Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Bandar Lampung: Kampanye Program Kondom Salah Sasaran

3 Juni 2011   23:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:54 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penolakan besar-besaran terhadap sosialisasi kondom sebagai alat untuk menekan risiko penularan HIV pada hubungan seksual berisiko, al. yang dilakukan dengan pekerja seks komersial (PSK) mendorong penyebaran HIV di masyarakat. Kasus-kasus HIV/AIDS yang terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga menjadi bukti ada laki-laki beristri yang tidak memakai kondom pada hubungan seksual dengan perempuan selain istrinya.

Anggapan yang selama ini menyebutkan bahwa sosialisasi kondom akan mendorong laki-laki melacur ternyata tidak terbutki. Yang terjadi justru sebaliknya. Laki-laki ’hidung belang’ enggan memakai kondom pada hubungan seksual berisiko, terutama dengan PSK.

Upaya pemberdayaan PSK agar bisa menolak laki-laki ’hidung belang’ yang enggan memakai kondom tidak berhasil karena posisi tawar PSK sangat rendah. Hal ini diakui oleh aktivis penanggulangan HIV, M. Seila, 32, di sebuah lokalisasi pelacuran di Bandarlampung: "PSK tidak dapat berbuat apa-apa kalau konsumen enggan memakai kondom, jadi harus ada tekanan dari mucikari kepada tamu." (Kondom Belum Populer di Lokalisasi Bandarlampung, ANTARA News, 3/6-2011).

Seila benar karena pengalaman Thailand dalam menjalankan program ’wajib kondom 100 persen’ pada hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran atau rumah bordir menunjukkan yang ditekan pemerintah adalah germo atau mucikari. Yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya. PSK ditekan bahkan dikirim ke penjara oleh KPA setempat, seperti yang terjadi di Merauke, Papua.

Pemerintah Thailand memberikan izin usaha kepada germo. Secara rutin dilakukan survailans tes IMS (infeksi menular seksual, seperti GO, sifilis, hepatitis B, dll.) terhadap PSK. Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS maka germo akan diberikan sanksi mulai dari teguran sampai pencabutan izin usaha.

Menurut Seila: ’ .... mucikari sebagai pemegang kekuasaan penuh di lokalisasi." Maka, pemerintah bisa menekan mucikari agar memaksa setiap laki-laki ’hidung belang’ memakai kondom jika sanggama dengan PSK. Soalnya, masih menurut Seila, banyak tamu yang enggan memakai kondom ketika sanggama dengan PSK.

Dampak dari keengganan laki-laki ’hidung belang’ memakai kondom dapat dilihat dari hasil tes HIV di sebuah lokalisasi di Panjang. Enam PSK dari 20 PSK yang menjalani tes terdeteksi HIV-positif. Menurut Maya, Ketua Organisasi Pekerja Seks Indonesia (OPSI) Prov Lampung, mitra KPA dalam penanggulangan HIV/AIDS di lokalisasi pelacuran, tes itu dilakukn 3 Mei 2011.

Dikabarkan, setiap malam seorang PSK melayani empat sampai lima tamu. Celakanya, sebagian besar laki-laki ’hidung belang’ tidak memakai kondom ketika sanggama dengan PSK. Jumlah PSK di dua lokalisasi di Bandarlampung, Pantai Harapan dan Pemandangan, diperkirakan sekitar 300-an. Berati setiap malam ada 1.200 – 1.500 laki-laki penduduk Panjang dan Bandar Lampung serta kota lain yang berisiko tinggi tertular HIV.

Hasil dua kali tes HIV tahun 2011 lokalisasi pelacuran Pemandangan menunjukkan dari 140 PSK yang dites terdeteksi enam PSK yang tertular HIV.

Sayang, data tentang enam PSK yang terdeteksi HIV itu tidak dibawa ke realitas sosial sehingga tidak dilihat masyarakat sebagai persoalan besar. Ada dua kemungkinan terkait dengan kasus HIV yang terdeteksi pada PSK.

Pertama, HIV pada PSK di lokalisasi di Panjang itu ditularkan oleh laki-laki ’hidung belang’ penduduk Panjang atau Bandar Lampung, asli atau pendatang. Ini menunjukkan ada penduduk laki-laki dewasa yang mengidap HIV tapi tidak terdeteksi. Maka, laki-laki inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah tanpa kondom. Kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga menjadi bukti penyebaran HIV oleh laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK.

Kedua, PSK yang terdeteksi HIV sudah mengidap HIV ketika tiba di lokalisasi di Panjang. Maka, laki-laki dewasa penduduk Panjang dan Bandar Lampung yang melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK di lokalisasi di Panjang berisiko tertular HIV. Laki-laki yang tertular HIV dari PSK menjadi mata rantai penyebaran HIV pula di masyarkat.

Data KPA Kota Bandarlampung menunjukkan jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS sejak 2005 hingga Maret 2011 mencapai214. Angka ini tidak menggambarkan kasus riil di masyarakat karena epidemi HIV erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi (214) hanyalah bagian kecil (puncak gunung es yang muncul di atas permukaan air laut) dari kasus yang ada di masyarakat (bongkahan es yang ada di bawah permukaan air laut). (Lihat Gambar).

Kampanye penggunaan kondom di lokalisasi sudah dilakukan oleh KPA Kota Bandarlampung pada akhir 2010. Ada kesan yang tidak pas di Indonesia yaitu melokalisir pelacuran disebut sebagai melegalkan pelacuran. Kampanye kondom selalu diarahkan ke PSK, padahal kuncinya ada pada mucikari (Lihat: http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/23/%E2%80%99wajib-kondom-100-persen%E2%80%99-di-panjang-tbs-lampung/).

Tidak ada satu pun negara di dunia yang me-LEGAL-kan pelacuran, tapi membuat REGULASI (mengatur) al. dengan melokalisir pelacuran agar bisa ditangani dari aspek kesehatan masyarakat yaitu memutus mata rantai penyebaran HIV dari masyarakat ke PSK dan sebaliknya.

Maya boleh-boleh saja berharap agar penggunaan kondom 100 persen dapat diterapkan di lokalisasi untuk menekan penyebaran HIV.

Tapi, pengalaman menunjukkan jika tidak ada intervensi yang konkret program itu tidak akan jalan. Perlu ada peraturan yang menekan mucikari dengan sanksi denda, pencabutan izin usaha dan pidana agar program tsb. berjalan lancar sehingga penyebaran HIV dapat ditekan. ***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun