Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Buleleng, Bali: Kafe Remang-remang Jadi ‘Kambing Hitam’

22 Maret 2011   04:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:34 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1300766404267943952

Biar pun informasi yang akurat tentang HIV/AIDS sudah tersebar luas, tapi di Kab Buleleng, Bali, ternyata mitos (anggapan yang salah) terkati AIDS masih saja beredar luas. Penyebaran HIV yang dipicu oleh perilaku seks orang per orang di Buleleng yang dituding adalah pekerja seks komersial (PSK) dan kafe remang-remang sebagai biang keladi penyebaran HIV.

Fakta tentang PSK yang terdeteksi mengidap HIV sebesar 20 persen dari 1.000 PSK di sana ternyata tidak dibawa ke realitas sosial terkait epidemi HIV. Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Buleleng, Made Arga Pynatih, mengatakan:  “ …. jumlah PSK di Buleleng tercatat hingga 1.000 orang. Dari jumlah itu, 20 persen atau sekitar 200 orang terjangkit HIV/AIDS (20 Persen PSK di Buleleng Terjangkit HIV/AIDS. Kafe Remang-remang Menjamur, Bali Post, 22/3-2011).

Jumlah PSK yang terdeteksi HIV yaitu 200 merupakan ancaman besar terhadap laki-laki dewasa yang menjadi pelanggan PSK. Andaikan setiap malam seorang PSK meladeni tiga laki-laki, maka setiap malam ada 600 laki-laki dewasa penduduk Buleleng atau pendatang yang berisiko tertular HIV jika melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom.

Tapi, ada dua fakta yang luput dari perhatian KPA Buleleng terkait dengan PSK yang terdeteksi HIV.

(1) Ada kemungkinan 200 PSK yang terdeteksi HIV itu tertular dari laki-laki ‘hding belang’ penduduk lokal, asli atau pendatang, lalu ada pula laki-laki ‘hidung belang’ yang tertular HIV dari PSK. Merekan ini bisa saja sebagai suami, pacar, lajang remaja, dll. yang menjadi ata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk.

(2) Ada kemungkinan 200 PSK yang terdeteksi HIV itu sudah mengidap HIV ketika ‘beroperasi’ di Buleleng. Lalu, laki-laki ‘hidung belang’ yang melakukan hubungan seksual dengan PSK tanpa kondom berisiko tertular HIV. Merekan ini bisa saja sebagai suami, pacar, lajang remaja, dll. yang menjadi ata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk.

Menurut Arga Pynatih, masyarakat harus waspada karena 98 persen penyebaran HIV/AIDS di Buleleng disebabkan oleh hubungan seks bebas, antara lain melalui hubungan seks dengan PSK. Lagi-lagi pemakaian jargon ‘seks bebas’ yang menyesatkan. Penularan HIV melalui hubungan seksual bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas dengan PSK), tapi karena kondisi hubungan seksual (PSK mengidap HIV dan laki-laki tidak memakai kondom).

Arga Pynatih, mengatakan: “Salah satu yang dilakukan pemerintah sekarang ini menyediakan 115 ribu kondom gratis kepada pasutri (pasangan suami istri) di Buleleng.'' Ini salah satu cara intervensi karena laki-laki ‘hidung belang’ enggan memakai kondom pada hubungan seksual dengan PSK maka mereka diminta memakai kondom jika sanggama dengan istrinya (panah dengan garis putus-putus pada gambar).

[caption id="attachment_96585" align="aligncenter" width="417" caption="Penduduk Buleleng yang Menularkan HIV kepada PSK"][/caption] Camat Seririt, Putu Idayati, mengatakan wilayah Kec Seririt termasuk daerah yang rawan dengan penyebaran virus mematikan tersebut. Di Seririt ada 35 buah kafe dengan 69 pelayan. Ini juga mitos karena tidak ada kaitan lansung antara kafe dengan penyebaran HIV. Di negara-negara yang tidak ada kafe pun, seperti Arab Saudi, sudah dilaporkan 15.000 lebih kasus AIDS. Mengapa ini terjadi? Ya, laki-laki dewasa tertular HIV di luar negaranya. Maka, biar pun di Seririt banyak kafe kalau laki-laki dewasa tidak melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan pelayan kafe maka tidak ada risiko tertular HIV.

Arga Pyanatih membenarkan bahwa kafe remang-remang merupakan salah satu pemicu penyebaran HIV/AIDS. Karena disinyalir memang ada kafe remang-remang itu disalahgunakan sebagai tempat untuk melakukan transaksi seks. Yang memicu penyebaran HIV di Seririt bukan kafe, tapi laki-laki penduduk lokal yang menularkan HIV kepada palayan dan PSK serta laki-laki lokal yang tertular HIV dari pelayan atau PSK.

Ada upaya untuk mentup kafe remang-remang. Tentu saja ini tidak ada gunanya karena bisa saja laki-laki dewasa penduduk Seririt melakukan hubungan seksual di luar Seririt atau di luar negeri. Laki-laki yang tertular HIV di luar Seririt atau di luar negeri akan menjadi mata rantai penyebaran HIV di Seririt. Semua terjadi tanpa mereka sadari karena tidak ada gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik orang-orang yang sudah mengidap HIV sebelum masa AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV).

Pemkab Buleleng sendiri sudah menelurkan Perda No 5 Tahun 2007 tentang Penanggulangan HIV/AIDS, tapi sama seperti perda-perda lain di Indonesia perda ini pun bak ‘macan ompong’ karena tidak menyentuh akar persoalan (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/09/13/menyikapi-kegagalan-perda-aids-buleleng/).

Selain itu ada pula gejala baru, termasuk di Buleleng, yaitu meningkatkan penyuluhan kepada remaja. Arga Pynatih, mengatakan: "Yang kita butuhkan sekarang adalah komitmen yang tinggi dan keseriusan dalam menyelamatkan generasi muda dari ancaman virus HIV/AIDS." (Pemkab Buleleng Terus Perangi HIV/Aids, kompas.com, 14/3-2011).

Padahal, fakta menunjukkan banyak ibu-ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV. Mereka tertular dari suaminya. Selain menularkan HIV kepada istrinya ada kemungkinan suami-suami itu juga punya pasangan seks lain atau PSK sehingga penyebaran kian banyak (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/02/menyoal-sasaran-penyuluhan-aids-di-buleleng/).

Dikabarkan hampir di seluruh desa di Kec Banjar terdapat masyarakat yang terjangkit virus HIV/AIDS. "Untuk itu kami berharap para kader KPAD nantinya bisa melaksanakan tugas dengan baik serta memberikan informasi bahaya virus HIV/AIDS yang benar ke masyarakat," ujar Camat Banjar, Putu Ayu Reika Nurhaeni, SSos.

Persoalannya adalah apakah KPAD Buleleng menyampaikan cara-cara penularan dan pencegahan HIV yang konkret atau informasi AIDS tetap dibalut dengan moral sehingga masyarakat hanya menangkap mitos. Kalau ini yang terjadi maka penyebaran HIV di Buleleng tidak akan berhenti selama laki-laki dewasa tetap ada yang melakukan perilaku berisiko. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun