harahap]***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H