Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AIDS di Kab Tabanan, Bali, Setiap Bulan 20 Orang Tertular HIV

4 Mei 2011   00:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:06 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Salah satu persoalan besar yang dihadapi dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah tidak bisa diketahui kapan atau apakah seseorang sudah tertular HIV. Tapi, lain dengan di Tabanan, Bali. Ternyata di sana dikabarkan setiap bulan 20 orang terjangkit (tertular) HIV/AIDS (Penderita HIV/AIDS di Tabanan Sebulan, 20 Orang Terjangkit, Bali Post, 3/5-2011).

Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kab Tabanan, dr Ketut Sumiarta, ” .... dalam sebulan terakhir ada 20 orang dinyatakan mengidap penyakit mematikan tersebut.” Kasus HIV/AIDS pada 20 orang tsb. bukan karena ’dinyatakan’ tapi karena hasil tes HIV mereka reaktif. Hasil ini kemudian didiagnosis dikaitkan dengan perilaku, dll. maka disebut sebagai HIV-positif.

Maka, yang terjadi di Tabanan adalah ’dalam sebulan terakhir terdeteksi 20 kasusHIV/AIDS’. Tidak bisa dipastikan bahwa mereka tertular HIV pada ’sebulan terakhir’ karena tes HIV dengan reagent ELISA hasil yang akurat baru bisa terjadi jika darah yang dites sudah tertular HIV tiga bulan sebelumnya. Kalau ada di antara 20 kasus itu terdeteksi HIV tapi mereka sudah masuk pada masa AIDS, ditandai dengan penyakit-penyakit infeksi oportunistik seperti diare, ruam, sariawan, jamur, TB, dll. maka mereka sudah tertular HIV antara 5 dan 15 tahun sebelum tes (Lihat Gambar 1).

[caption id="attachment_105999" align="aligncenter" width="417" caption="Gambar 1. Masa Jendela dan Masa AIDS"][/caption]

Jika disimak judul berita ini ada kemungkinan wartawan tidak memahami pernyataan dr Sumiarta. Salah tafsir itu kian kental karena ada kemungkinan dr Sumiarta pun tidak menjelaskannya dengan komprehensif. Celakanya, judul berita itu jadi ngawur karena tidak bisa dipastikan kapan seseorang tertular HIV.

Disebutkan pula: ”Jumlah ini diyakini masih terus bertambah. Sebab, penyebarannya sulit dideteksi.” Kondisi ini terjadi karena banyak orang yang tidak menyadari dirinya sudah tertular HIV karena tidak ada tanda-tanda yang khas AIDS pada fisik mereka sebelum masa AIDS. Keadaan kian runyam karena informasi tentang HIV/AIDS selama ini tidak akurat. Bahkan, dalam Perda AIDS Prov Bali pun tidak ada pasal-pasal yang konkret terkait dengan cara penularan dan pencegahan HIV (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/30/menguji-perda-aids-bali/).

Dikabarkan: ”Apalagi, mereka yang positif HIV/AIDS hanya bisa diketahui dari pemeriksaan di klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) milik pemkab.” Ini menyesatkan karena tes HIV bisa dilakukan di mana saja asal tersedia reagent, seperti ELISA. Klinik VCT disosialisasikan karena dilengkapi dengan konselor dan biayanya gratis. Biaya tes HIV didanai oleh donor asing. Jika kelak donor asing hengkang maka Pemkab Tabanan tentu akan kelabakan mendanai klinik VCT. Akibatnya, upaya untuk mendeteksi HIV/AIDS di masyarakat pun terbengkalai. Sampai bulan Maret jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di Tabanan mencapai 162.

Kasus HIV/AIDS terdeteksi di Tabanan tahun 2008. Ketika itu 57 pekerja seks komersial (PSK) di Terminal Pesiapan menjalani survailans tes HIV. Hasilnya, 14 terdeteksi HIV/AIDS. Maka, menurut dr Sumiarta: ''Sejak itu jumlah penderita terus bertambah. Setiap bulan rata-rata 1 - 5 orang terdeteksi ....”

Ada yang luput dari perhatian terkait dengan data di atas.

Pertama, ada kemungkinan PSK yang terdeteksi HIV di Tabanan itu ditulari oleh laki-laki ’hidung belang’ penduduk lokal, asli atau pendatang. Kemudian ada pula laki-laki ’hidung belang’ yang tertular HIV dari PSK yang tertular tadi. Nah, Laki-laki ’hidung belang’ yang menularkan HIV kepada PSK dan yang tertular HIV dari PSK dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai seorang suami, pacar, selingkuhan, duda atau remaja. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kedua, ada kemungkinan PSK yang terdeteksi HIV itu sudah mengidap HIV ketika tiba di Tabanan. Lalu, laki-laki ’hidung belang’ penduduk lokal, asli atau pandatang, ada yang tertular HIV dari PSK tsb. karena tidak memakai kondom. Laki-laki pun kemudian menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Kalau saja Perda AIDS Prov Bali tidak dibuat dengan semangat moral tentulah bisa diterapkan program ’wajib kondom 100 persen’ di lokasi pelacuran di Terminal Persiapan. Tapi,perda tsb. justru mengabaikan praktek pelacuran.

Disebutkan: ”Yang mengejutkan, penderita diketahui lebih banyak dari kaum laki-laki dari berbagai umur dan tersebar di seluruh desa di Tabanan.” Kondisi ini menjadi pemicu penyebaran HIV karena laki-laki ada yang mempunyai pasangan seks lebih dari satu. Penyebaran HIV yang dilakukan laki-laki bisa dilihat dari jumlah ibu rumah tangga yang terdeksi HIV/AIDS.

Kalau saja Pemkab Tabanan dan KPA Kab Tabanan tidak memakai kaca mata moral dalam melihat fakta di atas tentulah bisa dilakukan intervensi (dalam gambar ditunjukkan pada garis panah putus-putus) yaitu: (a) mewajibkan setiap laki-laki dewasa memakai kondom jika melakukan hubungan seksual, di dalama tau di luar nikah, dengan pasangan yang berganti-ganti di Tabanan atau di luar Tabanan; (b) mewajibkan laki-laki yang pernah atau sering melakukan poin (a) untuk memakai kondom jika sanggama dengan istrinya, dan (c) melakukan pencegahan dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya (Lihat Gambar 2).

[caption id="attachment_106000" align="aligncenter" width="454" caption="Gambar 2. Intervensi Pencegahan HIV di Kab Tabanan, Bali"][/caption]

Untuk itulah diperlukan mekanisme yang bisa mendeteksi HIV/AIDS pada perempuan hamil. Sayang, dalam Perda AIDS Prov Bali tidak ada mekanisme untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu-ibu rumah tangga.

Di bagian lain disebutkan: ”Khusus bagi pelanggan lokalisasi, diberikan program kondomisasi. Program ini difokuskan pada penggunaan kondom ketika berhubungan dengan para PSK. 'Yang kita arahkan para PSK. Selain wajib periksa kesehatan, mereka harus menawarkan kondom bagi tamunya.''

Langkah ini tidak akan berhasil karena posisi tawar PSK sangat lemah. Laki-laki ’hidung belang’ memakai tangan germo untuk memaksa PSK meladeninya.

Lagi pula bukan program kondomisasi tapi ’wajib kondom 100 persen’ bagi laki-laki. Cara ini berhasil menurunkan insiden infeksi HIV baru di kalangan dewasa melalui hubungan seksual dengan PSK di Thailand.

Tapi, tentu saja dengan mekanisme yang konkret yaitu memberikan izin usaha bagi germo atau mucikari. Secara rutin PSK menjalani tes IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dari seseorang yang mengidap IMS kepada orang lain, seperti sifilis, GO, klamidia, hepatitis B, dll.).

Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka germo diberikan sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha. Sayang, dalam Perda-perda AIDS di Bali tidak ada mekanisme untuk memantau penggunaan kondom pada hubungan seksual dengan PSK.

Maka, tidaklah mengerankan kalau kemudian kasus demi kasus terdeteksi di Tabanan. Selama Pemkab Tabanan tetap memakai moral menanggulangi AIDS, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terus terjadi. Tinggal menunggu ‘panen’ ledakan AIDS karena kasus-kasus HIV/AIDS yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan AIDS di masa yang akan datang. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun