Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

AIDS di Bali: Potensi Penyebaran Melalui Wisatawan Nusantara dan Mancanegara

23 Mei 2011   02:41 Diperbarui: 14 Oktober 2022   17:30 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: dentistry.uic.edu)

“Sebanyak 29 warga negara asing diketahui sebagai penderita HIV/AIDS saat berada di Pulau Dewata, sehingga kehadiran mereka itu perlu diwaspadai, jangan sampai menularkan virus yang mematikan itu.” Ini lead berita dengan judul “29 WNA Penderita HIV/AIDS Berada di Bali” (ANTARA News, 21/5-2011)

Pernyataan ini lagi-lagi menyuburkan mitos (anggapan yang salah) tentang penyebaran HIV. Ini mengesankan warga negara asing (WNA) menyebarkan HIV di Bali. Pernyataan ‘virus mematikan’ juga menyesatkan karena belum ada laporan kematian karena virus (HIV). 

Yang menjadi persoalan besar dalam penyebaran HIV di Bali justru ada di (masyarakat) Bali sendiri yaitu: (a) penduduk asli Bali yang sudah mengidap HIV tapi tidak terdeteksi, (b) laki-laki dewasa Bali yang perilaku seksualnya berisiko, (c) pemakaian kondom yang rendah pada hubungan seksual berisiko, dan (d) pelacuran yang tidak dilokalisir.

Empat faktor ini mendorong penyebaran HIV di Bali. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian kasus kumulatif HIV/AIDS di Bali mencapai 4.314 yang terdiri atas 2.148 AIDS dan 2.166 HIV. Kematian tercatat 381.

Sayang, dalam berita tidak dijelaskan bagaimana 24 kasus WNA itu terdeteksi. Soalnya, bisa saja mereka justru tertular HIV di Bali, baik dari penduduk lokal, pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung, serta wisatawan nusantara dan mancanegara terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom. 

Selain itu yang lebih mengkhawatirkan adalah wisatawan nusantara dan mancanegera yang datang ke Bali tanpa status HIV yang jelas. Ini yang justru menjadi persoalan besar karena akan menjadi penyebar HIV tanpa mereka sadari.

Disebutkan 29 WNA itu berasal dari: Belanda (6), Amerika Serikat (5), Timor Leste (4), Perancis (3), Italia (3), Kanada (2), Swis (2), Australia (1), Spanyol (1), Jepang (1), dan Irlandia (1). Statusnya terdiri atas AIDS 14 (11 laki-laki dan 3 perempuan), serta HIV 15 (12 laki-laki dan 3 perempuan).

Jika dilihat dari komposisi jenis kelamin maka ada risiko besar penyebaran HIV dengan faktor risiko (mode of transmission) hubungan seksual. Jika 23 laki-laki WNA yang terdeteksi HIV/AIDS melakukan hubungan seksual tanpa kondom di Bali, di dalam dan di luar nikah, tentulah ada risiko penularan HIV. Bisa juga WNA tsb. melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK, lalu ada penduduk Bali yang berisiko tertular HIV jika sanggama tanpa kondom dengan PSK.

Maka, langkah konkret yang dilakukan adalah meningkatkan kepedulian penduduk Bali untuk melindungi diri agar tidak tertular HIV karena yang mengidap HIV bukan hanay 29 WNA tsb. Wisatawan nusantara dan manca negera yang tidak diketahui status HIV-nya juga berpotenti menyebarkan HIV.

Celakanya, sosialisasi kondom sebagai langkah konkret untuk menurunkan risiko tertular HIV melalui hubungan seksual berisiko di dalam dan di luar nikah justru ditentang oleh berbagai kalangan di Bali. Yang dipakai untuk menanggulangi penyebaran HIV di Bali adalah moral dan agama. Ini tercermin dari enam peraturan daerah (Perda) AIDS tingkat provinsi dan kabupaten di Bali.

Gelombang penyebaran HIV di Bali yang merupakan fakta medis ternyata hanya ‘dihadang’ dengan moral dan agama.

Baca juga: Gelombang Epidemi HIV/AIDS vs Perda Penanggulangan HIV/AIDS Provinsi Bali

Agaknya, Pemprov Bali tetap menutup mata terkait dengan perilaku seksual berisiko sebagian penduduk Bali , tertutama laki-laki dewasa, dengan memakai ‘topeng’ moral.

Selama penanggulangan HIV/AIDS di Bali dilakukan dengan moral dan agama, maka selama itu pula penyebaran HIV akan terjadi. Dan, Pemprov Bali tinggal menunggu ‘panen AIDS’ karena kasus-kasus yang tidak terdeteksi akan menjadi ‘bom waktu’ ledakan kasus AIDS di masa yang akan datang. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun