Lengkaplah sudah penderitaan Odha yang berjuang menghadapi virus di dalam tubuhnya dengan serangan stigma dan diskriminasi di lingkungannya.
Seorang Odha perempuan di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), berkali-kali diusir dari tempat kosnya karena dikenal sebagai 'pengantin AIDS.' Rupanya, ketika Odha itu menikah jadi headline media cetak ketika itu sehingga dikenal luas sebagai 'pengantin AIDS' karena fotonya dipampang di halaman depan media cetak.
Baca juga: Berkali-kali Diusir dari Tempat Kos Karena Dikenal Sebagai "Pengantin AIDS" di Kota Makassar (Kompasiana, 9 Desember 2010)
Sedangkan di Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Jabar), ada dua Odha perempuan yang juga jadi korban stigma dan diskriminasi. Bahkan, salah satunya sampai hendak dibawa ke liang lahat masih mengalami diskriminasi.
Baca juga: Derita Panjang Seorang Odha di Karawang Sebelum Hembuskan Napas Terakhir (Kompasiana, 2 Desember 2010)
Yang satu lagi terpaksa pindah dari satu desa ke desa lain bersama orang tua dan saudara-saudaranya karena tidak mendapat tempat di lingkungannya. Deritanya dan keluarga baru berhenti setelah perempuan itu kembali menghadap YMK.
Baca juga: Media Massa Menceraiberaikan Keluarga Kartam di Karawang* (Kompasiana, 8 Desember 2010)
Itu hanya segelintir dampak dari pengaitan infeksi HIV dengan norma, moral dan agama. Padahal, seperti sering disampaikan (Alm) dr Kartono Mohamad, pernah jadi ketua PB IDI, penularan virus hepatitis B persis sama dan serupa dengan penularan HIV/AIDS: "Tapi, orang tidak malu mengatakan dia mengidap virus hepatitis B."
Kini, stigmatisasi kian masif, bahkan dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan jajarannya yaitu dinas-dinas kesehatan serta institusi dan instansi terkait dengan HIV/AIDS, yaitu dengan mengaitkan secara langsung penularan HIV/AIDS dengan seks bebas.
Baca juga: Mengapa Sebaiknya Kemenkes Tidak Lagi Menggunakan "Seks Bebas" terkait Penularan HIV/AIDS (Kompasiana, 17 Mei 2022)
Padahal, secara empiris, dalam hal ini fakta medis, penularan HIV/AIDS bukan karena sifat hubungan seksual (seks bebas), tapi bisa terjadi di dalam dan di luar nikah yaitu karena kondisi saat terjadi hubungan seksual penetrasi (oral, vaginal atau anal) yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom.